tag:blogger.com,1999:blog-29980500889538256242024-03-13T16:15:26.761-07:00koleksi cerita seks melayuanda dijemput untuk hantar cerita menarik ke Blog ini.Unknownnoreply@blogger.comBlogger7125truetag:blogger.com,1999:blog-2998050088953825624.post-89024870555459481272009-06-23T09:02:00.000-07:002009-06-23T09:03:24.387-07:00emak<p>“Mah, kemana saja sih kok sudah sebulan ini baru datang” ? tanyaku sengit ketika Mama ku datang mengunjungiku di Bandung.<br />“Mama sudah dapat pacar baru ya ? sampe enggak sempet datang ? Pokoknya aku enggak mau kalo Mama dapat Papa baru”.<br />Mama ku terlihat kaget ketika aku marah, padahal beliau baru saja datang dari Jakarta hari Jum’at sore itu. Tetapi ketika kepalaku di elus-elus nya dan mama mengatakan minta maaf karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan sekaligus juga mengatakan kalau mama tetap sayang dengan ku, perasaan marahku pun jadi luluh.<br />“Masak sih Mas (padahal namaku sebenarnya sih Pur…. Tapi mama selalu memangggilku Mas sejak aku masih kecil), kamu enggak percaya sama mama” ? “Mama terlalu sayang padamu, jadi kamu jangan curiga kalau mama pacaran lagi”, katanya ter isak sambil menciumi pipiku dan akhirnya kami berpelukan.</p> <p>Oh iya, sebelum aku melanjutkan ceritaku ini, ingin sebaiknya kuceritakan sedikit background keluargaku.<br />Aku sekarang ini sedang kuliah di salah satu universitas di Bandung dan sudah semester 6, sedangkan Mama ku masih kerja di salah satu departemen di Jakarta dan usianya sekitar 40 tahunan. Sebetulnya, mamaku ini bukanlah ibu kandungku, tetapi dia adalah adik dari Ibuku. Hal inipun baru aku ketahui sejak aku mulai duduk di bangku SLTA.<br />Cerita yang kutahu sih, aku di minta dan diasuh oleh adik Ibuku sejak masih bayi. Waktu itu, katanya untuk memancing agar bisa hamil, karena adik Ibuku sudah menikah selama 5 tahun tetapi belum punya anak. Tetapi beberapa tahun yang lalu, adik Ibuku dan yang sekarang kupanggil Mama itu bercerai dengan suaminya, entah kenapa.<br />Jadi sekarang ini, aku sepertinya lebih sayang dengan mama ku di banding dengan Ibu kandungku sendiri. Maklum saja karena dari bayi aku sudah di asuhnya.</p> <p>Setelah makan malam, lalu kami berdua ngobrol di ruang tamu sambil melihat acara TV.<br />“Mas, rambutmu itu sudah mulai banyak lagi yang putih…sini mama cabutin”, kata mama yang biasanya selalu mencabuti ubanku bila datang ke Bandung. Segera saja aku bergegas ke kamar untuk mengambil cabutan rambut lalu duduk menghadap kearah TV di lantai sambil sandaran di sofa yang diduduki mama.<br />Terus terang, aku paling senang kalau mama sudah mulai mencabuti ubanku, soalnya bisa sampai ngantuk.<br />“Banyak betul sih Mas ubanmu ini ?” komentar mama sambil mulai mencabuti ubanku.<br />“Habis sih…..mama sudah lama enggak kesini…cumin ngurusin kerjaan melulu. ”<br />“Ya sudah, sekarang deh mama cabutin ubanmu sampai habis ” Kami lalu diam tanpa berkata kata.<br />“Mas……ngomong2 kamu sudah punya pacar apa belum ? ” tanya mama tiba2, sambil masih tetap mencabuti ubanku di kepala bagian belakang.<br />“Belum kok Ma…..masih dalam penjajakan”, sahutku.<br />“Tuh…..kan. Kamu ngelarang mama cari pacar, tapi kamu sendiri malah mau pacaran ” sahut mama dengan nada agak kesal.<br />“Pokoknya, mama enggak mau lho kalau kamu mulai pacaran, apalagi masih sekolah bisa2 pelajaranmu jadi ketinggalan dan berarti kamu juga sudah enggak sayang lagu sama mama ”, tambahnya</p> <p>“Enggak kok Ma….aku masih sayang kok sama mama ”</p> <p>“Sudah selesai mas yang belakang, sekarang yang bagian depan” perintahnya. Lalu ku putar duduk ku menghadap ke arah Mama dan tetap duduk dilantai diantara kedua paha mamaku serta Mamapun langsung saja meneruskan mencabuti uban2 ku.<br />“Mas….., kamu kan sekarang sudah tambah dewasa, apa enggak pingin punya pacar atau pingin meluk atau dipeluk seorang perempuan ? kata mama tiba2. “Atau kamu sudah jadi laki2 yang enggak normal barangkali ya, Sayang ?“ lanjut Mama.<br />“Ah, mama ini kok nanyanya yang enggak2 sih “? sambil kucubit paha mama yang mulus dan putih bersih.<br />“Habis nya selama ini kan kamu enggak pernah cerita soal temen wanita kamu, Mas, sahut mama.<br />“Aku ini masih laki2 tulen Mah…. Kalau mama enggak percaya, boleh deh dibuktiin atau di test ke dokter“ tambahku sambil kuelus elus paha mama. Kata Mama, aku enggak boleh acaran dulu, tambahku.<br />“Naaah….gitu dong mas……pacarannya nanti nanti saja deh Mas, kalau kamu sudah lulus“.<br />“Tapi, kamu kan sudah dewasa, apa enggak kepingin meluk dan mencium lawan jenis kamu “, tanyanya lagi.<br />“Kadang2 sih kepingin juga sih Ma, apalagi banyak teman2 ku yang sudah punya pasangan masing2….tapi….ngapain sih Ma, kok nanya2 gituan ? “<br />“Ya….enggak apa apa sih, mama cuman pingin tahu saja “ sahut mama sambil tetap mencari ubanku.</p> <p>Karena aku duduk menghadap mama dan jaraknya sangat dekat, tanpa kusadari mata ku tertuju kebagian dada mama dan karena Mama ku hanya memakai baju tidur putih yang tipis sekali, maka tetek dan puting susu nya secara transparan terlihat dengan jelas.<br />“Mah…….. ngapain sih Mama pake baju tidur ini “?<br />“Lho….. memangnya kenapa mas dengan baju tidur mama ini ? emangnya kamu enggak suka ya Mas ?” tanya mamaku, tanpa menghentikan kerjanya mencabuti ubanku.<br />“Emangnya Mama enggak malu ? …….. tuh kelihatan ? ” sambil kututul puting tetek mama yang terlihat menonjol keluar dari balik baju tidurnya dengan ujung jariku.<br />“Huuuusss”, teriak mama kaget. “Mama kirain kenapa ? wong enggak ada orang lain saja kecuali kamu dan bibi dirumah ini. Lagipula mama kan enggak keluar rumah. Memangnya kamu enggak suka ya Mas ? ” sahut mama menghentikan kerjanya dan memandang mataku.<br />“Wah…..ya suka bangeet dong Mah…. Apalagi kalau boleh megang ? ” senyumku.<br />“Huussss….. ” sambil menjundul dahi ku. “wong kamu ini masih kecil saja ” tambahnya.<br />“Mah…. Aku ini sudah mahasiswa lho….. bukan anak TK lagi, masak sih aku masih kecil ? kalo ngeliat sedikitkan enggak apa apa kan mah ?….. boleh kan Mah ? ” rengekku.<br />Mama tidak segera menjawab dan tetap saja meneruskan mencabuti ubanku seolah olah enggak ada apa-apa.<br />Setelah kutunggu sebentar dan mama tidak menjawab atau melarangku, akhirnya kuberanikan untuk menjulurkan tanganku kearah kancing baju tidurnya didekat dadanya.<br />“Sebentar aja lho Mas ngelihatnya ” ujarnya tanpa menghalangi tanganku yang sudah melepas 3 buah kancing bajunya.<br />“Aduh Mah…..putih betul sih tetek mama” komentarku sambil membuka baju tidurnya sehingga tetek mamaku tersembul keluar. Aku enggak tahu ukurannya, tetapi yang pasti tidak terlalu besar sehingga kelihatan tegang menantang serta berwarna merah gelap di sekitar puting nya.<br />“Sudah ah Mas, tutup lagi sekarang ” katanya sambil tetap mencabuti ubanku.<br />“Lho…. Kok malah bengong, tutup dong Mas ? ” katanya lagi ketika kata kata mama enggak aku ikutin dan tetap memandang kedua tetek mama yang kupandang begitu indah.<br />“Bentar dong Mah….. aku belum puas nih Mah, melihat tetek mama yang begitu indah ini. Boleh ya Mah pegang dikit ?”<br />“Tuh kan….. Mas ini sudah ngelunjak. Katanya tadi cuman mau ngelihat sebentar, eeeh sekarang pingin pegang. ” sahut Mama sambil tetap melanjutkan mencabut ubanku. “Sebentar aja lho ” sahutnya tiba2 ketika melihatku hanya bengong aja mengagumi tetek mama.</p> <p>Setelah Mama mengizinkan dan dengan penuh keraguan serta tanpa berani melihat wajah Mama, segera saja kuremas pelan kedua tetek mama dengan kedua telapak tanganku.<br />Aahh….sungguh terasa halus dan kenyal tetek mama, gumanku dalam hati. Lalu kedua tetek mama ku elus2 dan ku remas2 dengan kedua tanganku.<br />Karena asyiknya meremasi tetek mama, baru aku sadar kalau tangan mama sudah tidak lagi mencabuti ubanku lagi di kepalaku dan setelah kulirik, ternyata mama telah bersandar di sofa dengan mata tertutup rapat, mungkin sedang menikmati nikmatnya remasan tangan ku di tetek nya.</p> <p>Melihat mamaku hanya diam saja dan memejamkan matanya, lalu timbul keberanianku dan segera saja kumajukan wajahku mendekati tetek kirinya dan mulai kujilat puting teteknya dengan ujung lidahku.<br />Setelah beberapa kali teteknya kuremas dan tetek satunya kujilati, kudengar desahan mama sangat pelan ssshhh….ssssshhhh….aaaahh…..maaaass….suuuu…daaaahh.<br />Desahan ini walaupun hampir tidak terdengar membuat ku semakin berani dan jilatan di puting teteknya dan kuselingi dengan hisapan halus serta remasan di tetek mama sebelah kanan pun kuselingi dengan elusan elusan lembut.<br />Tiba2 saja terdengar bunyi “kling” di lantai dan itu mungkin cabutan ubanku yang sudah terlepas dari tangan mama, karena bersamaan dengan itu, terasa kedua tangan mama sudah meremas remas rambutku dan kepalaku di tekannya kearah badannya sehingga kepalaku sudah menempel rapat di tetek mama dan nafasku pun sedikit tersengal. Desahan dari mulut mamaku pun semakin keras ssssshhh….. ooooohh… aaaaahhh …….. maaaaaassss….<br />Desahan yang keluar dari mulut mamaku ini menjadikan ku semakin bersemangat dan kugeser kepalaku yang sedang dipegangi mama kearah tetek yang satunya dan tangan kananku kuremaskan lembut di tetek kiri mama dan tak henti2 nya desahan mama terdengar semakin kuat dengan nafas cepat.<br />Maaasss…..aaaaahhh….maaaaass……sssshh…..…aaaaahhh….ooooohh… Maaaaaas…., desah mama dengan keras dan tubuhnya meliuk liuk, seraya mendekap kepalaku sangat kuat sehingga wajahku tenggelam kedalam teteknya. Aaaaaaaaaaaaaaaaaahhhh……teriaknya dan diakhiri dengan nafasnya yang cepat dan ter sengal sengal.<br />“Maaas, mama lemes sekali ”, kata mama dengan suara yang hampir tidak terdengar dengan nafasnya yang masih tersengal sengal. “Maass… tooloong bawa mama ke kamar”, tambahnya dengan nafasnya yang masih cepat.<br />“Ayoooo Maas….cepat bawa mama ke kamar ” katanya lagi dan tanpa berfikir panjang akhirnya kubopong mama dan kuangkat ke tempat tidurnya dan dengan hati2 ku tidurkan terlentang di tempat tidurnya dan mata mama masih tetap merem tapi nafasnya yang cepat sudah sedikit mereda.</p> <p>Aku enggak tahu harus berbuat apa, jadi aku hanya tiduran saja disamping mama sambil ku elus elus dahi yang berkeringat dan rambutnya serta pandanganku tidak pernah lepas dari wajah mama karena takut terjadi apa2, tapi sering juga mataku tertuju ke tetek mama yang menyembul keluar dari baju tidurnya yang terbuka. Nafas mama makin lama semakin teratur.<br />Tak lama kemudian mata mama mulai terbuka pelan2 dan ketika melihatku ada disampingnya, mama tersenyum manis sambil tangannya dieluskan ke wajahku.<br />“Kenapa Mah……. Aku sampai takut ” kataku sambil kuciumi tangan yang sedang memegang wajahku.<br />“Mama lemes sekali sayang….. kaki mama gemetaran, tolong kamu pijitin mama ” perintahnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.<br />Tanpa membantah, segera saja aku berpindah ke dekat kaki mama dan ketika kedua kakinya di geser kearah berlawanan, lalu kutempatkan dudukku diantara kedua paha mama yang sudah terbuka lebar. Kulihat mama sudah menutup matanya kembali.<br />Penisku yang tadi sudah tidur karena rasa takut, kembali mulai bangun ketika baju tidur mama yang tersingkap dan cd nya terlihat jelas. Benar-benar merupakan pemandangan yang sangat indah, pahanya yang putih mulus serta padat berisi itu membuat jantungku serasa mau copot.</p> <p>Karena enggak pernah tahu bagaimana caranya memijat, akhirnya kedua tanganku kuletakkan di kedua paha mama dan ku pijit2 dari bawah ke atas. Aku enggak tahu, apakah pijitanku itu enak apa tidak, tetapi kelihatannya mama tetap memejamkan matanya tanpa ada protes. Demikian juga ketika kedua tanganku kosodokan di cd nya beberapa kali, mama pun tetap diam saja.<br />Memang godaan syahwat bisa mengalahkan segalanya. Penisku pun sudah begitu tegang sehingga kugunakan salah satu tanganku untuk membetulkan arahnya keatas agar tidak terasa sakit.<br />“Mah…..celana mama mengganggu nih…. aku buka saja ya mah ? ” tanyaku minta izin sambil memandang ke arah nya.<br />Mama enggak segera menjawab, tapi kuperhatikan mama mengangguk sedikit.</p> <p>Tanpa berlama lama walaupun aku masih ragu, segera kutarik turun cd nya dan ketika bagian bawah pantat mama sulit kutarik, mama malah membantunya dengan mengangkat badannya sedikit sehingga cd nya dengan mudah kupelas dari kedua kakinya. Lalu sekalian saja kulepas beberapa kancing baju tidur nya yang tersisa dengan salah satu tanganku dan dengan cepat, kupelas juga kaos dan celana yang melekat di tubuhku.<br />Sambil kembali kupijati paha mama, mataku enggak lepas memandang mem*k mama yang baru pertama kali ini kulihat. Bulu jembutnya terlihat hanya beberapa lembar sehingga bentuk mem*knya terlihat dengan jelas dan dari celah bibirnya kulihat sudah ber air. Detak jantungku menjadi kian kencang terpacu melihat bagian-bagian indah milik mamaku.<br />Karena enggak tahan cuma memelototi lubang kenikmatan mama, lalu ku selonjorkan badanku kebelakang sehingga wajahku pun sudah berada tepat diatas mem*k mama tapi tanganku pun masih memijati pahanya walaupun itu hanya berupa elusan elusan barangkali.<br />Awalnya sih aku hanya mencoba membaui mem*k mama dengan hidungku. Ah, ada bau yang meruap asing di hidungku, segar dan membuatku tambah terangsang. Eeeh…. Kuperhatikan mama tetap tenang saja, walaupun nafas nya sudah lebih cepat dari biasanya.</p> <p>Ketika lidahku mulai kumainkan dengan menjilat di seputar belahan bibir mem*k nya yang sudah terlihat basah dari tadi dan terasa asin tapi enak, pinggul mama tergelinjang keras sehingga hidungku basah terkena cairan mama.<br />“Aduuuuh…Mas…” teriak mama tiba2 dengan suara serak dan tersendat sendat diantara nafasnya yang sudah memburu. Mama kembali diam dan aku artikan mama setuju saja dengan apa yang aku lakukan dan walaupun kedua tangannya memegangi kepalaku.<br />Tanpa minta izin, segera saja jari-jariku kugunakan untuk membuka bibir vagina dan memainkan bibir vagina serta daging kecil yang sudah menyembul dari sela-sela bibir vaginanya. “Aduuuuuh…….aaaaaah…..aaahhh ..maaaaas…”, kudengar desahan mama agak keras.<br />Dapat kurasakan cairan lendirnya yang sudah semakin membasahi vagina mama yang indah itu. Betapa nikmat rasanya, apalagi dengan desahan mama yang semakin lama semakin keras, membuatku semakin bersemangat dan mulai kujilati, kuendus dan kumasukkan hidungku kedalam vaginanya serta kumainkan lidahku di lobang mem*k mama.</p> <p>Mungkin karena keenakan, desahan mama sudah menjadi erangan yang keras dan rambut kepalaku pun sudah diremas remas mama seraya di tekan tekannya kepalaku dan pantatnya pun digoyangnya naik turun sehingga seluruh wajahku terasa basah semua terkena cairan yang keluar dari mem*k mama. Aku terus saja memainkan lidahku tetapi tidak berapa lama kemudian bisa kurasakan goyangan tubuh mama semakin cepat dan nafasnya pun sudah terdengar cepat dan keras sekali. Tubuh mama mengejang dan akhirnya dia mendesah keras maaaas…..addduuuuh….aaaaaah…..maaas…sssssssh…. teee..ruuuuusss..maaas, sambil kepalaku ditekannya dalam dalam kearah mem*knya. Lalu mama terkapar melepas tangan nya dari kepalaku dengan nafas ngos2an yang cepat dan aku yakin sekali kalau mama sudah mencapai orgasmenya lagi.<br />Tanpa disuruh aku segera naik dan tiduran miring menghadapnya disamping mama yang terlentang dengan nafasnya yang masih cepat.<br />“Aduuuh…maaas, kamu nakal sekali ya ? kamu bikin mama jadi keenakan sampe lemes sekali ” katanya setelah nafasnya agak normal sambil memencet hidungku.<br />“Mah….. booo leeeh enggak aaaa kuuuu ? ” tanyaku tapi enggak berani meneruskan kalimatnya, sambil ku usap2 dahi mama yang masih berkerigat. Mudah2an saja mama mengerti maksudku itu, soalnya penisku sudah tegang sekali.<br />“jangan ya sayang…..” jawab mama seraya mengecup pipiku dan jawaban itu tentu saja membuatku menjadi sedikit kecewa.<br />Mungkin mama melihat perubahan wajahku dan karena merasa kasihan, lalu katanya….. “Mas, boleh deh….tapi hanya digesek gesekin saja ya di luar ?”. Mendengar jawaban itu, membuat hatiku agak lega, yah….dari pada enggak boleh sama sekali, padahal rasa kepinginku sudah sampe diujung.<br />“Sini sayang……naiklah”, lanjut nya sambil meraih tubuhku untuk naik di atas tubuh mama dan dari rasa sentuhan dikakiku, terasa mama juga sudah membuka ke dua pahanya, tapi tidak terlalu lebar.<br />Tanpa berkata kata, lalu kunaiki tubuh mama dengan penisku yang sudah siap tempur dengan kepalanya yang mengkilap tegang. Tangan mama sudah memegangi penisku dan mengarahkan batang kemaluanku ke mem*knya. Lalu, penisku yang sedang dipegangnya di gesek2an keatas dan kebawah secara perlahan lahan di mem*knya yang memang sudah licin dan kupergunakan kesempatan ini untuk menjilati leher mama.<br />Aku pun harus bersabar sedikit dan menunggu agar nafsu mama naik kembali karena sentuhan penisku dimem*knya dan jilatan2 ku di lehernya. Sesekali kuperhatikan wajah mama dan kulihat mama sedang memejamkan kedua matanya yang mungkin sedang menikmati gesekan2 penisku di mem*knya.<br />Suatu ketika, mama menghentikan gerakan tangannya dan melepaskan pegangan tangannya di penisku.<br />Kedua tangan mama lalu memegangi kepalaku dan melepaskanku dari dadanya yang sedang kujilati serta memandangku dengan mata sayu.<br />“Gimana….. sayang….? Enak enggak ?” tanyanya.<br />“Ya enak dong maaaah……tapiiiiiiii…..” jawabku di telinganya tanpa berani meneruskan.<br />“Tapi…..kenapa Maaas ?’ Tanya mama pura2 enggak mengerti kata2ku tadi.<br />“Boo….. leh ya maaaah dimasukin ”? jawabku agak gugup didekat telinganya lagi.<br />Belum sampai kata2 yang aku ucapkan itu selesai, terasa ibu telah berusaha merenggangkan ke dua kakinya pelan2 lebih lebar lagi dan kulihat ibu tidak berusaha menjawab, tapi malah terus menutup matanya.<br />Dengan tanpa melihat, karena aku sibuk menjilati telinga dan leher mama dan kedua tangan mama hanya dipelukannya di punggungku, kutekan pantatku sedikit dan mama lalu menggeser pantatnya sedikit saat penisku sudah menempel di mem*knya, sepertinya mama yang memang sudah lebih berpengalaman, sedang berusaha menempatkan lobang mem*knya agar penisku mudah memasukinya.<br />Ketika mama sudah tidak menggerakkan tubuhnya lagi, pelan2 kutekan penisku ke mem*k mama, tetapi sepertinya kepala penisku terganjal dan tidak mudah masuk atau mungkin salah tempat, walau aku tahu mem*k ibu sudah basah sekali dari tadi.<br />Tetapi ketika kuperhatikan wajah mama yang lagi merem itu, sepertinya mama agak menyeringai, mungkin sedang menahan rasa sakit sewaktu penislku kutekan ke mem*knya.. “peel.. laaan.. pelaaan…sayyyy….aaang, saaa…kiiitt, mama sudah lama enggak pernah lagi”, kudengar bisik mama didekat telingaku. Karena kasihan mendengar suara mama yang kesakitan, segera saja kuangkat pelan2 penisku tetapi tangan mama yang dari tadi ada di punggungku sepertinya berusaha menahannya.<br />“Nggggak…aaapp….paa aapa….Maaas” terdengar bisik mama lagi. Aku nggak menjawab apa2, tetapi kemudian terasa tangan mama sepertinya menekan pantatku, mungkin menyuruhku untuk mencoba memasukan penisku, lalu kutusukkan lagi saja penisku pelan2 ke mem*k mama dan …..ssssrreeeeeeeet….,., terasa kepala penisku seperti menguak sesuatu yang tadinya tertutup rapat dan langsung saja kuhentikan tusukan penisku ke mem*k mama, karena terlihat mama menyeringai menahan sakit dan terdengar lagi mama merintih “….Aduuuuhh…….maaaaas…..” sambil kedua tangannya menahan punggungku sedikit dan kembali tekanan pantatku kebawah segera kuhentikan. Aku jadi kasihan melihat wajah mama selalu menyeringai seperti kesakitan.<br />Tetapi beberapa saat kemudian, “teken lagi maas….tapi pelan pelan ya… “ sambil kedua tangan mama menekan pantatku pelan2, langsung saja aku mengikuti tekanan tangan dipantatku menekan pelan2 dan tiba2 ….. sssrrrrreeett….bleesss….., terasa kepala penisku masuk ke mem*k mama. “…Maaaaasss….” teriak mama pelan bersamaan dengan masuknya kepala penisku.<br />“Sudah… maaass…..suuuuukk….saaa…. yaang…”, lanjutnya sambil melepas nafas panjang tapi tangan mama malah menahan tekanan pantatku.<br />Aku diamkan sebentar pergerakan penisku sambil menunggu reaksi mama, tetapi dalam keadaan diam seperti ini, aku merasa penisku sedang terhisap kuat di dalam mem*k mama dan tanpa kusadari terucap dari mulutku…..”Maaah……maaah……terr….uuusss….Maaah…enaaaaak.</p> <p>Saking enaknya, aku sudah nggak memperhatikan tangan atau wajah mama lagi, lalu kegerakkan pantatku naik turun pelan2 dan mamapun mengimbanginya dengan mengerakkan pantatnya seperti berputar-putar. Maaasss..teer……ruuus. maaas..enaaakk..aduuuhhh…enakkk..maaaas.., kudengar kata2 mama terbata-bata dan kubungkam bibir mama dengan mulutku sambil lidahku kuputar didalam mulutnya, serta kedua tanganku kucengkeram kuat diwajah mama..<br />Sedang kan kedua tangan mama masih tetap di posisi pantatku dan menekan pantatku apabila pantatku lagi naik. Goyangan dan gerakan aku dan mama semakin cepat dan kudengar bunyi.crreeettt…creeettt..creeetttt.secara teratur sesuai dengan gerakan naik-turunnya pantatku serta bunyi suara mama ….hhmmm…aaaahhhh.. aaahhh….yang nggak keluar karena bibirnya tertutup bibirku.<br />Tiba2 saja mama menghentikan gerakan tubuhnya dan mengatakan “berhenti sebenar sayaaaang ”.<br />“Kenapa Ma ? ”<br />“Maasss…toloong cabut punyamu. duluuu, mama mau mengelap punya mama supaya agak kering sedikit, biar kita sama sama enak nantinya”, katanya.<br />Bener juga kata Mama, kataku dalam hati, tadi mem*k Mama terasa sangat basah sekali. Lalu pelan2 kont*lku kucabut keluar dari mem*k Mama dan kuambil handuk kecil yang ada di tempat tidur sambil kukatakan “Maaam, biar aku saja deh yang ngelap..boleeehkan … Maaam ” ? “Terserah ….kamuuu…..deh…maasss”, jawab Mama pendek sambil membuka kedua kakinya lebar2 dan aku merangkak mendekati mem*k Mama dan setelah dekat dengan mem*k Mama, lalu kukatakan… “aku. bersihkan. sekarang.yaaaa..maaaaa” ? dan kedengar Mama hanya menjawab pendek …. “boleeeh.sayaaaang ”. Lalu kupegang dan kubuka bibir mem*k Mama dan..kutundukkan kepalaku ke mem*knya lalu ku jilat jilat itil dan belahan mem*k mama dan pantat Mama tergelinjang keras mungkin karena kaget sambil berseru.. “Maaas ….. kamuuu.. nakaaaal . …yaaaaa”. Tanpa menjawab, aku teruskan isapan dan jilatan di semua bagian mem*k Mama dan membuat Mama menggerak gerakkan terus pantatnya dan kedua tangannya kembali menekan kepalaku. Beberapa saat kemudian, terasa kepalaku seperti ditarik Mama sambil berkata, “Maas…sudaaaah..sayaaaaang…mama nggak tahaaaaaan…. Kalau kamu gituin terus…..sini..yaaaang”. Lalu kuikuti tarikan tangan Mama dan aku langsung naik diatas badan Mama dan setelah itu kudengar mama seperti berbisik di telngaku…. “mas,…masukiiiin..lagi.. punyamu..sayaaang…mama.sudah.nggaaak.tahaaaaan..yaaang” dan tanpa membuang-buang waktu, kuangkat kedua kaki Mami dan kutaruh diatas pundakku sambil ingin mempraktekkan seperti apa yang kulihat di blue film yang sering kulihat dan sambil kupegang batang kont*lku, kuarahkan ke mem*k Mama yang bibirnya terbuka lebar lalu kutusukkan pelan2, sedangkan mama dengan menutup matanya seperti pasrah saja dengan apa yang kuperbuat. Karena mem*k Mama masih tetap basah dan apalagi baru ku jilat dan kuisap-isap, membuat mem*k mama semakin basah sehingga sodokan kont*lku dapat dengan mudah memasuki lobang mem*k Mama.<br />Mama mulai meggerakkan pantatnya naik turun mengikuti gerakan kont*lku yang keluar masuk mem*knya.<br />“Mas….terus teken yang kuat ” desah mama dan tanpa perintah kedua kalinya, akupun menggenjot mem*knya lebih kuat sehingga terdengar bunyi…crroooooot…..crroooottt…croooott, mungkin akibat mem*k mamaku yang sudah basah sekali. “Ayyooo….maaasss ” serunya lagi dengan nafasnya yang sudah tersengal sengal.<br />“Maas…turunkan kaki mama ” mintanya dan sambil kont*lku masih kusodok sodokkan kedalam mem*k mama, satu persatu kakinya ku turunkan dari bahuku dan akupun sudah menempel tubuh mama serta mama mulai menciumi seluruh wajahku sampai basah semua..</p> <p>Nggak lama kemudian gerakan pantat mama yang berputar itu semakin cepat dan kedua tangannya mencengkeram kuat2 di pantatku dan…tiba2 mama melepas ciumanku serta berkata tersendat sendat agak keras….. Maaaaassss….. mama….. haam.. piirr…..maaaas… aa… yyoooo ..maass….cepppaaaat.., moment ini nggak kusia siakan, karena aku sudah nggak kuat menahan desakan pejuku yang akan keluar…. Ayyooo…maaaah……aduuuh..maaah…, sambil kutekan kont*lku kuat2 kedalam mem*k mama dan kurasakan cengkeraman kuat kedua tangan mama di pantatku makin keras dan agak sakit seakan ada kukunya yang menusuk pantatku.</p> <p>Kuperhatikan mama dengan nafas yang masih ter engah2 terdiam lemas seperti tanpa tenaga dan kedua tangannya walau terkulai tapi masih dalam posisi memelukku, sedangkan posisiku yang masih diatas tubuh mama dengan kont*lku masih menancap semuanya didalam mem*knya.<br />Karena mama hanya diam saja tapi nafasnya mulai agar teratur, aku berpikir mama mau istirahat atau langsung tidur, lalu kuangkat pantatku pelan2 untuk mencabut kont*lku yang masih ada di dalam mem*k mama, eeehh…nggak tahunya mama dengan kedua tangannya yang mash tetap di punggungku dan memiringkan badannya sehingga aku tergeletak disampingnya lalu dengan matanya masih terpejam dia berguman pelan…Maaas…bii.aarkan..mas….biarkan punyamu itu dida..laaamm…sebentar. rasanya..enak.ada yang mengganjel didalam…sambil mencium bibirku mesra sekali dan…kami terus ketiduran sambil berpelukan.</p> <p>Entah berapa lama aku sudah tertidur dan akhirnya aku terbangun karena aku merasakan ada sesuatu yang menghisap hisap kont*lku. Ketika kulihat jam diding, kulihat sudah jam 5 pagi dan kulihat pula mamaku sudah berada di bagian bawah lagi asyik mengulum dan mengocok ngocok kont*lku. Aku pura2 masih tidur sambil menikmati kuluman mulut mama di kont*lku. Mama mengulum kont*lku dan memainkan dengan lidahnya, aku terasa geli.<br />Sambil mengulum, terasa kelembutan jari jemari mama mengusap dan membelai batang kont*lku. Diusap dan diurutnya keatas dan kebawah. Terasa mau tercabut batang kont*lku diperlakukan seperti itu. Aku hanya mendesis geli sambil mendongakkan kepala menahan nikmat yang luar biasa.<br />Setelah itu, giliran pangkal paha kananku diselusurinya. Lidah mama mengusap-usap pangkal pahaku, terus menyusur ke paha dan terus naik lagi ke buah zakar, ke batang kont*lku, ke kepala kont*lku, enuaaaknyaa.<br />Tetapi lama lama tidak tahan juga sehingga mau tak mau pantanku pun mulai kugerakkan naik turun dan yang membuat mama nengok kearahku dan melepas kuluman di kont*lku tapi tetap masih memeganginya.<br />“Sudah bangun saayaaang. ” katanya dengan suara lembut.<br />“Teruuus…maaah…enaaaaakk… ”, kataku dan kembali mamaku mengulum kont*lku sehingga terlihat kont*lku keluar masuk mulut mama. Setelah beberapa lama kont*lku dikulumn dan mengurut batang kont*lku, tiba tiba saja mama lalu melepas kont*lku. Kini, lidah mama sudah naik menyusuri perutku, menjilat-jilat pusarku, terus naik lagi ke dada kanan, melumuri puting susu kananku dengan air liur yang hangat, lalu ke leher, dan akhirnya ke mulutku.<br />Lidah mama ketika memasuki mulutku, kugigit sedikit dengan gemasssss… Tiba-tiba, aduuhhhh…aku merasa batang kemaluanku memasuki jepitan daging hangat, kenyal dan berlendir….mem*k mama. Rupanya saat mulutku asyik menikmati lidahnya, mama menyodokkan vaginanya ke kont*lku yang memang sudah tegang sekali. Tanpa mengeluarkan lidahnya dari mulutku, mama mulai menekan pantatnya ke bawah. Blesssss…. kont*lku menerobos masuk kedalam mem*k mama. Hangat rasanya.<br />Mama terus melakukan gerakan memompa …. aduhhhhh batang kont*lku merasakan elusan dan remasan dinding mem*k mama.. Akupun menggelepar sehingga lidah mama keluar dari mulutku. Tapi lidah mama terus mengejar mulutku, sehingga bisa kembali masuk ke dalam mulutku. Sementara pantatnya tetap memompa dan tedengar bunyia ….crooot..croott….croott. “Aduhhhh …….enaaaknya ” Seruku tanpa sadar.<br />“Enaaak….sayaaaaang ”, Tanya mama.<br />“Teee…rruuuuss…maaaaah …… enaak sekali”<br />Tiba-tiba saja mama melepaskan mulutnya dari mulutku. Lalu tangan mama diletakkan dan bertumpu di dadaku, serta mulai naik turun memmompa dan memutar-mutar pantatnya. Serrrr…..serrr….seeeeerr…. batang kont*lkupun serasa ikut terputar seirama dengan putaran pantat mama. “Addduuuuuuhhhh…. maaaaah, aku nggak tahaannn nih…. ” desisku.<br />Mama kelihatannya tidak ambil pusing dengan rintihanku, dia tetap memutar, memompa, memutar, memompa pantatnya, tapi nafasnya pun sudah begitu cepat.<br />Tetek mama yang ada dihadapanku pun juga ikut tergoyang-goyang seirama dengan gerakkan tubuhnya dan kuremas remas keduanya dengan tanganku.<br />Sekitar beberapa menit aku terombang-ambing dalam kenikmatan yang luar biasa, sampai akhirnya ketika ibu mulai mengubah posisi dengan membalik tubuhku sehingga aku sekarang sudah berada diatas tubuh mama dan nafas mama kuperhatikan sudah begitu cepat.<br />“Maaaas….ceeepaaaat….teken yang ku…aaaaat maaass…”, perintahnya sambil memeluk punggungku erat erat serta menggerakkan pinggulnya naik turun dengan cepat sehingga membuat kont*lku terasa sedikit ngilu.<br />“Ceee….paaaat….maaaas ” serunya lagi dengan nada suara yang cukup keras seraya tangannya mendekap punggungku kuat2. Mingkin mama sudah mendekati orgasme nya barangkali, padahal akupun sudah hampir tidak kuat menahan air maniku agar tidak keluar.<br />“Ini…maaaah….ini…tahan yaaa maaah ”sahutku seraya kugenjot mem*k mama kuat2 beberapa kali.<br />“Ter..rrruss..saaa…yang…terruuuus. ”katanya lagi dengan gerakan pinggulnya semakin liar saja.<br />“Maaah…maaaaaaah….aku gaaaaak…tahaaaaan lagiiiiiii…. ”teriakku kuat2 dan kutekan kont*lku lebih kuat lagi kedalam mem*k mama dan crreeet……creeet….creeet…….air maniku akhirnya jebol dan menyemprot kuat kedalam mem*k mama dan mungkin setelah menerima semprotan air maniku akhir nya mama pun berteriak “Maaaaassss………mama……juuuu…gaaaaaaaa”, teriaknya sambil merangkulkan kedua kakinya kuat2 dipunggungku dan cengkeraman tangannya pun membuat punggungku terasa sakit.<br />Akupun akhirnya menjatuhkan tubuh ku disamping mama dan sama2 terengah engah kecapaian.</p> <p>Setelah nafas kami mulai teratur, sambil memelukku mama berkata serasa berbisik dekat telingaku.<br />“Enaaak..maaaaaasss ?”<br />“Enaaak sekali maaaah… ”.<br />“Maasss….jangan sampai ada yang tahu soal ini yaaaa ? Kamu kan bisa jaga rahasia kita ya ”kata mama.<br />“Iya maaah…. ”<br />“Dan satu lagi….. ”, kata mama sambil memandangku tajam.<br />“Apa itu Maaah…. ”<br />“Yang ini punya mama……jangan kamu kasihkan orang lain ya ? ”katanya seraya mencengkeram kont*lku yang lagi tidur kecapean dan mengelus elusnya.<br />“Janji ya.. saaaa…yang…. ”Tambahnya lagi.<br />“Asal ini semua juga buat saya ya Maaah. ”sahutku sambil kuremas mem*k mama dan kueluskan jariku dibelahan mem*k mama yang masih terasa basah oleh air maniku.<br />Akhir nya kami tertawa berbarengan dan tiba2 saja ada ketukan di pintu kamar “Buuuu……sudah siang… ”. Rupanya ketukan dari pembantu karena saat itu sudah jam 9.00 pagi.</p> Setelah itu, mama selalu tidak pernah absen mengunjungiku di Bandung atau kalau mama berhalangan, maka akulah yang datang ke Jakarta.<input id="gwProxy" type="hidden"><!--Session data--><input onclick="jsCall();" id="jsProxy" type="hidden"><div id="refHTML"></div>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2998050088953825624.post-12971553812899718842009-06-23T08:37:00.000-07:002009-06-23T08:37:51.359-07:00<span><span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">Aku</span> masih ingat lagi….masa tu <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> cuti sekolah. Jadi <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span><span> kawan-kawan sama sama berkhatan. Takut <span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">juga</span> </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. Lepas berkhatan luka kote <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> kena dirawat. Seminggu, lukanya kote <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> masih belum sembuh betul lagi. Baru 7 hari tak boleh baik. Tiap hari kena basuh lukanya.</span><br /><br /><span><span>Mujur <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah, adik <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">mak</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>, ada menolong membasuh luka <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span>. Malu <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">juga</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> rasanya. Tau <span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">lah</span><span>, nak tunjuk kote, kan? “Tak apalah sebab Apit budak lagi. Baru umur 10 tahunâ€�, <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span><span> Cik Mah <span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">kata</span>. </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah dah 30 tahun. Tiap-tiap pagi dia tolong cuci luka </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span>, bubuh ubat <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> balut. Tak kesah.</span></span><br /><br /><span><span><span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Kata</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>, <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> tak boleh malu. Dia <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span><span> ni badan aja <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span> besar. Macam murid <span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">umor</span> lebih 12 tahun. </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span><span> <span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">suka</span> main bola. Main sukan. Jadi, badan </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> kuat. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> ketua murid kat sekolah. Terer gak <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span>. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> kerani Pejabat Tanah di Kucing. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span><span> dapat tahu <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> ni baru saja dicerai oleh suaminya. Rupanya, suaminya dah kawin sebelum kawin dengan dia. Dia tak tahan dimadu, katanya. Jadi dia minta cerai setelah kawin baru 6 bulan. Kesian dia.</span><br /><br /><span><span><span>Dulu dia datang ke rumah dengan deraian airmata. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span><span> abah kesihan melihatnya. Sebab rumah kami Flat saja, bilik kosong tak ada, jadi <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">mak</span> suruh </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span><span> tidur sebilik dengan <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah. </span><span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">Apa</span><span> nak kisahkan, dia <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. Lagi pun <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> anak saudaranya. Lagipun <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> budak-budak lagi.</span><br /><br /><span><span>Badan saja besar, tapi <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">umor</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> rendah. Tak tau <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">apa</span><span> benda. Lagi pun <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah boleh ajar </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> mathematik. Sekarang <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> tak <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">suka</span> tengok TV lagi. Bila malam lepas makan, </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> masuk bilik baca buku. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> suruh <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> belajar, <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah boleh tunjukkan, katanya. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span><span> <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">suka</span> </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> belajar dengan <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah.</span></span><br /><br /><span><span><span>Dulu <span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">Mak</span><span> Cik Mah nak jadi Cikgu, tapi dia <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">suka</span> jadi kerani. </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span><span> Cik Mah memang lawa. Sekali pandang macam bintang filem Krisdayanti. Paling kurang macam Erra Fazira. Tinggi <span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">lampai</span>, bidang dada luas, punggung lebar. Padat. Dadanya muntuk </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> berisi. Lenggangnya gemalai <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> rambutnya mayang mengurai. Suaranya lembut <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> pandai memujuk <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> memanjakan. Dulu dia ratu cantik kat ofisnya. Lepas tu ada boss </span><span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">yang</span><span> <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">suka</span> kat dia. Tu sebab dia kawin. Tapi boss tu dah kawin ada anak.</span></span><br /><br /><span><span>Jadi <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span><span> Cik Mah tak <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">suka</span>. Itu sebab dia minta cerai. </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span><span> Cik Mah ni bila tidur, dia <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">suka</span> dakap bantal peluk celah pehanya. Kadang-kadang </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> nampak kainnya terselak. Putih saja pehanya. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span><span> tak kesah. Dia <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span>. Memang kulitnya putih melepak. Tak macam <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">mak</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span>. Hitam sikit. Bapak <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> tu dulu keturunan Cina. Nenek <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> keturunan Melanau. Nenek kawin selepas ayah <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">mak</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> meninggal sebaik saja <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">mak</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> lahir. Jadi <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah muda 3 tahun dari <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">mak</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span>.</span></span><br /><br /><span>Lat 2 munggu, luka kote <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> pun baiklah. Cuti sekolah <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> pun dah tamat. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span><span> mesti pergi sekolah. Tiap pagi <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah bangunkan </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span>. Dia pun kena bangun pagi <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">juga</span>. Dia nak kerja. Pagi-pagi dia selalu tolong mandikan </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. Dia sabun badan <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>, gosok daki kat badan. Dia pun mandi sama-sama.</span><br /><br /><span>Sebab <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> budak kecil lagi, <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span><span> mandi telanjang aja. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah berkemban aja bila mandi. Dia pakai kain basah </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span> dah lusuh saja. Kain itu diikat dari atas dada sampai ke pangkal peha atas lutut. Putih kulit pehanya. Tak kesahlah, </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> masih budak. Dia <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. Selalunya, lepas tu dia tolong <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> pakai baju sekolah <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. Dia pun pakai bajunya. Dia tanggal kain depan <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> sarung pakaian kerja. Masa tu </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> tengok dia bersolek. Memang dia lawa. Jadi <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> selalu tengok pakai coli belakang skrin. Tapi <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> tak nampak apa-apa. Tak kesahlah sebab <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> budak lagi. Lama-lama <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> dah lali tengok badannya. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> tau, dia bertelanjang bogel dari belakang skrin. Pun <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> tak kesah.</span><br /><br /><span>Kadang-kadang <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span><span> khayal <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">juga</span>, camana agaknya </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah kalau telanjang. Tentu seksi badannya. Satu malam </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> tidur awal. Dekat nak tengah malam <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> rasa panas. Memang dalam bilik <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> tak ada kipas. Lagipun cuaca masa itu musim panas. Malam-malam pun panas. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span><span> dengar <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah menggelisah. Panas. Pas tu dia bangun. </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> buat-buat tidor. Mata <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> tutop buat-buat tidor. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span><span> tengok dia bukak bajunya. Lepas tu dia buka coli <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> seluar dalamnya. Dia longgok tepi sudut bilik. Kemudian dia berkemban. Dia naik ke katil <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> tidur dekat sebelah </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>.</span><br /><br /><span><span>Kali ini dia tidur lain macam pulak. Dia tidur menyonsang. Kepalanya hujung kakinya, <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> kaki </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> dekat mukanya. Bila dah sejuk cuaca malam, baru rasa mengantuk. Hampir <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> nak terlena, tiba-tiba <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> rasa punggung <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> kena peluk. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span><span> terjaga. Rupanya <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah peluk punggung </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. Dia tak sedar. Dah tu kepala <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> rasa macam kena kepit celah pehanya. Dia sangka <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> ni bantal peluk agaknya. Bantal peluk ada kat belakang dia. Boleh jadi dia tak sedar betul. Dari cahaya lampu di beranda luar <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span> masuk ke dalam bilik tidur </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> tu, <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> nampak peha <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah. Putih aja.</span></span><br /><br /><span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> tak kesah sebab dah biasa. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> tutup mata nak tidur balik semula. Agak-agak <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> nak tertidur, <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah menggelisah. Masa tu dia rapatkan kepala </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> di bawah perutnya. Prrrggghhhhh..!! <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> terbau lain macam, datang dari celah kangkang pehanya. Tak pernah <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> bau macam itu. Ada macam bau tengik macam belacan bercampur dengan bau telur asin. Makin lama makin kuat bau itu masuk hidung <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span><span> agak tentu kainnya <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span> dia pakai terduduk benda kotor <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">apa</span>, entahlah. Bila </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> gerakkan kepala <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>, dia lagi kuat kepit. Bagi <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>, bau tu busuk. Yuuueeekkk…..!! Nak termuntah <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>.</span><br /><br /><span>Dalam keadaan itu <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> tertidur sampai pagi. Esok pagi dia bangunkan <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. Macam biasa, kami mandi sama-sama lagi. Kejadian malam tadi, macam kami tak ingat aja. Buat macam biasa. Dia mandikan <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. Dia gosok kote <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span><span>. “Dah baik lukanya dahâ€�, <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">kata</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah. “Tak payah bubuh ubat lagiâ€� katanya. Dipicitnya hujung konek </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. Dia tanya, “sakit tak?â€� <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span><span> geleng kepala, “takâ€� <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">kata</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. Dia pun senyum pandang muka <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. “Apit kena sabun tiap hari macam ini.â€� katanya. Diambilnya sabun, digosok ke tapak tangannya; langsung diusapnya kat batang kote <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>.</span><br /><br /><span><span>Sekali dua tak <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">apa</span>, bila dia gosok banyak kali </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> rasa lain macam. Kote <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> tegang macam rasa nak kencing. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span><span> cakap kat dia, “nanti dulu <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah, Apit nak kencing japâ€�. Dia pegang batang </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> pun kencinglah. Sudah tu dia basuh. Tak kesahlah, <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> masih budak. Sudah dia mandikan <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span>, dia pulak mandi. Dia gosok badannya, ketiaknya, teteknya <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> celah kangkangnyadengan sabun. Sampai naik buih sabun badannya. Baru </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> nampak macamana rupa tetek orang perempuan.</span><br /><br /><span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span><span> ada tengok tetek <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">mak</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> masa susukan adik, tapi lembik aja. Tetek <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah tidak. Cantik. Padat. </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> tengok masa dia gosok. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> tengok ketiaknya ada bulu sikit. Tapi kadang-kadang kain basahnya terlucut masa dia gosok. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> tengok kat bawah perutnya ada bulu. Banyak. Lebat. Dia pandang kat <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> buat-buat tak pandang aja. Macam tak nampak. Dia senyum. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span><span> pun senyum. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Mak</span> Cik Mah tak marah. </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> tak pandang lama. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> malu tengok. Sebab <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> budak. Lagi pun <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> rasa lain macam.</span><br /><br /><span>Dah tu dia siram badannya. Kemudian dia mencangkung. Dia selak kainnya sampai nampak punggung. Putih melepak. Dia kencing membelakangkan <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. Berdesir bunyinya. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> tak kisah. Memang selalu gitu. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span><span> tanya, <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">apa</span> sebab orang perempauan kencing bunyi lain? Dia jawap, “esok Mah Cik boleh tunjuk <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">apa</span> pasalâ€�. </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> tanya, bila? Dia jawab, nantilah. Bila <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> dengar dia kencing hari tu, <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span><span> rasa sikit lain macam. Lepas cebok dia bangun. Kami masuk bilik. Dia pakaikan baju <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> seluar </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>.</span><br /><br /><span><span>Dah tu dia pulak. Macam tu <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span> tiap hari. Malam esoknya, sekali lagi cuaca panas. Mah Cik Mah bangun tengah malam. Dia buka baju lagi. Tinggal kain saja. Bila dia tidur, dia pun kepit kepala </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> macam malam dulu. Bau tengik tu sekali lagi masuk lubang hidung <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. Tapi rasa lain sikit malam ini. Masa dia peluk punggung <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>, <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> rasa kote <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> macam kena kat bibir mulutnya. Kemudian <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> rasa hujung kote <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> macam kena jilat. Geli betul. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> kepitkan peha <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> supaya kote <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> terkepit. Tapi tak boleh sebab kepala Mah Cik Mah hadang peha <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. Lama-lama <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> biarkan. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> rasa mula-mula dia jilat, lepas tu rasa macam kepala kotek masuk dalam mulutnya. Masa tu <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> rasa lidahnya jilat kuit-kuit kepala kote <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span>. Uhh…gelinya, bukan main lagi. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> rasa kote <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">aku</span> tegang. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Aku</span> mengerang. Tahan geli.</span><!--INFOLINKS_STOP--><br /><br />Aku dengar dia macam hisap hujung kote aku, ada bunyi..Crup…ceruppp… bunyi Mah Cik Mah sedut air liurnya. Aku tak leh buat apa-apa. Aku tahan aja. Aku rasa macam nak kencing. Lama juga dia buat gitu. Tapi aku tahan. Sebab terlampau geli, punggung aku menggelisah. Tapi Mak Cik peluk punggung aku kuat-kuat. Aku tak dapat bergerak. Terpaksa aku biarkan saja. Bila aku tak tahan aku kencing dalam mulutnya…. Crup..crupp..banyak kali. Aku rasa sedap kencing dalam mulut Mah Cik. Masa kencing tu aku rasa macam hayal. Aku tutup mata aku. Dalam gelap itu, aku tak nampak apa-apa. Masa tu juga aku bau busuk celah peha Mah Cik Mah tambah kuat. Rasa aku nak temuntah, tapi tak muntah. Lepas tu, aku rasa letih betul. Lama-lama aku tertidur sampai pagi. Esok paginya dia bangunkan aku.<br /><br />Macam biasa, kami mandi sama-sama lagi. Apa yang berlaku malam tadi, macam kami tak ingat aja. Buat macam biasa. Dia mandikan aku. Dia gosok kote aku. Aku tanya, apa pasal malam tadi aku nak kencing tapi rasa lain macam, Mak Cik? Dia jawab, itu tanda aku dah jadi orang bujang. Dipicitnya hujung konek aku. Dia tanya, “sakit takâ€�? Aku geleng kepala, “takâ€� kata aku. Dia pun senyum pandang muka aku. Katanya, “lain kali Mak Cik ajar macamana Apit nak kencing sedap..â€� Aku angguk kepala. Macam tulah tiap malam. Aku tak kisah. Sebab dia Mak Cik aku. Dia sayang kat aku. Lagi pun dia macam Cikgu.<br /><br />Hari Sabtu cukup bulan, pagi hujung minggu depannya, bapak dan mak aku balik kampung dengan adik-adik yang belum sekolah. Mak kata, “Mak ngan abah dan adik-adik nak balik kampung. Satu minggu. Jadi, sebab Apit nak sekolah, kena tinggal dengan Mak Cik. Lagipun Mak Cik Mah nak kerja. Dia tak cuti.â€� Aku kata, tak apalah. Lagi pun Mak Cik Mah ada temankan. Dia pun pandai masak. Petang tu Mak Cik Mah ajak aku tengok wayang cerita hindustan kat town. Dia dapat gaji. Loaded. Pas tu makan satey. Pas tu kami jalan-jalan. Dia beli baju untuk aku dan seluar dalam. Dia beli coli warna merah kusam dengan seluar dalam warna hijau pucat. Dia beli losyen badan dan sabun wangi Acme. Minyak wangi satu botol. Tak kesahlah dia punya duit. Lagi pun dia baru dapat gaji. Komdian dah petang sikit kami pulang. Dia beli kipas angin Sanwa. Hari memang panas. Bas Mini lambat datang. Kat perhentian bus dia beli rojak 2 bungkus besar. Sampai kat rumah Mak Cik Mah siapkan makanan atas meja. Kami makan sama-sama.<br /><br />Lepas makan, Mak Cik Mah kata dia nak mandi sebab panas. Aku pun nak mandi juga sebab badan aku peluh banyak sebab balik berjalan. Melekit satu badan. Kami masuk bilik bilik mandi. Macam biasa aku bukak baju. Dia sabun badan aku. Kali ini dia pakai losyen beli tadi. Dia pun pakai juga. Buihnya banyak. Dia suruh aku duduk cangkong tepi kolam simen tadah air dalam bilik mandi tu. Komdian dia curah losyen tu kat tapak tangannya. Dia gosok semua badan aku. Wangi baunya. Banyak buih. Bila dia gosok kelengkang aku, aku rasa geli. “Kalau Apit geli tutup mata, yaâ€� kata Mak Cik. Lembut saja suaranya. Aku tutup mata. Aku rasa batang kotek aku tegang. Lain macam rasanya. Tak kesahlah. Sebab dia dah biasa ubat kote aku lepas berkhatan dulu. Pun dia pegang masa ubat lukanya.<br /><br />Tak apa. Masa dia gosok batang kote aku, aku rasa seronok. Geli. Siok. Aku rasa lemah. Lutut aku gigi rasa macam nak tumbang. Takut jatuh, aku pegang kain kemban kat badan Mak Cik. Entah macamana kainnya terlucut. Tanggal. Melorot sampai ke pusatnya. Dia kata, “Tak apa. Biarkan.. Mak Cik pun nak sabun badan jugaâ€�. Mak Cik Mah biarkan. Dia cuma ikat kain basahnya kat bawah perutnya. Bawah pusat. Perutnya nampak. Longgar aja ikatnya. Nampak pusat dan teteknya. Terbuai depan mata aku. Bergoyang-goyang. Aku pandang. Sebab betul-betul depan aku.<br /><br />Fulamak, besar jugak tetek Mak Cik Mah ….wooiii…!! Macam kepala tempurung kelapa. Tengah-tengahnya ada puting besar jari kelenggeng. Kelilingnya macam bulan. Besar duit siling 20 sen bila aku jeling. Warna coklat. Kulit Mak Cik Mah memang putih melepak. Jadi nampaklah beza antara coklat dengan putih. Ihhsyyyyy… seram aku. Dulu tak pernah tengok tetek orang pompuan depan mata aku macam itu. Emak aku pun susukan adik, dia tak tunjuk. Dia pegi bilik susukan adik. Mak Cik Mah macam bagi aku tengok pulak. Heran ye? Tengah aku memikir dalam hati, Mak Cik Mah ambil losyen lalu dicurahnya ke dalam tapak tangan aku. “Buat apa Mak Cik?â€� aku tanya. Dia suruh aku gosok badannya. Disuruh aku gasok teteknya. Kemudian gosok perutnya, pusatnya. Komdian teteknya balik semula, sampai ke ketiak-ketiaknya. Aku tengok ketiak Mak Cik tak ada bulu sangat. Halus aja. Sambil tu, dia terus gosok peha dan kote aku.<br /><br />Aku rasa geli betul. Isssyyy…. Memang. Kok tak caya… cubalah! Komdian dia buka kainnya. Tanggalkan semua. Isssyyy… aku lagi seram. Aku tak pernah tengok orang perempaun bertelanjang. Adik aku pun aku tak pernah tengok telanjang. Mak Cik suruh aku gosok bawah perutnya. Mula-mula aku rasa tak mau. Malu. Aku pandang mukanya. Dia kata, “Gosoklah kat bawah tu. Tak apa. Mak Cik tak marahâ€�. Aku pun gosoklah. Dia suruh. Tapi aku tak pandang kat situ. Malu. Aku tak nampak apa-apa pun. Tangan aku gigil bila aku raba. Rasanya kesat aja. Aku agak bulu cipapnya. Mak Cik Mah rapatkan dadanya ke muka aku. Muka aku betul antara dua teteknya. Puting teteknya merah kehitaman. Aku tak berani pandang bawah sebab aku malu tengok cipapnya. Aku tau ada bulu banyak. Ihhh…seram aku. Lagi pun takut dia marah. Mak Cik gosok aku, aku gosok dia. Dia suruh aku ramas-ramas teteknya. Lembut-lembut keras kenyal macam spanj.<br /><br />Aku tengok Mak Cik Mah tutup mata. Dadanya macam orang mengah lepas berlari aja. Kotek aku makin kuat dipegangnya. Dia sorong tarik batang kote aku. Bila aku gosok cipapnya, dan ramas teteknya, hisap putingnya, aku rasanya macam geli-geli sedap pulak. Aku biarkan. Aku terus buat apa dia suruh. Gasaklah. Aku budak. Dia Mak Cik aku. Aku tak kesah. Tak lama lepas tu, dia tarik tangan aku diletaknya ke bawah pusatnya. Disuruhnya usik macam ada satu daging seketul, keras besar hujung kacang tanah. Dia suruh aku gentel. Aku pun buatlah. Tapi aku tak tengok kat bawah.<br /><br />Mah Cik Mah kata, kalau tak mau tengok, aku boleh tutup mata. Mah Cik suruh aku gentel benda tu dengan jari tangan kiri aku. Mulut aku pulak dia suruh hisap puting teteknya. Jari tangan kanan aku disuruhnya ramas teteknya sebelah kanan. Aku pun buatlah. Sambil tu dia urut-urut batang kote aku. Lama juga macam itu. Aku rasa sedap gak. Tiba-tiba aku dengar Mak Cik Mah tarik nafas dalam-dalam. Panjangggg. Dia pegang kepada aku. Ditekan kat tetek dia. Aku rasa macam nak lemas. Aku rasa badannya keras. Dia merengek kuat macam orang sakit kepada. Uhhhhh…. ssssttt…..â€� mulutnya berdesis macam orang pedih luka kena asam limau. Masa tu dia suruh aku gentel benda dalam cipapnya itu cepat-cepat. Aku pun buat. Aku angkat muka aku. Tapi ditekannya lagi kuat.<br /><br />Digosok-gosoknya muka aku kat tetek dia. Aku rasa macam nak lemas. Betul. Sumpah. Aku pun hisap kuat teteknya. Tangan aku sebelah lagi terus meramas teteknya macam dia suruh. Tak lama lepas tu aku dengar Mak Cik Mah kata …. arrrrhhhhgggg… bunyi macam orang lega. Letih saja nampaknya. Pas tu, dia pun mandi. Sudah tu dia ramas kain basahnya dan sidai kata dawa ampai kain dalam bilik mandi tu. Dia keluar pakai towel. Dia masuk dulu dalam bilik. Berkemban aja. Aku tinggal dalam bilik mandi sebab siram badan aku bagi hilang sabun. Aku tengok kotek aku tegang. Merah, sebab kena gosok dek Mak Cik Mah tadi. Tak kesahlah. Biasa aja. Mak Cik Mah terus masuk dalam bilik.<br /><br />Tak cakap apa dengan aku. Aku lepas mandi terus lap badan. Masuk dalam bilik nak pakai baju baru Mah Cik Mah beli tadi. Bila aku masuk dalam bilik aku tengok Mak Cik Mah bersandar kat dinding katil. Masa tu dia masihih pakai towel lagi. Matanya pejam. Macam orang letih aja. Diam aja bila aku masuk tadi. Aku rasa takut juga. Boleh jadi apa yang aku buat tadi Mah Cik tak suka. Dia marahkah? Aku tanya dalam hati. Aku pun naik atas katil, duduk dekatnya. Aku tanya, “Mak Cik marah tadi?â€�. Dia buka mata. Pandang aku. Dia senyum. Rambutnya bau wangi. “Takkkkk….â€� Katanya. Dipeluknya aku dekat-dekat. Muka aku letak kat leher dia. Digosoknya belakang aku.<br /><br />Macam sayang betul. Aku rasa suka hati. Mak Cik Mah tanya, “luka Apit dah baik dah?â€�. Aku ngangguk. Aku tanya, “Tadi apasal Mak Cik macam orang sakit?â€� aku tanya dia. “Mak Cik sakit ke?â€�. Dia geleng kepala. Katanya, “Kalau tak ada orang buatkan Mak Cik macam Apit buat tadi, Mak Cik rasa sakit kepala. Badan Mah Cik rasa lemah-lemahâ€�. Katanya. “Apa Apit boleh tolong sama Mak Cik?â€� aku tanya. Dia jawab, “Entahlah. Kalau Apit tak cerita sama orang, Apit boleh tolong ubatkan sakit kepala Mak Cik.â€� katanya. Aku jawab. “Apit boleh tolong Mak Cik. Apit sumpah tak mau bagitau kat sesiapa. Apit sumpah. Betulâ€� “Ya ke ni?â€� Mak Cik pandang kat muka aku. Dia senyum. Macam tak percaya. Aku kesian tengok dia. Aku ngangguk.<br /><br />Komdian dia kata, “Mak Cik nak suruh Apit urut badan Mak Cik boleh tak. Penat jalan tadi. Apit kuat jalan.â€� Katanya. Aku ngangguk. Mak Cik Mah pun telentang. Kat belakangnya letak satu bantal. Kat punggungnya satu lagi. Di suruhnya aku duduk cangkung sebelah kanannya. Komdian dia suruh aku ambil minyak dalam botol kat tepi katil. Dituangnya kat tapak tangannya. Bau wangi. Dia suruh aku buka kain towel kat dadanya. Aku buat. Aku nampak teteknya macam gunung. Putingnnya merah coklat. Dia suruh aku urut macam dalam bilik air tadi. Aku buat. Dia suruh aku ramas-ramas, gentel putingnya. Lama-lama jadi keras. Mata Mak Cik Mah pejam macam tidur. Lama aku buat gitu. Aku tak kata apa-apa. Komdian dia selak towel aku. Dia pegang kote aku. Diurut-urutnya. Aku rasa sedap. A ku rasa kote aku tegang. Minyak itu dipakai sekali untuk urut kotek aku. Aku rasa kote aku tegang, panjang. Kepalnya rasa macam kembang. Tak kesahlah, Mak Cik Mah dulu yang ubat luka aku. Takkan aku nak malu. Aku biarkan. Pas tu, dia suruh aku urut perut dia. Perutnya sedikit gebu. Ouuuhh… macam kusyin kereta. Suruh aku pusing-pusing jari aku kat pusatnya dengan jari telunjuk dengan jari hantu tangan kanan. Tangan kiri aku ramas-ramas teteknya. kadang-kadang suruh aku gentel puting teteknya. Aku buat, sebab aku tak mau Mak Cik Mah sakit kepala. Lagi pun dia baik hati. Kami pun tinggal 2 orang saja. Kalau dia sakit kat siapa nak minta tolong hantar hospital? Semua itu aku kena fikir, ya tak? Pas tu, Mak Cik Mah suruh aku selak towelnya lagi. “Apit tolong urut peha Mak Cik, yaaaaa..â€� Lembut suaranya. Masa dia selak towelnya, aku nampak bulu hitam pantat Mak Cik Mah. Uhhhh…seram aku. Tak pernah tengok bulu pantat pompuan dulu pun. Aku pandang mukanya. Dia pandang muka aku. “Apit urut peha Mak Cik, ya.â€� Lalu dia bagi kat aku minyak dalam boktol tadi. Aku tengok, peha Mak Cik gebu. Menarik. Betisnya padat, licin dan putih. Macam kapas. Aku buat-buat tak pandang aja kat bulu pantat dia. Lebat. Hitam. Banyak di bawah perutnya, macam jambang. Aku raba sikit. Halus. Lembut. Cipapnya terlindung disebali bulunya. Maluuuu…. Aku nak tengok. Komdian Mak Cik Mah buka kangkangnya. Pun aku tak pandang. Mak Cik kata, “Apit tengoklah.. ada belahnya kan?â€� Aku tak jawab. Lagi malu aku. Aku tah pernah tengok puki orang pompuan. Aku pandang siling. Tengadah aja. Masa tu Mak Cik ramas-ramas kote aku. Aku rasa mengah. Dia suruh aku urut pangkal pehanya. Aku buat. Masa tu tangan Mak Cik Mah urut-urut batang kote aku. Kadang-kadang diramasnya batang aku pelan-pelan. Sedap juga rasanya. Geli bila kena kepala kote aku kat jarinya. “Apit tengok tak celah bulu puki Mak Cik, ada air tak?â€� kata Mak Cik. Jadi sekarang aku terpaksa tengok dekat-dekat. Dia suruh. Aku selak bulu pukinya. Aku nampak ada jalur panjang, dari atas ke bawah. Di celah retak itu ada macam ada air. Aku angguk. “Apit selak, bukak celah tu, tengok sebelah atas ada macam daging sebesar kacang goreng, ada tak?â€� dia tanya aku. Huuuuuhhh.. aku seram. Selama hidup aku tak pernah tengok puki orang perempuan yang dewasa macam Mak Cik Mah. Tapi sekarang Mak Cik suruh tengok dia punya pulak. Aku tak tau nak buat macamana. Tak pernah tengok dulu. Sebelum aku selak kulit yang dia cakap tu, aku pandang betul-betul. Memang aku nampak. Bila aku selak bulunya, aku nampak puki Mak Cik macam terbelah. Dari atas memanjang ke bawah. Berjalur. Panjang. Macam mulut budak. Pembam. Macam bukit kecik. Tapi jalur belah tu tertutup rapat. Tak nampak apa-apa. Aku cakap, “Tak ada Mak Cik. Tak jumpaâ€�. Mak Cik Mah ketawa. Dia kata dengan suara lemah lembut, “Apit tengok dekat-dekat, komdian selak kulit tu kiri-kanan, terbukaklah dia. Tentu nampakâ€�, katanya. Menggigil jugak tangan aku bila nak usik cipapnya macam dia suruh. Aku pun bukak dengan hujung jari. Prgghhhhhh… bila terbuka aja, aku terperanjat besar. Rupanya, dalam kulit luar ada kelopak lagi. Nampak merah aja. Memang ada air. Baunya satu macam. Aku tak biasa terbau macam itu. Aku cuit-cuit selak macam selak kertas buku. Aku rasa berlendir. Melekit kat jari aku. Rupanya, dalamnya ada lidah, kiri dan kanan. Aku selak lagi. Nampak kat bawah macam ada lubang. Kecik aja. Dalamnya lembik. Macam ketul daging, aku tanya, “Ini Mak Chik?â€�. Dia jawab, “Bukan. Bukan bawah. Atassss…â€�. Aku tengok sebelah atas. Aku selak. Aku tekan baru nampak menonjol. “Hahhaaa.. tu lah..!â€� kata Mak Mak Cik. “pandai pun Apit..â€� katanya lagi. Aku suka kerana berjaya mencarinya. Aku pun tekan sikit dengan dua ibu jari. Kulit luarnya masuk ke dalam. Tertonjol macam kote kucing. Luarnya dibalut dengan kulit. Pendek aja tapi nampak. Macam keras. Memang ada daging besar bijik kacang goreng tu. Aku angguk lagi, “Ada Mah Cikâ€�, kata aku. “Ha, itu kepala bawah Mak Cik lah. Namanya kelentit. Apit gentel macam gentel puting dada Mak Cik tadi, ya... Nanti dia keras. Gentel pelahan-lahan ya. Nanti kurang sakit kepala Mak Cik. Apit buat laaa yaaaa…â€� Mak Cik Mah macam minta tolong kepada ku. Aku pun buat. Masa tu aku rasa ada bau datang dari puki Mak Cik Mah. Lagi aku gentel lagi kuat baunya. Tengit betul. Macam bau belacan dengan telur asin campur mentega. Tapi tak kesahlah. Asalkan Mak Cik Mah hilang sakit kepalanya, tak apa aku boleh buat. “Ada keluar air liur kat bibirnya, Mah Cikâ€� aku kata. Mah Cik jawab, “Tak apa, Apit gentellah sampai Mah Cik dah puasâ€� katanya lagi. Masa aku buat tu aku tengok Mak Cik Mah relek aja. Matanya tutup rapat. Nafasnya kuat. Tangannya pegang cadar. Di ramasnya. “Sakit Mak Cik?â€� aku tanya dia. Dia jawab geleng kepala. “Taaaaakkkkk…â€� katanya perlahan. “Apit buat lagi sampai Mak Cik kata berentiâ€� katanya lagi. Aku terus buat. Lama-lama aku rasa peha Mak Cik Mah macam tegang. Betisnya keras lurus. Jari kakinya macam cengkot. Dia mengerang..uuhhhh… hhhmmmm… issss… isshhh… “Sedap Piiittt…..â€� dia kata. “Gentel laju-laju Apit…â€� katanya. Aku pun buatlah. Aku pun ingat dulu. Mak suruh picit kepalanya. Aku pun dia suruh gentel, tapi kat dahinya. Pun dia cakap sedap jugak. Tapi Mak Cik Mah ni lain sikit. Dia suruh aku gentel kepala kecik dalam cipapnya. Kelentit dia. Tapi aku tak kesah. Dia suruh aku buat, aku buatlah. Dia Mak Cik aku. Masa tu, aku dengar nafas dia mengah, kepalanya golek kiri kanan. Dia suruh aku ramas buah dadanya. Kuat-kuat. Aku buat. Tak berapa lama aku tengok dia lega sikit. Komdian dia buka mata. Senyum sikit kat aku. Aku pun senyum juga. “Dah baik sakit kepala Mak Cik?â€� aku tanya. Dia jawab, “belum berapa. Apit baring atas Mak Cik Mah, boleh?â€� katanya. Aku tanya, “Baring camana Mak Cik?â€� kata aku. Mak Cik Mah pun pegang punggung aku. Baring terbalik. Dia tanggalkan towel aku. Aku pun bogel. Pas tu dia suruh aku meniarap kat dada dia. Kepala aku betul kena kat cipap dia. Perrgghhhh… bau cipapnya lagi kuat. Lagi kuat baunya sebab muka aku kena betul kat muka cipapnya. Aku tak kesah. Komdian Mak Cik Mah suruh aku bongkok, melutut atas mukanya. Aku buat. Aku kangkang lebar atas muka dia. Dah tu dia pun buka kangkangnya luas-luas. Cipapnya tertonjol sebab punggungnya dialas dengan bantal. Dia suruh aku selebek celah cipapnya dengan jari aku. Aku buat. “Ada air tak, Pit?â€� Mak Cik Mah tanya. Aku kata ada. “Apit tengok kat bawah sekali ada lubang, kan?â€� dia tanya lagi. Aku jawab, “Yaâ€�. Pas tu, Mak Cik suruh aku letak lidah kat celah cipap dia tu. Dia suruh aku urut-urut dengan lidah aku. Sambil itu dia suruh aku masukkan jari hantu aku dalam lubang kat bawah tu. Sorong tarik pelan-pelan. Aku pun buat. Perrggghhh… bau air cipap Mak Cik Mah memang kuat tendang hidung aku. Rasa macam sampai kat otak. Tengit nombor satu. Satu macam punya bau. Kalau Mak Cik Mah bukan Mak Cik aku, memang aku rasa nak termuntah. Lama-lama hidung aku dah serasi dengan bau itu. Aku rasa syiok pulak. Masa tu, Mak Cik Mah pegang kote aku yang dah mula tegang sikit. Aku rasa macam dia jilat. Macam malam dulu. Aku biarkan. Tak kesah. Dah tu aku rasa macam dia kulum kepala kote aku. Dia main dengan lidah. Aku rasa kote aku macam kena kat bibir mulutnya. Kemudian aku rasa hujung kote aku macam kena jilat dalam mulutnya. Geli betul. Aku kepitkan peha aku. Tapi tak boleh sebab kepala Mah Cik Mah hadang peha aku. Aku terpaksa tahan. Badan aku geli geman. Seram-seram. Lama-lama aku biarkan. Aku rasa mula-mula dia jilat, lepas tu rasa macam kepala kotek masuk dalam mulutnya. Habis batang aku. Kadang-kadang dia keluarkan kote aku, dia jilat buah pelir aku. Aku biarkan. Aku tak kesah. Gelinya makin bertambah. Dia Mak Cik aku. Dia pening kepala. Aku tolong ubatkan dia. Masa tu aku rasa lidahnya kuit-kuit kepala kote aku. Uhh…gelinya, bukan main lagi. Aku rasa kote aku tegang. Aku mengerang menahan geli. Aku dengar dia macam hisap kuat-kuat hujung kote aku. Crup… ceruppp… bunyi air liurnya. Aku tak leh buat apa-apa. Aku tahan aja. Aku rasa macam nak kencing. Bau tengik dari puki Mak Cik Mah sekali lagi masuk lubang hidung aku. Mengaum baunya. Tapi lain sikit, lama-lama aku rasa bau tu menyeramkan bulu roma tengokok aku. Masa dia peluk punggung aku. Aku terus jilat pukinya macam dia suruh. Jari aku sorong tarik dari dalam lubangnya. Berlendir. Banyak. Meleleh sampai pangkal jari aku. Aku tak kesah. Bulu nonoknya aku tengok basah kuyup. Air liur aku bercampur lendir. Mulut aku pun sememeh macam adik aku makan bubur tepung. Aku terus buat. Aku dengan Mak Cik Mah mengerang macam orang sakit kepala. Aku mula rasa khayal. Peluh aku keluar kat dahi. Tapi tak kesahlah. Aku urut mak aku pun sampai aku naik peluh juga. Tiba-tiba Mak Cik Mah suruh aku bangun. Dia suruh aku pergi bilik air. Suruh aku kencing dulu. Memang betullah. Aku kencing. Banyak. Langsung aku basuh muka sekali, kumur-kumur. Pas tu bila aku masuk dia suruh aku telentang. Dia naik atas dada aku. Aku di bawah. Aku diam aja. Aku tak tau apa dia nak buat. Aku biarkan saja sebab dia lagi tau. Dia suruh aku ramas-ramas dadanya macam mula tadi. Aku buat. Kote aku memang dah keras. Dipegangnya batang kote aku. Disorong tariknya macam dalam bilik air tadi. Bila dah keras, Mak Cik suruh aku pejam mata. Aku rasa pelahan-lahan dia arahkan kepala kotek aku kat lubang nonok dia, tempat aku jilat tadi. Diusap-usapnya sampai kepala kote aku berselumur kena lendir. Aku rasa berlendiran semacam. Basah. Lencun. Komdian dia tekan pelan-pelan. Aku rasa konek aku masuk kat dalam lubang pantatnya. Panas rasanya. Macam tersepit. Ditekannya dalam-dalam. Komdian Mak Cik Mah berhenti. Dia tarik nafas panjang. Masa berhenti tu akan rasa kepala kotek aku macam kena urut dalam nonoknya. Kemut-kemut. Mak Cik Mah rapatkan dadanya kat muka aku. Aku paham. Aku pegang teteknya, ramas-ramas sambil aku nyonyot putingnya. “Pandai Apit buat yaaaaa…â€� Katanya. Suaranya macam menggelatar. Aku terus buat. Aku terus raba-raba buah dadanya. Aku rasa panas sebab badan Mak Cik Mah tadipun dah berpeluh. Aku ramas buah dadanya bertalu-talu. Aku ikut macam katanya. Sesekali aku dengar Mak Cik Mah menarik nafas panjang. Bunyi nafasnya juga bertambah kuat. Nafas aku juga begitu. Mak Cik Mah suruh aku gentel biji kacang kat celah pukinya. Dia bantu tangan aku dengan membongkok badannya. Senanglah tangan aku buat kerja menggentel itu. Masa tu Mak Cik Mah henjut punggung yang lebar itu. Ke atas ke bawa. Pelan-pelan aja. Aku rasa perasaan aku menjalar kat batang konek aku. Mak Cik Mah godak lubang pukinya dengan kote aku. Macam orang kacau dodol. Dia buat goyang-goyang kiri kanan. Sambil tu dia henjut gitu. Aku rasa sedap satu macam. Sambil itu jari hantu Mak Cik Mah meraba lubang jubur aku. Bulu puki Mak Cik Mah kena kat pangkal kote aku. Macam kusyin. Geli. Bunyi nafasnya bertambah kuat. “Sedap tak Piitttt…?â€� tanya Mak Cik Mah. Aku jawab…hhhhmmmmm.. mata aku tak dapat buka. Badan aku rasa macam melayang. Batang kote aku makin tegang. Lagi keras. Aku agak sebab dia dihenjut. Cepat-cepat. Diusap-usapnya belakang aku perlahan-lahan. Lembut aja. Mak Cik Mah cukup pandai usik tempat yang jadikan aku khayal. Sedap. Mak Cik Mah terus henjut. Henjut…. Henjut dan terus henjut. Sesekali dirapatnya mukanya kat muka aku. Diletakkannya mulutnya kat mulutaku. Aku buka mulut. Dia hisap lidah aku. Macam orang kat TV cerita orang putih. Aku pun balas. Aku hisap lidahnya macam dia ajar aku tadi. Mak Cik Mah macam bertenggong di atas kote aku. Sedikit demi sedikit batang kote ku terpacak keras, terbenam masuk ke dalam pukinya. Dia menghenjut dari atas. Aku tahan dibawah. Dia peluk aku kuat rasa susah aku nak bernafas. Kami macam adu tenaga. Memang Mak Cik Mah senang masukkan batang kote aku tadi sebab lubang pukinya banyak lendir. Kote aku rasa licin bila disorong tarik di dalam lubangnya. "Errrrggggh ! " Mak Cik Mah merengek setiap kali dia henjut. "Mak Cik Mah sedap niii..Piittttt…" katanya kat aku. Aku mula naik geram. Sesekali sebab geli, aku terjah kote aku ke dalam puki Mak Cik Mah. Semakin laju dia tojah, semakin kerap dia merengek, "Eh eh es eh eh esssss." Sambil dia menghenjut dari atas, tangan ku mengusap-usap buah dadanya. Puting teteknya ku gentel. Ada masanya, aku angkat kepala ku biar dapat aku nyonyot teteknya. Puas menyonyot aku gentel. Puas gentel aku usap pula. Teteknya Mak Cik Mah jadi tegang. Mulutnya mendengus, "Us us us us us". Mak Cik Mah biarkan aku buat suka hati aku. Makin aku ramas dia makin merengus. Kuat. Henjutnya pun makin kuat juga. Kemut puki Mak Cik Mah memang power. Lama-lama aku rasa macam nak kencing. Aku tak tahan nak kencing. Aku bagi tahu Mak Cik Mah “Mak Cik, Apit rasa nak kencing dah ni..â€�. Mak Cik Mah jawab, “Tak apa kencinglah dalam lubang Mak Cikkkkkk….â€� Sambil tu dia henjut macam orang pam basikal. Lagi cepat pulak. Lama-lama aku dah tak boleh tahan lagi. Tengok aku makin tak tahan, Mak Cik Mah peluk bahu aku. Masa itulah aku nak terpancut kencing tu, aku memekik…â€� Mak Cikkkkk….Apit… dah nakkkk….. pancuttt… arrrggghhhh…â€� Aku dah tak tahan. Mak Cik Mah pun tekan habis-habis. Dihenjut, angkat, henjut. Cepat. Banyak kali. Tekaknya pun ada bunyi dari dalam… â€�arrrrggg…. Apittt…… aaaarrrrggghhh…!â€�. "Apit dah terpancut Mak Cik." kata ku sambil pelok pinggang Mak Cik erat erat. Aku buat macam tu biar kotek aku boleh terbenam dalam-dalam puki dia. Muka Mak Cik nampak berkerut. Aku tak tau, sakitkah kepalanya lagi. Lemah lembut dia gelekkan punggung aku sebab nak keluarkan kote aku yang tertanam dalam pukinya. Mak Cik Mah masih lagi dakap aku. Lubang puki Mak Cik Mah masih tak lepaskan kote aku. Entah berapa kali aku pancutkan ke dalam perut Mak Cik Mah. Aku rasa kencing aku banyak. Kencing aku memancut tak putus putus. Pekat, likat rasanya. Aku tengok biji mata Mak Cik Mah terbeliak bila aku kencing dalam perutnya. Hangat pancutan air kencing aku itu dapat aku rasa mengalir kat buah pelir aku. Agaknya dalam puki Mak Cik Mah dah penuh air kencing aku tadi. Aku tak kesah. Aku diam aja. Mak Cik Mah terdiam aja. Macam kaku. Dia peluk aku. Peluh Mak Cik Mah mengalir kat dahinya. Bau peluhnya sedap-sedap tengik. Ketiaknya kena kat hidung aku. Batang aku mula rasa macam lemah. Kendur. Beransur-ansur kecut. Lama Mak Cik Mah biarkan kote aku dalam lubang pukinya. Masa tu perasaan aku bangga sebab aku puas hati bagi sakit kepala Mak Cik Mah lega. Puki Mak Cik Mah memang sedap jadi tempat kencing aku. Memang pandai dia buat aku kencing. Sedap. Lubang puki Mak Cik Mah pun kuat mengemut. Kemutnya saja boleh buatkan aku khayal lupa diri. Aku harap dia puas hati aku tolong urut sakit kepalanya. Aku tak sangka, orang jantan macam aku boleh kencing dalam pantat orang perempuan. Sedap pulak. Arrrrgggghhhh….!! Lebih kurang ada sepuluh minit Mak Cik Mah peluk aku. Dia macam tidur. Mulut aku kulum teteknya. Mak Cik biarkan saja. Aku ramas, aku gentel, aku hisap putingnya. Bila dia bangun, baru dia cabut kote aku dari lubang pukinya. Diciumnya pipi aku. “Sakit lagi kepala Mak Cik?â€� Aku tanya. Dia jawab, “Tidaaaakkkk… sayang. Dah baik. Kan tadi Apit dah simbah sama air dalam kepala bawah Mak Cik?â€� dia senyum. “Masa Apit kencing tadi keâ€�: Aku tanya. “Hisyyyyy…..itu bukan kencing. Air mani namanya. Dia ajar aku namanya. Lepas tu kami terus tidur. Mak Cik Mah peluk aku. Masa nak tidur tu dia urut-urut batang kote aku. Aku ramas-ramas teteknya. Mulutnya hisap lidah aku. Aku pun gitu juga.<input id="gwProxy" type="hidden"><!--Session data--><input onclick="jsCall();" id="jsProxy" type="hidden"><div id="refHTML"></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2998050088953825624.post-62989399782096674362009-02-10T15:39:00.000-08:002009-06-23T08:39:54.014-07:00Aku pendekkan cerita saja ya....Shukri adalah kawan baikku dari kilang yang sama.Begitu juga isterinya tapi bukanlah rapat denganku.Shukri menikahi Liza pada tahun 2000 dan masih tidak mempunyai anak.Namun mereka tetap bersama kerana cinta yang mendalam.Atas sebab itulah permintaan Shukri membuatkan aku keliru.<br />Shukri datang ke rumah sewaku pada suatu malam berseorangan...membuat permintaan yang amat mengejutkan sekali bagiku.Diceritanya soal rumahtangganya yang dihadapinya sekarang.Dari situ barulah aku tahu rupanya Shukri adalah seorang yang 'cepat sampai' sebelum waktunya.Liza sememangnya tidak puas akan tetapi dia hanya memendam rasa sahaja.Shukri tahu yang dia menyeksa batin isterinya itu...dengan sebab itulah timbulnya permintaan ini.Atas sebab kawan aku menolak dengan lembut sambil menasihati agar dia bersabar.Malah Shukri memaksa pula dengan alasan bahawa tidak mahu menyiksa batin Liza.Dia rela aku melayari bahtera mersama isterinya asalkan Liza puas dan mereka tetap bersama.Shukri khuatir Liza akan meninggalkan dia ata sebab kelemahan yang ada padanya.Liza sebenarnya telah lama setuju dengan cadangannya cuma menanti aku saja...keputusan aku masih samar....namun aku berjanji untuk kerumah mereka untuk menasihati Liza dan Shukri hanya terdiam...<br />Pada esok malamnya aku bertandang ke rumah Shukri seperti dijanjikan.Shukri yang baru saja balik kerja terus membuka pintu rumah mempelawa aku masuk.Aku lihat Liza cepat-cepat ke bilik memakai tudung kepala.Sememangnya Liza seorang wanita bertudung.Selama ini aku tidak pernah melihat rambutnya.Itulah yang mengejutkan aku...macamana wanita bertudung mahu mengadakan hubungan seks dengan lelaki yang bukan isterinya.Namun aku juga sedia tahu yang nafsu wanita lebih besar dari lelaki maka tak hairanlah kalau Liza sanggup tidur denganku.Setelah berbincang sekejap aku minta Shukri keluar membeli rokok untukku sementara aku menasihati Liza.Sebaik saja Shukri keluar,Liza datang menghampiri aku lalu bertanyakan hal itu....<br />"Macammana sekarang?...abang setuju ke?" Liza bertanya.<br />"Betul ke ni Liza..." belum habis aku cakap Liza terus menarik tanganku masuk kedalam biliknya.<br />"Abang lihatlah sendiri...."Liza menunding jari kearah TV yang dibawahnya ada beberapa keping VCD.Aku meninggalkan Liza dibelakang menuju kearah VCD itu.Wah....VCD lucah rupanya...."Itulah tontonan Liza kalau abang nak tahu...hampir 2 tahun Liza kehausan nikmat seks..abang Shukri langsung tak berupaya.....tolonglah abang...."rayu Liza manakala aku masih membelek VCD itu.Best juga tengok covernya.Aku menoleh kebelakang untuk melihat Liza namun dikala itu Liza telah berada betul-betul rapat denganku.Tanpa bertudung lagi dan aku saksikan rambutnya yang panjang kebahu lagi lembut itu.Haruman yang menyegarkan lagi memberahikan membuatkan aku terpaku sementara.Sebagai seorang yang bujang pastinya aku terangsang apatah lagi Liza telah pun membuka tiga butang bajunya.Buah dadanya yang besar itu menolak-nolak bajunya tambahan pula ketika itu nafsunya sedang kemuncak..Aku sempat menyentuh dadanya namun tergendala sebab Shukri sudah sampai kerumah.Cepat-cepat aku keluar dari bilik sementara Liza tinggal didalam.<br />Sebaik saja Shukri masuk aku terus meminta rokok lalu dihisap sebatang.Shukri terus bertanyakan aku akan hal itu sambil merayu demi dia kawan baikku."Selamatkanlah perkahwinan kami"...rayu Shukri."Baiklah....ada syaratnya"jawabku membuatkan Shukri tersenyum dan meminta syaratnya."Aku mahu kau ada sama semasa aku menikmati tubuh bini kau untuk satu sebab kebaikkan buat kau juga"...Shukri terdiam lalu bersetuju.Liza yang baru keluar aku tarik tangannya ke atas riba aku.Shukri terkejut tapi tidak membantah.Aku meminta Shukri duduk atas sofa berhadapan kami dan menyaksikan aku menikamati tubuh isterinya.Dengan mesih bertudung aku memeluk tubuh Lizadengan penuh nafsu sekali...sememangnya aku telah teringin menikmati tubuh Liza sejak dalam bilik tadi.Liza kukucup bibirnya...tangan kananku aku ramas punggungnya.Aku membelakangi tubuh Liza lalu meramas buah dadanya dari belakang.Ku lihat Shukri tak senang lihat isterinya merengek kenikmatan>aku tanggalkan tudung Liza lalu membuka satu persatu butang bajunya perlahan sehingga habis.Aku bogelkan tubuh Liza tanpa tentangan dari Shukri mahupun isterinya.Liza ketika itu merelakan aku melakukan apa sahaja pada tubuhnya.Kini Liza benar-benar bogel diruang tamu itu....aku bangun lalu menanggalkan pakaian aku pula...sama-sama aku dengan isteri Shukri bergogel smabil berdiri.Shukri bertambah tak senang duduk namun aku arahkan agar jangan diganggu ketika kami sedang bersama...cuma lihat sahaja.Liza diam sambil tersenyum memandang suaminya itu.Aku arahkan Liza duduk diatas sofa sambil mengangkang kakinya lalu aku secara perlahan menjilat cipap Liza dengan bernafsu sekali.Liza megeliat kegelian.Digenggam rambutku lalu ditekan-tekan rapat ke cipapnya.Aku dapat jangkakan yang Liza benar-benar tidak tahan apabila dia mengepit kepalaku dengan kakinya ketika aku mehulurkan lidahku kedalam cipapnya.<br />"Aaaahhhhhhhh.......eeemmmmmpphhhh......."rengekkan Liza berpanjangan.<br />Selepas itu aku bangun lalu menghulurkan batangku tepat ke mulut Liza."Hisaplah Liza......biar selera aku bertambah...."Liza memegang sambil mejilat-jilat batangku dihadapan suaminya itu.Dikulum seluruhnya selepas itu membuatkan aku terasa hendak pancut air maniku tapi aku tahankan saja.Liza seperti dalam kegilaan menghisap batangku..dia seolah-olah lupa suaminya dihadapan kami.Shukri memegang-megang batangnya kerana tidak tahan melihat aksi kami berdua.Aku terasa kasihan pula melihat Shukri begitu lalu aku membawa Liza kepada Shukri supaya Shukri dapat menghisap buah dada isterinya.Keadaan itu membolehkan aku membenamkan batangku dari belakang Liza.Aku pengang punggung Liza lalu aku benamkan batangku kedalam lubang punggung Liza sedalamnya.Liza mengerang kesakitan namun tidak lama begitu berganti erangan nikmat.Aku tak mahu berkeadaan lama begitu lalu aku tarik semula menelentangkan tubuh Liza diatas lantai lalu menghalakan batangku tepat kearah cipap Liza.Liza mengankang luas menantikan tikaman aku.Sekali aku tekan Liza menjerit perlahan lalu aku peluk Liza rapat-rapat.Aku mengomoli tubuh Liza selama hampir 3 jam sehingga kemuncak akhir aku memancutkan air maniku kedalam mulut Liza.Liza selepas itu mengulum semula batangku ketika aku terlentang diatas lantai.Aku megarahkan Liza megulum batang suaminya pula akan tetapi rupanya Shukri telah pun lama klimaks dan batangya telah lama tunduk....<br />Kami tidak habis disitu saja...aku bawa Liza kedalam bilik lalu mengunci pintu."Maafkan aku Shukri...kali ini aku nak lebih sikit dengan bini kau...dengar aje ye?...aku nak layan bini hang sampai puas.....Begitulah aku ceritanya aku menikmati tubuh isteri kawanku itu sehingga pagi dan Shukri hanya mampu medengar suara isterinya megerang kenikmatan serta dengusan nafas yang tidak menentu....<input id="gwProxy" type="hidden"><!--Session data--><input onclick="jsCall();" id="jsProxy" type="hidden"><div id="refHTML"></div>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2998050088953825624.post-42123693375246233132009-02-02T12:04:00.000-08:002009-06-23T08:05:22.945-07:00<p class="MsoNormal"><span lang="EN">Zaiton merupakan seorang ibu tunggal yang tinggal bersama seorang anaknya. Zaki (14 tahun). Zaiton berumur 34 tahun. Suaminya meninggal dunia akibat dihempap kayu balak yang di tebang di hutan, kerana suaminya ketika itu berkerja sebagai penebang balak. Cakap saja nama Ali balak, pasti semua orang kenal. Dengan badan yang sasa, kuat main judi, kaki perempuan. Memang tak ada sesiapa yang berani mencabar. Tapi sekarang, semua tu dah tak ada, dah tak de guna. Yang mati terus mati, tapi yang ditinggalkan harus terus hidup. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Walau pun umur sudah menjangkau 30an, Zaiton tetap kelihatan masih menghairahkan. Dengan wajah yang agak sederhana, kecantikan semulajadi wanita kampung. Tubuhnya yang montok itu dihiasi dengan lengkuk tubuh yang menarik perhatian lelaki. Buah dadanya yang membusung seringkali membuai apabila berjalan hingga bentuknya jelas kelihatan dibalik t-shirt ketat yang membalut tubuhnya. Punggungnya dan pehanya memang besar dan lebar, namun tubuhnya yang lentik itu membuatkan punggung besarnya tonggek dan pehanya yang gebu itu mampu membuatkan batang lelaki mengeras menahan gelojak nafsu di dalam seluar. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Rumahnya yang agak usang itu hanya mempunyai TV sebagai bahan hiburan. Itu pun TV lama. Kerjanya yang hanya membuat kuih dan menjualnya kepada kantin sekolah, kilang dan penjaja hanya mampu menyara kehidupan mereka dua beranak. Membina rumah baru atau memperbaharui rumahnya memang diluar kemampuannya. Cukuplah sekadar duduk di rumah peninggalan arwah suaminya dan sekadar menjaganya selagi terdaya. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Rumah mereka hanya mempunyai 2 bilik tidur, ruang tamu yang agak kecil bersama perabot-perabot lama dan juga ruangan dapur yang bersambung dengan bilik air dan tandas. Bukannya tak ada orang yang mahu memperisterikan Zaiton, ada dan memang ramai. Tapi Zaiton yang belum mahu berumah tangga. Bagi Zaiton, mereka semua itu hanyalah hendak mengambil kesempatan untuk mendapatkan tubuhnya, kerana mentang-mentanglah statusnya janda, malah kehidupan terimpit. Kalau setakat nak kan tubuhnya, tak payah berkahwin pun dah tentu dia boleh berikan, tak perlu hendak bermodalkan cinta dan perkahwinan yang palsu sebagai alasan. Baginya, dirinya tidak perlu dipermainkan. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Setakat Pak Dollah tokei kedai runcit di kampung itu, sudah berkali-kali benihnya dibazirkan oleh Zaiton. Setiap kali berbelanja di kedai Pak Dollah, pasti tangannya akan pantas menangkap batang Pak Dollah di dalam kain pelikat yang dipakai dan melancapkannya hingga berhamburan air mani Pak Dollah. Perlakuannya itu akan berlaku jika hanya mereka berdua sahaja yang berada di dalam kedai, terutamanya ketika tiada pelanggan yang datang. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Pernah juga Pak Dollah meminta untuk memantat Zaiton tetapi tak pernah dapat. Semuanya itu Zaiton lakukan untuk mendapatkan barangan keperluan dari kedai Pak Dollah secara percuma. Selalu juga Zaki berasa hairan kerana setiap kali ibunya pulang dari berbelanja di kedai Pak Dollah, pasti ada kesan basah di dada baju ibunya, kadangkala kain sarung batik yang ketat membalut punggungnya juga kelihatan basah di punggung, malah pernah juga dia terperasan terdapat sedikit cairan putih yang kental melekat di bibir ibunya dan sedikit di tudung yang dipakai. Bila berkata-kata, bau benih Pak Dollah akan terbit dari mulut Zaiton. Tetapi Zaki tidak menghiraukan sangat kerana dia masih belum faham tentang permainan seks orang dewasa. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Selain daripada Pak Dollah, ada juga lelaki yang kepuasan di tangan Zaiton. Amran, petani yang selalu mengambil upah menebas rumput dan membersihkan kebun di belakang rumah Zaiton juga merupakan salah seorang mangsa Zaiton. Upah yang diberikan bukanlah dalam bentuk wang ringgit, tetapi hanya menyerahkan tubuhnya untuk santapan Amran di kebun, malah kadangkala di rumah ketika Zaki bersekolah. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Setiap kali Zaiton datang ke rumah Amran untuk memintanya membersihkan kebun, Amran sudah pastinya tidak akan menolak. Kerana dia tahu, selepas penat mengerjakan kebun, dia sekali lagi pasti akan kepenatan mengerjakan kebun gersang milik Zaiton. Dan sudah tentu penatnya berbaloi. Zaiton juga bijak memilih hari untuk Amran membersihkan kebunnya. Hari yang dipilihnya adalah bukan ketika dia dalam waktu subur. Ketika itulah dia akan menikmati perasaan nikmat ketika rahimnya di sembur oleh benih Amran. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Kini, 4 tahun sudah berlalu. Zaki sudah menamatkan persekolahannya dan oleh kerana keputusan SPMnya yang tidak baik, dia hanya menolong ibunya membuat kuih di rumah dan membersihkan kebun serta rumahnya. Amran tidak lagi mengambil tender membersihkan kebun Zaiton. Kerana dia kini sedang menunggu hukuman tali gantung akibat mengedar dadah. Sudah 2 tahun dia dipenjarakan. Nasib baik dia bukan penagih tegar, jika tidak sudah pasti virus HIV akan menamatkan riwayat Zaiton juga. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Sementara Pak Dollah sudah pun meninggal dunia akibat sakit jantung 3 tahun lepas. Segalanya berlaku selepas Zaiton membeli barangan keperluan di kedainya. Dan ketika itu sudah tentu zakar Pak Dollah akan di puaskan oleh Zaiton. Pada hari itu, Zaiton mengambil barangan di kedainya dengan agak banyak. Oleh kerana itu, Pak Dollah menginginkan Zaiton membuatkan benihnya terpancut 2 kali. Sekali di mulut Zaiton dan sekali di punggung seksinya. Ketika Pak Dollah memancutkan benihnya membasahi kain batik Zaiton di bahagian punggungnya, dia masih boleh bertahan. Tetapi, selepas Zaiton menghisap dan membiarkan zakar Pak Dollah melepaskan benihnya di dalam mulut Zaiton, Pak Dollah sudah tidak mampu bertahan. Hisapan mulut Zaiton yang nikmat itu benar-benar membuatkan Pak Dollah hilang kawalan. Selepas selesai sahaja zakar Pak Dollah dikerjakan, Zaiton pun berlalu pergi dengan punggungnya yang basah dan mulutnya yang berbau benih Pak Dollah bersama-sama dengan barangan keperluan yang di'beli'nya di kedai Pak Dollah. Pak Dollah kemudian mengalami strok selepas terkulai kepenatan akibat kepuasan di'belasah' Zaiton. Kini, janda Pak Dollah, mak cik Rokiah mengambil alih perniagaan peninggalan arwah suaminya. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Sesudah Amran di tangkap dan Pak Dollah mati, Zaiton tidak dapat lagi merasakan zakar lelaki. Sesekali dia hanya melancap bagi memuaskan nafsunya. Anaknya juga sudah remaja dan tinggal bersamanya, maka dia tidak mungkin mempunyai peluang untuk melakukan persetubuhan di rumahnya sebagaimana yang dilakukan bersama Amran dahulu. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Satu hari, Zaki hendak membeli beras di kedai makcik Rokiah. Selepas memberitahu ibunya, dia terus mengayuh basikal menuju ke kedai. Zaiton pula, memang menantikan saat-saat anaknya keluar dari rumah. Dia ingin melancap sepuas-puasnya dan dia mahu mengerang semahu hatinya bagi melepaskan syahwatnya yang kegersangan itu. Jika Zaki berada di rumah, dia tidak mahu melakukannya kerana bimbang anaknya akan terdengar perbuatannya itu. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Selepas kelibat Zaki hilang dari pandangannya, Zaiton terus masuk ke dalam bilik dan memulakan projeknya. Sementara di kedai, Zaki yang sudah tiba di kedai makcik Rokiah terus meminta beras sebanyak 2 kg. Makcik Rokiah yang memang mengenali Zaki kemudian menimbang beras dan memasukkan ke dalam plastik. Ketika makcik Rokiah menghulurkan bungkusan beras kepada Zaki, dia tersenyum-senyum dan merapati Zaki. Zaki yang tidak perasan dengan perubahan sikap makcik Rokiah itu pun terus menghulurkan duit bagi membayar beras itu. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Tak payah bayarlah Zaki. Lain kali saja" kata makcik Rokiah sambil tersenyum dengan matanya yang memerhati Zaki atas dan bawah. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Betul ke makcik, terima kasihlah. Semoga murah rezeki makcik, saya pergi dulu ye" kata Zaki selepas menerima bungkusan plastik berisi beras itu. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Tiba-tiba tangan makcik Rokiah menyambar lengan Zaki dan di tariknya anak muda itu hingga tubuh mereka rapat. Kemudian di peluknya tubuh Zaki serapat-rapatnya. Zaki yang tidak pernah merasai keadaan seumpama itu merasa kehairanan. Fikirannya bercelaru. Bonjolan buah dada makcik Rokiah yang amat besar itu menghenyak perutnya.</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Makcik, apa ni makcik? Kenapa ni?" Tanya Zaki kehairanan. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Zaki, selepas ni, Zaki tak payah bayar apa-apa tau. Makcik bagi free je apa yang Zaki nak, tapi Zaki kena tolong makcik." Kata makcik Rokiah sambil memeluk Zaki. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Tolong apa makcik?" Tanya Zaki yang lurus bendul itu. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Mari ikut makcik" kata makcik Rokiah sambil melepaskan pelukannya. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Dia kemudiannya membawa Zaki masuk ke dalam stor yang terletak di bahagian belakang dalam kedainya. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Zaki tutup mata ye. Letak dulu beras tu kat situ." Terang makcik Rokiah. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Zaki pun meletakkan bungkusan berasnya di atas meja dan dia pun menutup mata. Sedang dia menutup mata, tiba-tiba dia merasakan seluar pendeknya itu direntap kebawah dengan agak kuat. Ini membuatkan dia terkejut dan membuka matanya. Baru sahaja dia hendak bersuara, makcik Rokiah terus menyumbat zakar Zaki yang masih lembik itu kedalam mulutnya sambil kedua-dua tangannya memeluk punggung Zaki. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Eh, makcik, kenapa ni? Tolonglah jangan, saya malu lah." Kata Zaki kelam kabut. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Makcik Rokiah tidak menghiraukan Zaki, dia terus menghisap zakar Zaki dengan lahapnya. Matanya tertutup rapat seolah sedang sedap menikmati zakar anak muda yang besar itu. Zaki cuba melepaskan dirinya tetapi pelukan makcik Rokiah begitu kuat dan kemas. Zaki tidak sampai hati hendak berkasar dengan orang tua itu. Dia hanya berserah dan memerhatikan tingkah laku perempuan tua yang gersang itu berlutut dan menghisap zakarnya. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Makcik, sudahlah. Saya malulah makcik. Janganlah buat saya macam ni. Kalau mak saya nampak habislah saya." Kata Zaki meminta simpati. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Kelihatan makcik Rokiah langsung tidak menghiraukan kata-kata anak muda itu. Dia semakin ghairah menghisap zakar itu dan berbagai teknik hisapan dilakukan untuk merangsang Zaki. Zaki yang sedang pasrah itu tiba-tiba merasakan satu perasaan yang begitu asing dalam dirinya. Dia merasakan jantungnya semakin berdegup kencang, hatinya juga berdebar-debar, terasa seperti ada satu kenikmatan yang sedang dikecapinya. Memang Zaki tidak pernah merasai perasaan seperti itu sebelum ini. Dia tidak pernah melancap, apatah lagi bersetubuhan. Perasaan ghairah yang sebelum ini datang secara tiba-tiba ketika melihat pelajar perempuan dan cikgu perempuannya di sekolah dipadamkan dari fikiran dengan membuat kerja-kerja yang boleh membuatkannya melupakan keghairahan itu. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Tetapi kini, Zaki tidak mampu berbuat begitu. Terasa zakarnya juga semakin mengembang dan menegang di dalam mulut makcik Rosnah. Menyedari yang Zaki semakin terangsang, makcik Rosnah pun melepaskan pelukannya dan terus menghisap zakar Zaki dengan lahapnya. Zakar anak muda yang semakin menegang itu tidak mampu untuk dia telan semuanya, hanya separuh yang mampu masuk di dalam mulutnya. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Zakar Zaki agak besar dan panjang, memang sepadan dengan badannya yang bidang dan sasa kerana sudah biasa membuat kerja-kerja berat. Makcik Rosnah semakin galak menghisap zakar Zaki. Zaki yang sedang kenikmatan itu tiba-tiba teringatkan ibunya yang sendirian di rumah. Tiba-tiba hatinya risau dan dia terasa harus pulang dan inilah kesempatan yang dinantikan kerana makcik Rosnah tidak lagi memeluknya. Dengan pantas dia menarik zakarnya keluar dari mulut makcik Rosnah. Kelihatan separuh zakarnya yang masih keras itu berlumuran dengan air liur makcik Rosnah. Dengan pantas Zaki menarik seluar pendeknya ke atas dan berlari keluar menuju basikalnya bersama bungkusan beras di dalam genggaman. Basikalnya dikayuh laju meninggalkan kedai makcik Rosnah. Perasaannya berdebar-debar, tidak pernah dia berperasaan sebegitu. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Sementara makcik Rosnah pula hanya sempat berlari hingga ke pintu kedai dan hanya mampu melihat kelibat Zaki yang sudah semakin jauh. Walau pun tidak dapat, tapi makcik Rosnah tahu, satu hari nanti dia pasti akan dapat juga. Dengan mulutnya yang comot dengan air liur, dia tersenyum sendirian dan berlalu menuju ke dalam kedai. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Setelah agak jauh dari kedai makcik Rokiah, Zaki pun memperlahankan kayuhannya. Perasaannya bercelaru. Kenikmatan yang baru dirasai tadi, walau pun sekejap sudah cukup membuatkan Zaki berfikir, mungkin itulah cara manusia dewasa memuaskan nafsu. Tapi ikut mulut boleh dapat anak ke? Oh, itu mungkin salah satu cara bersetubuh. Kemudian Zaki teringat akan emaknya, dahulu selalu dia lihat emaknya pulang dengan beberapa kesan basah di tubuh dan mulutnya. Adakah emaknya juga melakukan perkara itu dengan arwah Pak Dollah? Oh tidak mungkin. Zaki bermain dengan fikirannya hinggalah sampai di rumahnya. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Kelihatan emaknya keluar dari bilik dengan wajah yang kemerahan dan hanya berkemban dengan kain batik yang disimpulkan di atas dadanya. Selepas memberikan bungkusan beras kepada emaknya, Zaki terus menuju ke bangsal belakang rumahnya dan menyiapkan tingkap-tingkap bagi menggantikan tingkap rumahnya yang sudah uzur itu. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Pada malam itu, hujan turun dengan agak lebat. Nasib baik atap rumahnya yang bocor sudah ditampal, jika tidak sudah pasti mereka anak beranak kelam kabut menadah air hujan yang turun melalui lubang yang bocor dengan besen dan baldi. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 11.00malam. Mata Zaki terasa begitu susah hendak tidur. Kejadian petang tadi benar-benar memberikannya pengalaman baru yang sukar hendak dilupakan. Sambil dia teringatkan makcik Rokiah yang bertubuh gempal itu, tangannya terus memegang zakarnya dan dia mengusap-usap zakarnya mengikut pergerakan mulut makcik Rokiah yang menghisap zakarnya petang tadi. Zakarnya semakin keras mengembang di dalam genggaman tangannya. Zaki merasakan semakin enak dengan perlakuannya itu. Fikirannya terus berkhayal memikirkan makcik Rokiah. Terbayang difikirannya makcik Rokiah sedang menghisap batangnya sambil buah dada besarnya yang terselindung di balik baju kurung dan tudung makcik Rokiah itu membuai-buai mengikut rentak hisapannya. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Nafsu Zaki semakin tidak dapat dikawal apabila terbayang buah dada dan juga punggung makcik Rokiah yang besar itu. Terus sahaja air maninya memancut-mancut keluar dengan banyak membasahi perut dan tangannya. Zaki bergelinjangan kenikmatan. Ototnya mengejang dan nafasnya laju. Ini lah kali pertama Zaki memuntahkan air maninya. Zaki kemudiannya tertidur kepenatan dengan kain pelikatnya yang sudah terlondeh ke lutut mendedahkan zakarnya yang semakin layu dibasahi air maninya yang juga membasahi perut dan tangannya. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Sementara itu, Zaiton di bilik terasa sungguh kesunyian. Kesejukan hujan yang tidak mahu berhenti bersama guruh itu membuatkan nafsunya bergelora. Tangannya tidak henti-henti meramas buah dadanya yang membusung itu, sementara tangannya yang sebelah lagi memainkan kelentitnya dari kain batiknya yang diselakkan. Nafsunya benar-benar rindukan zakar lelaki. Terkemut-kemut lubuk berahinya yang sudah meleleh dengan air nafsu itu melayan belaian dan gentelan jarinya di kelentitnya. Wajah-wajah suaminya, Pak Dollah dan Amran silih berganti di kotak fikirannya. Terasa rindu benar dia pada belaian dan tubuh lelaki, rindu benar dia dengan tusukan zakar di cipap dan mulutnya dan dia juga merindui bau benih yang dilepaskan dari zakar-zakar yang dipuaskannya. Gelora nafsunya hampir membuatkannya berada di kemuncak, tetapi tiba-tiba sahaja.. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"GEDEGUMMMM!!!!!!" petir yang amat kuat kedengaran hingga membuatkan rumah papan mereka bergegar. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Nafsu Zaiton hilang serta merta. Ketakutannya mula bangkit. Jika suaminya ada disisi sudah tentu dia akan berada dalam dakapan suaminya. Tetapi kini dia sendiri. Dia berasa kesunyian dan takut dengan bunyi petir yang sabung menyabung di langit diiringi hujan yang semakin lebat. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Tiba-tiba Zaiton teringatkannya anaknya, Zaki. Mungkin anaknya itu boleh menemaninya kerana dia takut bersendirian dalam keadaan begitu. Zaiton pun bangkit dari katil dan menuju ke bilik anaknya. Ketika masukke bilik anaknya, Zaiton terkejut. Daripada kesamaran lampu dapur yang mencuri masuk melalui atas bilik anaknya, dia nampak Zaki tertidur dengan zakarnya yang terdedah. Zaiton menghampiri anaknya dan dia nampak zakar anaknya dalam keadaan lembik, namun yang membuatkan Zaiton lebih terkejut adalah, saiz zakar anaknya amatlah besar dan panjang. Dalam keadaan yang lembik itu, saiznya sudah mengalahkan zakar Pak Dollah yang sedang stim. Besarnya juga hampir sama dengan zakar suaminya dan Amran yang sedang stim. Tidak dapat dibayangkan bagaimanakah saiznya jika anaknya itu stim nanti. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Zaiton perhatikan zakar anaknya kelihatan berkilat dan basah, begitu juga dengan perutnya. Zaiton mencolet sedikit cairan itu dan menghidunya. Ternyata itu adalah benih anaknya. Barulah dia tahu bahawa anaknya kini sudah pandai melancap. Benih anaknya itu kembali dihidu. Itulah air yang dirinduinya selama ini. Air yang dulunya seringkali dihujani ke atas dan ke dalam tubuhnya, kini terbentang di depan mata. Nafsu Zaiton tiba-tiba bangkit. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Perlahan dia merapatkan diri ke muka anaknya. Kelihatan anaknya tidur dengan nyenyak sekali, hinggakan tidak sedar akan kehadirannya. Setelah memastikan anaknya benar-benar tidur, Zaiton pun perlahan-lahan memegang zakar anaknya dan dengan nafsu yang semakin mengawal fikirannya, dia terus memasukkan zakar anaknya itu ke dalam mulutnya. Dia sudah tidak peduli tentang zakar siapa yang berada di dalam mulutnya itu. Yang penting adalah kerinduannya terhadap batang lelaki akan terubat, walau pun dengan zakar anaknya sendiri. Agak lama Zaiton merendam zakar Zaki di dalam mulutnya. Lidahnya bermain-main di seluruh zakar anaknya itu dan dia kelihatan begitu asyik menikmati air liurnya yang bercampur dengan lebihan air mani anaknya. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Sedikit demi sedikit Zaiton merasakan zakar Zaki semakin berkembang di dalam mulutnya. Zaiton semakin galak menghisap zakar anaknya sehingga zakar anaknya itu tegang sepenuhnya di dalam mulutnya. Zaiton gembira kerana rindunya kepada zakar lelaki telah terubat. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Sedang Zaiton sedap menghisap zakar Zaki, tiba-tiba dia merasakan kaki anaknya sedikit terangkat. Dengan pantas dia menarik kepalanya ke atas dan menutup zakar anaknya yang tegang dan basah berlumuran dengan air liurnya itu dengan kain pelikat anaknya yang terlondeh dari tadi. Kelihatan anaknya tersedar dan kelihatan terkejut melihatkan ibunya sedang duduk di tepi katil. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Eh, ibu buat apa kat sini? Ibu tak tidur?" Tanya Zaki terkejut sambil kelam kabut menutup perutnya yang basah dengan sisa benihnya yang keuar ketika dia melancap tadi.</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Ibu baru je masuk, baru je ibu nak kejutkan, Zaki dah pun bangun. Kenapa kelam kabut je ni?"Tanya Zaiton buat –buat tidak tahu. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Oh, tak de apa-apa ibu, Cuma terkejut je" terang Zaki sambil tangannya memegang kain pelikatnya menutup perutnya yang basah itu. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Ibu takutlah, petir kuat. Hujan lebat pulak tu. Zaki temankan ibu di bilik ye.."kata Zaiton kepada anaknya sambil bangun dan menuju ke biliknya. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Zaki menurut ibunya. Dia terus bangun, membersihkan sisa air mani yang melekat di perut dan zakarnya menggunakan kain pelikat yang di pakainya. Kemudian dengan berlenggeng sahaja, dia menuju ke bilik ibunya. Ketika dia tiba di bilik ibunya, kelihatan ibunya sudah pun terlentang, dia pun terus baring di sisi ibunya. Zaiton yang sedang gila merindukan zakar itu pura-pura tidur, menunggu Zaki tidur supaya dia boleh melahap zakar Zaki sepuas-puasnya. Zaki yang telah dikejutkan itu terasa semakin susah hendak melelapkan mata. Ketika ibunya bangun sedikit melihatkan wajahnya bagi memastikan adakah anaknya itu sudah tidur atau belum, Zaki memejamkan mata berpura-pura tidur. Namun Zaiton tahu bahawa anaknya masih lagi belum tidur. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Kemudian Zaki mengiring mengadap ibunya yang terlentang di sebelahnya. Zaiton kemudiannya mengiring membelakangi Zaki dan dia bermain di dalam fikirannya tentang bagaimana hendak dia mandapatkan zakar Zaki yang besar itu. Zaki yang masih terkebil-kebil cuba hendak melelapkan matanya itu memandang susuk tubuh ibunya yang mengiring membelakanginya. Di sebalik kesamaran lampu dapur yang masuk melalui atas bilik, jelas kelihatan susuk tubuh ibunya yang hanya berkain batik dan berbaju t-shirt itu. Punggung ibunya yang besar itu kelihatan montok dibaluti kain batik dan pinggangnya yang ramping itu kelihatan menawan . </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Tiba-tiba dia teringat makcik Rokiah. Secara spontan, dia terus membandingkan tubuh ibunya dengan tubuh makcik Rokiah. Walau pun makcik Rokiah mempunyai buah dada dan punggung yang besar, tetapi tubuh ibunya kelihatan lebih seksi. Ibunya tidak pendek dan tidak gempal seperti makcik Rokiah, tubuh gebunya mempunyai potongan. Buah dadanya tidak sebesar kepunyaan makcik Rokiah, tetapi sudah cukup untuk menaikkan nafsu lelaki. Besar membusung dan sedikit melayut, bila berjalan akan membuai menggoncangkan iman lelaki. Lebih-lebih lagi bila hanya t-shirt yang dipakai. Perut ibunya juga tidak terlalu buncit seperti makcik Rokiah, manakala punggung ibunya memang tiada siapa yang boleh lawan. Ibunya tonggek dan apabila berjalan pasti punggungnya yang menjadi tatapan lelaki. Punggung ibunya yang lebar dan besar itu akan bergegar di balik kain batik yang sendat membaluti pungungnya. Pehanya yang besar dan gebu memang sebahagian dari tarikan yang lelaki selalu inginkan. Perlahan-lahan zakarnya tegang dan membonjol di dalam kainnya. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Zaiton tidak pasti adakah anaknya sudah tidur atau belum. Hendak bangun melihat anaknya tetapi takut anaknya belum tidur dan hairan kenapa dia asyik bangun dan melihat mukanya. Dia tahu, anaknya kini mengiring mengadap belakangnya. Lalu dia pun mendapat akal, dia pun sedikit demi sedikit mengesot ke belakang dengan harapan punggungnya dapat menyentuh zakar anaknya. Kehangatan tubuh anaknya dapat dirasai apabila tubuhnya semakin hampir dengan tubuh anaknya. Akhirnya dia berjaya merasai sentuhan di punggungnya, dia tahu itu zakar anaknya. Zaiton pun semakin berani merapatkan belakang tubuhnya dengan tubuh Zaki. Zaki yang sedar dengan keadaan itu kehairanan kenapa ibunya semakin rapat menghampirinya. Dalam kehairanan itu, nafasnya semakin bergelora kerana zakarnya yang tegang itu menyentuh punggung ibunya yang montok itu. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Ibu tak tidur lagi?" Tanya Zaki perlahan Terperanjat Zaiton. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Rupa-rupanya anaknya masih lagi belum terlelap. Namun dia tidak mengubah posisinya yang semakin menghimpit tubuh anaknya itu. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Ibu sejuklah nak. Peluk ibu sayang." Kata Zaiton perlahan seolah memancing anaknya. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Zaki pun terus merapatkan tubuhnya memeluk Zaiton dari belakang. Zakarnya kini semakin keras dan rapat menyentuh punggung ibunya. Zaiton sedar zakar anaknya sudah benar-benar tegang, lalu dengan perlahan-lahan dia menekan-nekan punggungnya ke belakang supaya dapat merasakan zakar anaknya dengan lebih jelas. Zaki yang terangsng oleh perbuatan ibunya itu pun turut menekan-nekan zakarnya merapati punggung montok ibunya, tangannya pula semakin rapat memeluk ibunya dan sesekali jarinya menyentuh buah dada ibunya yang tidak bercoli itu. Dengan tenang Zaiton cuba memegang zakar anaknya, tangannya menyambar ketulan daging besar yang tegang di dalam kain Zaki. Zaki hanya diam membiarkan tindakan ibunya. Melihatkan Zaki yang tidak membantah, dia terus menggenggam zakar lelaki yang menjadi kerinduannya itu. Di lancapkan lembut zakar Zaki yang menegang di dalam kain pelikat. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Zaki pula menikmati perbuatan ibunya dan dia semakin berani memegang buah dada ibunya dan meramasnya lembut. Memang besar buah dada ibunya. Tapak tangannya tidak mampu memegang keseluruhan buah dada emaknya yang melayut itu. Tangannya kemudian beralih mengusap-usap pelipat peha emaknya yang montok berlemak itu. Di genggam perlahan dengan perasaan geram. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Zaiton kemudiannya menarik kain anaknya ke atas tanpa melihatnya dan terus menyambar zakar anaknya tanpa lagi halangan dari kain pelikatnya. Di lancapkan zakar anaknya semahu hatinya. Zaki yang kenikmatan diperlakukan begitu mendengus kenikmatan. Zaiton sedar anaknya sudah pun terangsang, begitu juga dirinya. Cipapnya sudah pun berair apabila memegang zakar anaknya tadi. Lantas dia melepaskan zakar anaknya dan perlahan-lahan menarik kain batiknya ke atas pinggang. Zakar Zaki semakin mengembang apabila melihatkan punggung ibunya yang putih melepak itu tonggek dan montok tanpa ditutup seurat benang. Zaiton perlahan menarik zakar Zaki dan mendorongnya untuk berada di celah kelengkangnya. Zaki yang tahu kehendak ibunya pun menyorong zakarnya betul-betul di kelengkang ibunya. Terasa kehangatan cipap ibunya yang sudah basah itu menyentuh batang zakarnya. Zaiton menikmati kehangatan zakar anaknya di celah kelengkangnya, dia tahu anaknya belum pernah menikmati pengalaman begitu, lalu dia pun menggerakkan punggungnya ke hadapan dan kebelakang, menikmati zakar anaknya yang tegang bergeser di muara cipapnya yang basah itu. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Hujan sudah pun reda, hanya gerimis yang tinggal. Namun gelora dua beranak itu masih lagi belum reda. Bunyi berdecit hasil geselan zakar Zaki dengan cipap Zaiton yang semakin lecun itu kedengaran memenuhi segenap biliknya. Zaiton kemudiannya berhenti menghayun punggungnya, dia rasa sudah sampai masanya untuk melakukan sesuatu yang lebih nikmat. Giannya kepada batang lelaki semakin meluap-luap. Zaiton pun memegang zakar Zaki dari kelengkang hadapannya dan mendorong kepala zakar anaknya itu supaya masuk ke lubuk nikmat miliknya. Sedikit demi sedikit zakar anaknya dimasukkan ke dalam cipapnya. Zaki yang kenikmatan diperlakukan begitu membiarkan ibunya memasukkan zakarnya kedalam cipap ibunya sedikit demi sedikit. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Akhirnya zakar Zaki memenuhi rongga faraj ibunya hingga Zaiton terasa sedikit senak apabila pangkal rahimnya ditekan-tekan oleh zakar anaknya. Dia tahu zakar anaknya yang besar dan panjang itu masih lagi belum tenggalam sepenuhnya, hanya itulah had maksimum muatan cipapnya. Ternyata saiz zakar Zaki benar-benar diluar fikirannya. Cipapnya mengemut-ngemut zakar Zaki dan ini menerbitkan rasa berahi yang mendalam untuk Zaki. Zaiton menyedari anaknya hanya menahan kenikmatan dan tidak tahu untuk berbuat apa-apa kerana tiada pengalaman. Lantas dia menghayunkan punggungnya ke depan dan belakang membuatkan zakar anaknya keluar masuk cipapnya yang sendat dengan zakar itu. Zaiton benar-benar kenikmatan walaupun dia tahu zakar itu adalah zakar anaknya, darah dagingnya sendiri, tetapi nafsu sudah menguasai fikirannya. Kerinduannya terhadap zakar lelaki membuatkannya lupa akan semua itu. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Zaki yang sudah faham selepas merasakan zakarnya keluar masuk cipap ibunya pun terus memeluk ibunya dan meramas-ramas buah dada ibunya yang masih berbalut t-shirt itu sambil dia terus menghenjut zakarnya keluar masuk cipap yang penuh nikmat itu. Dia benar-benar merasakan kenikmatan. Mereka tidak berkata-kata walau sepatah dari mula adegan hingga ke detik itu. Hanya desahan kenikmatan yang terbit dari mulut kedua-dua makhluk terkutuk itu. Zaki terasa pelik, kenapa lambat benar rasanya hendak terpancut. Tidak seperti ketika dia melancap tadi. Manakala Zaiton yang memang sudah arif tentang seks berfikir sendirian bahawa dia mungkin akan kepuasan kerana benih anaknya akan lambat keluar akibat kesan anaknya yang melancap tadi. Zaiton pun menarik badannya ke hadapan membuatkan zakar Zaki terkeluar hingga menerbitkan bunyi PLOP!. Dia kemudiannya menonggeng dan berkeadaan seperti bersujud. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Zaki, masukkan sekarang nak. Buat ibu sekarang" katanya yang kenikmatan dalam keadaan menonggeng itu. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Punggung tonggeknya yang tidak tertutup kerana kain batiknya sudah diselakkan tadi melentik menonggeng menggoda ghairah anaknya. Melihatkan ibunya yang dalam keadaan mengghairahkan itu, nafsu Zaki benar-benar tercabar. Terus dia bangun dan memasukkan zakarnya dari belakang ibunya yang menonggeng itu. Di tekan zakarnya hingga terbenam rapat ke pangkal rahim Zaiton. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"OOOhhhhhhhh…." Rintih Zaiton kenikmatan </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Sayanggg.. hayun cepat sayanggg.. ibu tak tahannnn…." Pinta Zaiton </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Tanpa banyak bicara, Zaki terus menghayun zakarnya keluar masuk cipap ibunya yang seksi itu. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Ohhh.. ibuuu… sedapnyaaa… uuhhhhh…" Zaki merintih kesedapan apabila Zaiton mengemut zakarnya yang keluar masuk cipapnya. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Zaki… uuhhhh… sedapnya batang kauuu….. Laju lagiii… ibu nak sampaiii" rintih ibunya. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Zaki meneruskan hayunannya, tangannya tak henti meramas-ramas punggung ibunya yang besar dan montok itu. Sesekali dipegangnya pinggang ibunya dan menariknya supaya punggung ibunya menghenyak zakarnya lebih dalam. Tiba-tiba, Zaki merasakan zakarnya dihimpit dengan kuat. Hampir tidak bergerak zakarnya di dalam cipap ibunya. Serentak dengan itu, ibunya menggiggil dan otot-otot tubuhnya mengejang. Suaranya juga seperti hendak menangis. Kemudian ibunya mendengus seperti seekor kuda dan otot tubuhnya juga semakin longgar. Punggungnya semakin dilentikkan membuatkan zakar Zaki terbenam menghimpit pangkal rahimnya dengan kuat. Zaki dapat merasakan rongga cipap ibunya semakin licin dan cairan yang meleleh keluar setiap kali dia menarik zakarnya seolah tidak mahu berhenti meleleh. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Zaki tidak dapat menahan kenikmatan kerana hayunannya semakin licin. Dia semakin tidak dapat mengawal keadaan. Zaiton sedar dengan keadaan itu dia semakin melentikkan punggung tonggeknya yang besar itu supaya keghairahan Zaki berada di tahap paling maksimum. Dia sedar bahawa ketika itu dia dalam waktu subur, tetapi kerana keghairahannya untuk merasakan cipapnya dibanjiri benih lelaki, dia sudah tidak peduli itu semua. Dia sudah tidak memikirkan risiko yang bakal mendatang. Kerinduannya yang dahaga selama beberapa tahun itu menghilangkan kewarasannya dikuasai oleh nafsu iblis. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Ibuuu… Zaki tak tahhh…hannn…." Rintih Zaki Zaiton menyedari zakar anaknya semakin berkembang di dalam cipapnya dan hayunan anaknya juga semakin hilang arah. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Temponya berbeza-beza dan serentak dengan itu dia merasakan anaknya menekan zakarnya sedalam-dalamnya dan Zaiton semakin melentikkan punggungnya menerima tujahan nikmat zakar Zaki. Tiba-tiba.. Cruuttt!! Cruutt!! Cruuttt!! Berdas-das air mani Zaki memancut memenuhi segenap ruang rahim Zaiton. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Ooooohhhh… ibuuu…. Sedappnyaaa…." Rintih Zaki kenikmatan </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">"Ahhhhhh… panasnyaa…. Sedapnya nakkkk…. Pancuttt lagi nakkkk…." </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Rayu Zaiton yang kesedapan menikmati cipapnya dipenuhi benih anaknya yang panas itu sambil cipapnya mengemut-ngemut zakar anaknya yang berdenyut-denyut itu, seolah memerah supaya jangan ada setitik pun yang tidak dipancutkan. Zaki menggigil menahan kenikmatan. Pertama kali dalam hidupnya menikmati lubang syahwat wanita dan memuntahkan benihnya di dalam. Fikirannya seolah-olah terawang di udara. Nafasnya semakin perlahan danpeluh menitik dari dahinya. Kemudian dia menarik zakarnya keluar dari cipap ibunya dan terus terlentang kenikmatan. Zaiton yang masih menonggeng itu mengemut-ngemut cipapnya yang penuh dengan benih anaknya. Terasa seperti lubangnya semakin besar selepas dihentam oleh zakar besar milik anaknya. Kemudian dia terbaring dan terus mendakap tubuh Zaki sambil kepalanya dilabuhkan di dada Zaki yang tidak berbaju. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN">Dipeluknya tubuh anaknya itu persis sepasang suami isteri yang kepuasan setelah bahtera yang dilayarkan terdampar di persisiran pantai. Zaki yang keletihan setelah pertama kali menikmati erti persetubuhan terus terlena sementara Zaiton masih lagi berada dalam dakapan anak bujangnya itu. Tidak sedikit pun terasa penyesalan di hatinya, malah dia benar-benar gembira kerana kini dia sudah ada zakar yang mampu memuaskan nafsunya. Zakar yang boleh didapati pada bila-bila masa, tidak kira waktu dan tempat, tanpa halangan. Meskipun dia sedar, dia baru sahaja berzina dengan anak kandungnya. Akhirnya mereka terlena kepuasan.</span></p><input id="gwProxy" type="hidden"><!--Session data--><input onclick="jsCall();" id="jsProxy" type="hidden"><div id="refHTML"></div>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2998050088953825624.post-6721623162818078682009-01-23T08:34:00.000-08:002009-06-23T07:49:21.768-07:00cerita ceriti<div class="navbar section" id="navbar"><div id="wrap3"><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener("load", function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } }</script><div id="crosscol-wrapper" style="text-align: center;"> </div> <a name="736064103102673093"></a> <div class="main section" id="main"><div class="widget Blog" id="Blog1"><div class="blog-posts hfeed"><div class="post hentry uncustomized-post-template"><h3 class="post-title entry-title"> <a href="http://ceritalucahmelayu.blogspot.com/2007/08/nasib-imah.html">Nasib Imah</a> </h3> <div class="post-body entry-content"> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">Nasib Imah...<br /></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">Dari jauh Atan melihat emaknya sedang membeli di kedai mamak Muthu. Atan meneruskan perjalanan pulang dari sekolah. Niat hati ingin memanggil emaknya dibatalkan setelah emaknya berlalu dengan membawa beg plastik yang berisi barang-barang yang dibelinya.<br />Seperti biasa, Atan selalu singgah di kedai Muthu untuk menghabiskan baki duit bekalan ke sekolah yang diberikan oleh emaknya setiap pagi. Emaknya dengan berbaju T ketat dan kain sarong batik berjalan menyusuri perumahan rumah murah yang tidak jauh dari belakang kedai Muthu. Mata Atan mengikuti perjalanan emak dengan kehampaan untuk mendapatkan belanja dengan itu dapatlah dia simpan duit yang ada untuk digunakan sebelah petang pula.<br />Pada ketika yang sama, bukan hanya mata Atan sahaja yang memerhati gerak emaknya yang sedang mengatur langkah. Di bawah pokok ceri, di hadapan kedai itu ada sepasang mata lain, iaitu seorang pemuda berambut panjang yang sedang bermain dam, turut sama asyik memerhati tubuh emak Atan yang montok itu. Sesungguhnya Atan baru sahaja berpindah ke perumahan ini. Sebab itulah dia masih belum mengenali sesiapa pun di sini kecuali si Muthu tempat mereka membeli barang-barang keperluan harian.<br />Emak Atan membelok masuk ke lorong perumahan rumahnya dan Atan masuk ke dalam kedai untuk membeli aiskream. Di luar kedai Atan mendengar pemuda yang bermain dam itu meluahkan perasaannya.<br />"Siol betul, seksi habis" "Ye la… tak pernah aku jumpa pompuan tu, baru pindah ke?"<br />"Huh, kalau dapat, takkan lepas punya"<br />Atan cuma dengar saja sambil mengoyakkan pembalut air kream lalu menyuapkan ke mulut.<br />"Aku tahu, suami dia pemandu lori balak, dia baru pindah sini juga" sampuk Muthu.<br />Atan terus menjilat aiskream sambil melihat-lihat lagi ke dalam botol gula-gula. Tapi yang sebenarnya Atan cuma mahu dengar perbulan mereka tu.<br />"Eh, Muthu, kau tahu ke rumahnya?" Tangan pemuda berambut panjang yang lengannnya berparut.<br />"Itu… rumah hujung blok A dekat dengan jalan besar sana… sebelahnya rumah kosong dua buah… itu rumah dulu Ah Moi Merry tinggal juga"<br />Tiba-tiba Atan lihat kedua-dua pemuda itu tersengeh lebar.<br />"Cantekkk... lah" mereka berlaga ibu jari.<br />"Apa kamu mahu projek ka?"<br />"Apa kamu mahu ikut ka Muthu?"<br />"Barang baguih.. tak ikut rugilah aku"<br />Atan kian tidak faham. Atan berlalu dari situ. Bahasa yang digunakan orang tua bertiga tu kian sukar untuk difahami. Sambil menikmati ais kream Atan melangkan memikul beg sekolah yang berat menuju ke rumahnya.<br />Di rumah, emak kelihatan berpeluh menghidangkan makan tengahari. Atan meletakkan begnya di dalam biliknya. Rumah murah dua bilik itu tidaklah luas sangat, di situ lah dapur dan di situ juga tempat makan. Bilik hadapan diberikan untuk Atan dan bilik belakang diambil oleh emak dan ayahnya. Lagi pun bilik belakang lebih dekat dengan bilik air.<br />Di hadapan bilik emaknya adalah meja makan. Atan mengambil tempatnya di meja makan untuk menjamah nasi. Masakan emaknya sepeti biasa menyelerakan.<br />"Makan Tan" jemput emaknya yang turut duduk dihadapannya.<br /><br />Sambil menyuap makanan Atan memikirkan mengenai kerja sekolahnya yang mesti disiapkan pada malam ini. Maklumlah tahun ini dia akan mengambil peperiksaan UPSR, dia mesti bekerja keras untuk mendapatkan 5A. Setelah emaknya menyuap nasi beberapa suap tiba-tiba pintu hadapan terbuka.<br />"Hai sedang makan?"<br />"Ayah!" sahut Atan<br />"Makan bang?"<br />"Tak abang nak cepatnya, mungkin abang makan kemudian"<br />Emak Atan terus membasuh tangan. Begitulah selalunya, apabila ayah balik, emak akan terus berhenti daripada melakukan apa saja kerja yang sedang dilakukannya. Begitu setia dia menyambut kepulangan ayah.<br />"Atan makan ye" katanya sambil bangun dari meja itu. Atan senyum saja dan terus menyuapkan makanannnya.<br />Emak Atan mengambil beg yang dibawa oleh ayanhnya dan ayahnya terus masuk ke dalam bilik. Emak mengeluarkan pakaian dalam beg dan dimasukkan ke dalam mesin basuh. Kemudian emak Atan turut masuk ke dalam bilek. Selang beberapa ketika kemudian Atan dapat mendengar suara emaknya mengerang perlahan.<br />"Ohhhh bang..... emmm....!" diikuti dengan bunyi henjutan katil.<br />Seperti biasa Atan terus makan. Bunyi suara ibu dan ayahnya di dalam bilik yang hanya beberapa langkah dari tempat makannya bagaikan irama yang menghiburkan Atan dikala makan. Bunyi itu akan selalunya bergema hanya apabila ayahnya balik dari perjalanannya.<br />Atan melihat jam di dinding. "Baru lima minit" Dia mengambil minumannya dan meminumnya perlahan-lahan. Suara ibunya semakin kuat.<br />"Yaaa bang ohhhh ahhhhhhh sikit lagi, bangggg ohhhh….. Imah pancut banggggggggg.....!"<br />Bunyi katil masih lagi berterusan. Atan melihat jam di dinding sekali lagi "Emmm baru 10 minit" dia membasuh tangan.<br />"Lagi bang… oohhhhhh, ya bang ohhhhhh lagiii, tekan bang" Suara emaknya.<br />"Emmmm ahhh ah ahhhhhh" Suara ayahnya.<br />Atan duduk di sofa, membaca majalah.<br />"Ok bang…. Imah nak pancut lagi nieeee"<br />"Ya abang pun uhhh"<br />Bunyi hayakan katil makin kuat. Bunyi ah dan uh kian bersahutan. Tiba-tiba suara ibunya meninggi.... "Ahhhhhhhh" Bunyi tarikan nafas agak jelas kedengaran ke telinga Atan. Namun Atan terus membaca majalah kegemarannya di setti. Selang beberapa minit kemudian, kelihatan ibunya keluar dengan hanya berkemban kain batik yang dipakainya tadi. Rambutnya agak kusut. Mukanya merah. Atan lihat<br />di belakang kain emaknya nampak basah sedikit. Emaknya ambil tuala di ampaian dapur dan terus ke bilik air. Lama juga emak mandi. Sebentar kemudian ayahnya keluar juga bertuala saja lalu duduk di hadapan Atan sambil tersengeh.<br />"Sekolah macam mana?"<br />"Emm... kena pergi kelas tambahan malam"<br />"Bila"<br />"Mulai malam ni"<br />"Pukul berapa mulanya?"<br />"Lapan hingga sepuluh setengah"<br />"Berapa kena bayar?"<br />"RM50 sebulan"<br /><br />"Nanti ayah berikan duit"<br />Atan Cuma tersengih. Sengih Atan lebih melebar lagi apabila melihat emaknya hampir nak terjatuh semasa keluar daripada bilik air. Masa tu tuala yang meliliti tubuh emaknya juga turut terlondeh. Atan nampak jelas akan buah dadanya yang pejal dan perutnya yang putih. Tetapi celah kangkang emaknya tak dapat jadi habuan mata Atan kerana emaknya sempat menyambar tuala itu untuk menutupi bahaian tersebut.<br />"Abang pergi mandi dulu, nanti kita makan sama" Kata emak pada ayah.<br />Atan nampak keseluruhan bahagian ponggong emaknya ketika emaknya bergerak masuk ke dalam bilik. Tuala yang di pakai itu hanya menutupi bahagian depan sahaja, manakala bahagian belakangnya dibiarkan tanpa sebarang alas. Sesekali Atan merasakan yang koneknya dah mula bergerak-gerak di dalam seluar. Tetapi dia sendiri tidak faham kenapa berlakunya begitu. Mungkin dia perlu bincang dengan ayahnya pada suatu hari nanti. Manakala di luar rumah pula, kelihatan salah seorang pemuda tadi, iaitu yang berambut panjang dan bermata juling, tergesa-gesa meninggalkan sisi rumah Atan menuju ke kedai Muthu.<br />Ayah Atan masuk ke bilik air dan Atan pula bangun masuk ke dalam biliknya. Dia menanggalkan baju sekolahnya. Membuka beg sekolahnya dan mengeluarkan kerja rumah yang patut disiapkan. Di luar, cuaca semakin memanas terik. Maka Atan pun memasang kipas angin di biliknya itu.<br />"Bila abang kena pergi ni...?" suara emak Atan bertanya sambil mereka makan.<br />"Abang rehat dulu sejam dua, abang berangkatlah…. Barang yang abang bawa tu kena sampai ke Kuantan pagi esok, tidaklah perlu tergesa-gesa sangat"<br />"Abang nak sekali lagi lah tu....!" usik emak Atan.<br />"Alaaah paham paham ajelah...!"<br />"Ada Imah fikirkan cadangan abang tempoh hari?"<br />"Cadangan yang mana bang...?"<br />"Tu... Yang hajat si kawan abang yang nak guna Imah tu.."<br />"Abang ni pelik betul la.... ada ke nak suruh Imah tidur dengan si Rosli yang tak senonoh tu..."<br />"Sapa cakap Rosli?"<br />"Habis tu?"<br />"Rosli dan Kutty"<br />"Kutty tu yang mana pulak bangg...!"<br />"Alah... budak mamak yang Imah kata hensome hari tu"<br />"Oh.. yang tu.... ummmm...!" Imah membasahi bibirnya dengan lidahnya.<br />Hati Imah dah semakin cenderong nak mempersetujui cadangan suaminya tu. Bayangan peluang merasa balak lain mulai menghangatkan kangkangnya. Bukan sebab balak suaminya tak hebat, malahan dia tidak pernah mengecewakannya apabila di atas katil. Tetapi apabila mengingatkan kemungkinan penangan Rosli dan Kutty, terasa seperti mengalirnya arus elektrik ke dalam cipapnya itu.<br />"Boleh ke Imah?" tanya suaminya lagi.<br />Imah bangun dan manarik tangan suaminya.<br />"Biar Imah fikir dulu bang… Tapi yang sekarang ni.... Imah mahukan abang"<br />Atan terus menyiapkan kerja rumahnya. Di bilik sebelah tu, dia sekali lagi mendengar suara emaknya mengerang dan mengeluh. Semakin lama semakin kuat kelantangannya. Atan pun perlahan-lahan mengeluarkan koneknya dan mula mengurut-gurutnya. Tanpa disedarinya.. dia juga turut mengeluh.</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span class="postbody"><span lang="EN-GB">Suki berlari anak menuju ke arah kedai Muthu. Di bawah pokok ceri kelihatan Muthu dan Seman sedang bermain dam. "Apa hal kau termengah-mengah ni Suki?" Seman menegur sambil membelek tangannya yang berparut akibat kemalangan motor. "Ada berita baik nie" Jawab Suki bermata juling sambil duduk di atas pangkin. </span></span><span lang="EN-GB"><br /><span class="postbody">Muthu melopong menanti. Matanya terkebil-kebil. "Tadi aku pergi ngendap kat rumah pompuan tadi" "Pompuan yang seksi siol tadi tu?" tanya Seman tak sabar. "Ya lah...yang mana lagi?" "Habis tu?" tanya Muthu tak sabar. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal"><span class="postbody"><span lang="EN-GB">"Laki dia balik, dia henjut habis, dia punya lah jerit bila cipapnya kena talu. Mak datok ..tak de kontrol punya.. Memang pompuan nie ganas habis..lu tau" "Habis tu tak ade peluanglah kita nak projek" Seman semacam kecewa. "Apa lak?" Suki mengangkat keningnya. "Malam nie, aku dengar anaknya kena pegi tusyen sampai pukul 10.00 malam, masa tu kita henjutlah dia" </span></span><span lang="EN-GB"><br /><span class="postbody">Muthu merasakan balaknya mula bergerak di dalam seluar dalamnya. Memang balaknya dah dua tiga minggu tak merasa cipap perempuan. Kali terakhir dia henjut cipap Ah Moi Merry, sebelum amoy tu pindah. Saja amoi tu buat bayar hutang sebab dia nak pindah tergesa-gesa dan tak cukup duit nak bayar hutang kedainya. Apa lagi, bila kena ofer, dia henjut sampai tiga round, cipap merah amoi tu jadi lebam dibuatnya. Puas sungguh, berbaloi dengan hutang tiga ratus tu daripada dia merayau kat lorong gelap cari pelacur murahan tu. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal"><span class="postbody"><span lang="EN-GB">Malam tu, sungguh panas, kipas angin yang berpusing ligat tidak dapat membantu, rasa panasnya tetap membahang. Imah mengikat tuala dan masuk ke bilik air. Atan menyiapkan buku yang perlu di bawanya ke kelas malam. Dia memang tak sabar untuk ke kelas pada malam ini. Maklumlah malam pertama belajar kelas tambahan. Apabila dia keluar daripada biliknya Atan sempat melihat kelibat emaknya masuk ke bilik air tadi. Dia terus sahaja duduk di sofa sambil minum teh yang telah pun dihidangkan oleh emaknya. Jam di dinding menunjukkan pukul 7. 30 malam. Masih ada masa untuk Atan minum sambil tunggu ibunya sudah mandi. </span></span><span lang="EN-GB"><br /><span class="postbody">Dalam bilik air Imah membersihkan badannya. Cipapnya yang banyak kedapatan air mani suaminya hasil henjutan tengah hari tadi di korek dan dicucinya. Rambutnya di shampoo dan seluruh tubuhnya disabun sepuas-puasnya. Pada ketika dia mencuci cipapnya terlintas difikirannya mengenai persoalan yang dikemukakan oleh suaminya siang tadi meminta dia tidur dengan Rosli dan Kutti. Memang dia tidak pernah merasa balak orang lain dan dia pasti suaminya sentiasa menjamah perempuan lain dalam hidupnya. Maklumlah dia selalu dalam perjalanan memandu lori dari bandar ke bandar. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal"><span class="postbody"><span lang="EN-GB">Memang dia sedar bahawa balak yang meradok cipapnya, yang memberikan kepuasan yang tidak terhingga itu bukan balak yang suci tetapi balak yang telah memuaskan banyak cipap lain dalam dunia ini. Air mani dari balak itu bukan sahaja dipancutkan dalam rahimnya sahaja tetapi dalam banyak lagi rahim lain. Tapi sekarang suaminya inginkan rahimnya dipancutkan dengan air mani balak-balak lain pula. Memikirkan semua itu dia bagaikan kepingin untuk merasa balak lain pula. Mungkin lebih banyak balak lebih seronok. Dia teringin. Dia mahu. Dia rela. Dan dia bersedia...bila-bila masa. Ketika itu tangannya mula menjamah hujung kelentitnya. Dia inginkan balak. Kalau boleh sekarang juga. </span></span><span lang="EN-GB"><br /><span class="postbody">"Emak!!" terdengar suara Atan di luar. Imah terkejut dari lamunannya. Cepat-cepat dia tarik dua batang jari yang kini tenggelam dalam cipapnya. </span><br /><span class="postbody">"Err, ye..."jawab Imah. </span><br /><span class="postbody">"Mak, Atan nak ke sekolah ni" </span><br /><span class="postbody">"Ya lah emak keluar ni" Imah mencapai tuala dan terus membalut tubuhnya dengan tuala. Badannya yang basah tidak sempat dilapkannya. </span><br /><span class="postbody">Atan melihat tubuh putih emaknya yang basah. Tuala yang singkat gagal untuk menutup sebahagaian besar pahanya. Buah dadanya yang besar menyebabkan selisih kain menjadi sedikit dan apabila emaknya melangkah jelas menunjukkan bahagian atas pahanya. </span><br /><span class="postbody">Atan memikul beg sekolahnya. Emaknya datang dan memeluknya. Rapat buah dada yang pejal itu ke mukanya. Lalu mencium dahinya. "Duit dah ambil?" tanya emaknya. </span><br /><span class="postbody">Atan cuma menganggukkan kepalanya. </span><br /><span class="postbody">"OK Atan jalan baik-baik, lepas sekolah terus balik, jangan main kat mana-mana pulak tu" </span><br /><span class="postbody">"Baiklah mak, Atan akan terus balik" </span><br /><span class="postbody">"Jangan pula singgah kat kedai Muthu" </span><br /><span class="postbody">"Ya lah mak" Atan berlalu dengan berlari dalam kesamaran cahaya malam dan lampu jalan yang agak jauh dari rumahnya. Imah memerhati anaknya berlari sehingga hilang di sebalik selekoh menujuk ke arah kedai Muthu. Imah ingin pastikan anaknya telah jauh sebelum dia masuk semula ke bilik mandi untuk melancap semula. Dia perlu untuk klimeks kalau tidak harus dia tidak akan dapat tidur malam ni. </span><br /><span class="postbody">Ketika Imah hendak menutup pintu didapati daun pintunya tersekat oleh kaki seseorang dan dia tercampak ke belakang. Tualanya terselak habis menampakkan cipapnya dengan bulu sejemput halus. Apabila dia bangkit hendak bangun didapati tubuhnya sudah pun dipegang oleh tiga orang lelaki yang berpakaian serba hitam dengan toping ski. Imah panik dan ketakutan. Tubuhnya di angkat oleh tiga lelaki tadi terus ke dalam bilik dan dicampakkan ke atas katil. </span><br /><span class="postbody">"Apa kau orang hendak hah?" Imah cuba menutup tubuhnya dengan kain selimut kerana tuala yang dipakainya sudah hilang entah kemana. </span><br /><span class="postbody">Tiada jawapan yang diterimanya kecuali tubuhnya kini dipegang kuat supaya tertentang dan kakinya dibuka lebar. Imah cuba meronta tetapi tidak berkesan. Dia merasa buah dadanya diramas dengan rakus. Sakit rasanya. Dia kemudian merasakan ada seseorang mamasukkan jari ke dalam cipapnya dan bermain dengan kelentitnya. </span><br /><span class="postbody">"Ohhh..emmm" Imah mengeluh. Dia berhenti meronta dengan itu tangan yang memegang erat tubuhnya pun melonggar sebaliknya mula membelai seluruh tubuhnya. Orang yang mengorek cipapnya kini mula menyembamkan mukanya ke cipap Imah yang menerbitkan cecair pelincirnya. Imah dapat merasakan lidah orang tersebut mula menerokai lubang cipapnya dan menjilat kelentitnya. </span><br /><span class="postbody">"Ahhhh umm yaaa ya" Imah mula menyuakan cipapnya ke muka orang yang sedang menjilat cipapnya. Dua lagi lelaki menyonyot buah dadanya. Tangan Imah mula meraba mencari balak lelaki di kiri kanannya. Dia dapat merasakan balak-balak mereka keras di dalam seluar masing-masing. Imah tidak peduli siapa mereka lagi. Dia mula kepinginkan balak untuk meruduk cipapnya. </span><br /><span class="postbody">Suki dan Seman yang merasakan balaknya di sentuh oleh Imah cepat-cepat membuka seluar mereka dan mengeluarkan balak mereka yang sememangnya keras dan mahu dibebaskan. Sementara itu Muthu terus sahaja menggomoli cipap Imah dengan lahapnya. Sebaik sahaja balak Seman dan Suki terjulur keluar, dengan segera tangan Imah mula merocoh kedua-dua balak itu beberapa kali dan menarik balak Seman ke mulutnya. </span><br /><span class="postbody">Seman mengikut kehendak Imah dan terus menyuapkan balaknya ke mulut Imah. Tersentuh sahaja kepala balak seman ke bibirnya, lidah Imah mula menjulur keluar menjilat cecair pelincir yang mula meleleh dihujung balak tersebut kemudian dia mula mengulum kepala balak Seman menyebabkan Seman berdesis tak tentu hala. Ketika itu juga Imah mengerang dengan kuat. </span><br /><span class="postbody">"Ohhhh, Imah dah uhhhh emmmm ahhhh!!!!!"Dia memancutkan air maninya ke muka Muthu. Dengan mengah Muthu bangkit dan mengesat mukanya dengan selimut dipenjuru katil. Dia membuka seluar hitamnya dan mengeluarkan balaknya yang tegang tak terkata lagi. Kepala balaknya yang kembang hitam dan berkilat tu disuakan ke mulut cipap Imah dengan sekali tolak sahaja balaknya rapat ke pangkal. </span><br /><span class="postbody">"Ohhhh yaaaa" Keluh Imah sambil mengangkat ponggongnya. Kedua kakinya memaut belakang paha Muthu. </span><br /><span class="postbody">Atan merasa kecewa juga, apabila malam ini tidak ada pelajaran yang berjalan, cikgunya cuma membuat pendaftaran untuk kelas malam. Dia membayar wang yuran yang diberikan oleh ayahnya siang tadi. Sambil berbual-bual dengan rakannnya dia berjalan balik. Oleh kerana malam masih lagi siang, dia bercadang untuk singgah di kedai Muthu. Sekali lagi dia merasa kecewa sebab kedai Muthu juga tutup. </span><br /><span class="postbody">"Kemana pulak Muthu ni, dari tadi tutup sampai sekarang pun masih tutup. Selalunya tidak begini" Atan amat kecewa, rancangannya untuk membeli sesuatu untuk dimakan sambil berjalan terbengkalai. Dia teruskan langkahnya ke dalam kesamaran cahaya. </span><br /><span class="postbody">Selang beberapa saat mengulum balak Seman, Imah beralih kepada balak Suki pulak sementara Muthu terus sahaja menyurung dan menarik balak ke dalam lubang nikmat Imah dengan kadar yang semakin laju. Namun bagitu Suki tidak dapat bertahan lama. Nyonyokan mulut Imah tidak dapat ditahan lagi. Walau pun telah berjanji untuk tidak mengeluarkan sebarang kata-kata antara mereka bertiga dalam melaksanakan operasi ini namun Suki menjadi hilang punca, dia mula mengerang. </span><br /><span class="postbody">"Hisap kuat lagi..yaaa huh ohhhhh yaaa OOHHhhhhh emmmm ah!!!!" Suki memancutkan air maninya ke dalam mulut Imah. Tubuh Suki menjadi tegang. Imah menelan setiap titis pancutan yang masuk ke dalam mulutnya. Di perah-perahnya kepala balak Suki mengeluarkan saki baki air mani yang ada dan terus menjilatnya. Suki menggelupur dan terus rebah ke sebelah. Terlentang dan lelah. </span><br /><span class="postbody">Imah melepaskan balak Suki dan terus merocoh balak Seman. Kepalanya terangkat angkat apabila Muthu mempercepatkan hayunannya. Buah dadanya bergegar mengikut hayunan yang dibuat oleh Muthu. </span><br /><span class="postbody">"Yaaaah....laju lagiiiii...tekannnnnn uhh uhhh uhhh emmmm" Jerit Imah dia nak pancut lagi. </span><br /><span class="postbody">Atan mendekati rumahnya, ketika dia hampir mengetuk pintu, dia mendengar keluhan dan jeritan emaknya. Dia kenal benar jeritan itu. Jeritan itu berlaku hanya apabila ayahnya ada di rumah sahaja. Dia memerhati sekeliling. Dia menjenguh ke tepi lebuh raya. Tidak kelihatan lori ayahnya. Perlahan-lahan dia menolak pintu yang sememangnya tidak bertutup rapat. </span><br /><span class="postbody">Muthu mempercepatkan hayunannya. </span><br /><span class="postbody">"Ahhh aku dah nak pancut nie" </span><br /><span class="postbody">Seman yang sedang keseronokan balaknya di hisap oleh Imah menoleh ke arah Muthu. </span><br /><span class="postbody">Atan mendekati bilik emaknya. Dengan pintu terbuka luas dan lampu terang benderang. Atan dapat melihat segala-galanya. Di atas katil sana emaknya terkangkang luas dengan seorang lelaki berpakaian hitan, seluar terlondeh sampai lutut menghayun ponggongnya ke atas emaknya. Seorang lagi lelaki dalam cara berpakaian yang sama berada dekat dengan kepala emaknya. Dari celah kangkangnya Atan dapat melihat orang itu menyorong tarik zakarnya ke dalam mulut emaknya dan emaknya menghisap zakar tersebut bagaikan menghisap ais-kream yang selalu dibelinya di kedai Muthu. </span><br /><span class="postbody">Seorang lagi kelihatan terlentang disebelah emaknya bagaikan sedang tidur dan kepenatan. Orang ini pun melondehkan seluarnya juga. Kelihatan zakarnya yang kecil, lembek terlentok di atas bulu bawah perutnya. Atan menutup mulut melihat saiz zakar tersebut, jauh lebih kecil daripada zakarnya. </span><br /><span class="postbody">Orang yang berada di atas emaknya kelihatan bekerja keras. Setelah diperhati Atan dapat melihat orang itu sedang menikam dan menarik emaknya dengan zakarnya yang hitam berkilat. Emaknya kelihatan menyuakan kemaluannya mengikut hayunan orang itu. Bagai menadah-nadah untuk ditikam. Atan lihat bulu emaknya yang sejemput halus bergabung dengan bulu orang itu yang lebat lagi kasar itu. </span><br /><span class="postbody">"Kau pancut kat luar, aku takmahu dia banjir sangat" </span><br /><span class="postbody">"Aku tau lah" Jawab Muthu dalam loghat Indianya. </span><br /><span class="postbody">"Yaa... tak apa... pancut dalam mulut Imah... ohhh laju lagiiii"Sambil tangannya merocoh balak Seman. </span><br /><span class="postbody">"Ummmm yaaa aku mau pancuttttt nie" Cepat-cepat Muthu pegang pangkal balaknya dan bergegas menyuakan balaknya kedalam mulut Imah. Secepat itu juga Imah menangkap balak itu ke dalam mulutnya dan terus menghisapnya dengan kuat. Sekali hisap sahaja Muthu terus memancutkan air nikmatnya ke dalam mulut Imah. Panas berdecut-decut. Imah berusaha menelannya secepat mungkin agar tidak menyekat pernafasannya. </span><br /><span class="postbody">Pelik juga apabila Atan melihat emaknya bagai meminum air kencing orang tu. Lahap sekali. </span><br /><span class="postbody">Di kala itu Seman mula mengambil alih tempat Muthu memasuki lubang nikmat Imah dan mula menghenjut. </span><br /><span class="postbody">"Ohhhhh emmm" Imah mengerang. Muthu jatuh terlentang disisi. </span><br /><span class="postbody">Atan melihat zakar hitam itu terlentuk tetapi masih lagi besar, jauh lebih besar daripada kawannya yang terlentang sebelah sana. </span><br /><span class="postbody">Kali ini Imah menumpukan kepada lelaki yang menyetubuhinya sekarang. Seman yang sedari tadi menahan pancutan maninya menghayun perlahan-lahan untuk mengawal dan bertahan. Imah yang menyedari masalah yang dihadapi oleh Seman mengambil peluang mengumpulkan tenaganya. Selang beberapa ketika Seman mula menghayun dengan baik. </span><br /><span class="postbody">"Hayun bang....ohhhh ..Imah pun nak pancut nieee uhhhh" Imah memegang lengan Seman yang tegak dikiri kanannya. Dia merasakan parut dilengan tersebut. Namun dia juga mesti berkerja keras. Dia merasakan bahawa dia juga kian hampir untuk klimeks. Ponggongnya di goyangkan. Pantatnya kuat cuba mengemut balak yang sedang menerjah kian laju. </span><br /><span class="postbody">Suki bangun melihat perlawanan antara Imah dengan Seman. Tangannya mula merocoh balaknya yang kini kelihatan keras semula. Mahu tak mahu dia mesti merasa cipap tembam ni malam ni. </span><br /><span class="postbody">"Yaa emm yaaa sikit lagii laju..laju.. aaaaa Imah pancuuuuuuuut nieee" </span><br /><span class="postbody">"Oh ! Ahh! " Seman mencabut balaknya lalu dilepaskan air maninya di atas perut Imah. Memancut-mancut. Imah menghulur tangan tolong merocoh balak yang sedang memancutkan air mani hangat ke atas tubuhnya itu. Banyak dan pekat. </span><br /><span class="postbody">"Ini bukan air kencing" fikir Atan. Dia merasakan zakarnya dalam seluarnya keras. Tangannya meramas zakarnya perlahan-lahan. Sedap juga. Rasa semacam. </span><br /><span class="postbody">Imah merebahkan kepalanya ke bantal semula. Dia menarik nafas panjang. Seman jatuh ke atas lantai. Terlentang. Air mani Seman meleleh tak tentu hala di atas perut Imah. Perlahan-lahan Imah mengambil selimut di sebelahnya lalu dilapkan air mani itu. </span><br /><span class="postbody">"Kak, saya sekali?' tanya Suki. </span><br /><span class="postbody">Imah merenung mata juling Suki yang mukanya masih lagi ditutupi oleh topeng ski. Pandangan Imah beralih ke arah jam di dinding yang menunjukkan 9.30 malam. Atan akan balik jam 10.00. Masih sempat fikirnya. </span><br /><span class="postbody">"Sekali je tau" Sambil membuka kangkangnya. </span><br /><span class="postbody">Suki membetulkan kedudukannya dan menekan balaknya hingga ke pangkal dengan sekali tekan sahaja. </span><br /><span class="postbody">"Oh!" keluh Imah. Dia Cuma menahan sahaja. </span><br /><span class="postbody">Suki mula menghayun. Perlahan pada mulanya tetapi tidak lama. Sekejap sahaja Suki mula menghayun laju. </span><br /><span class="postbody">"Jangan gelojoh" Imah menegur. </span><br /><span class="postbody">"Saya tak tahan kak... kakak kemut kuat sangat" </span><br /><span class="postbody">Imah tahu orang muda yang menyetubuhinya itu tidak akan bertahan lagi. </span><br /><span class="postbody">"Pancutlah, Akak tak apa..." Imah memberikan sokongan. </span><br /><span class="postbody">"Ohhhhhh ah" Suki mula memancut ke dalam rahim Imah. Dia tertiarap di atas badan Imah. </span><br /><span class="postbody">Seman dan Muthu bangun dan mengenakan seluar masing-masing. Imah terus terlentang di tengah katil. Perlahan-lahan Imah menolak Suki ke sebelah. </span><br /><span class="postbody">"Kawan dah nak balik tu" Bisik Imah. </span><br /><span class="postbody">"Terima kasih kak" </span><br /><span class="postbody">Imah melihat ke dalam mata juling Suki kemudian berpaling ke arah jam didinding. Suki juga bergegas mengenakan pakaiannya. </span><br /><span class="postbody">Seman datang meramas buah dada Imah. Muthu pula menyucuk dua batang jarinya ke dalam cipap Imah yang melelehkan air mani Suki ke atas cadar. Suki cuma memegang tangan </span><br /><span class="postbody">"Terima kasih kak". </span><br /><span class="postbody">Atan bersembunyi di dalam biliknya. Dia mendengar bunyi tapak kaki meninggalkan rumahnya. Dia melondehkan seluarnya. Mengeluarkan zakarnya yang besar panjang itu lalu mula merocohnya. Rasa sedap menyelinap seluruh urat sarafnya. Dengan keadaan berdiri tidak jauh dari pintu biliknya dia terus merocoh. Fikirannya seolah-olah melihat semula kejadian di bilik emaknya sebentar tadi.. Tangannya semakin kuat. </span><br /><span class="postbody">Imah bangun perlahan-lahan. Rasa lenguh pada tubuhnya khususnya di bahagian pangkal pahanya hilang apabila dia bangun berdiri. Air mani orang ketiga yang dipancutkan kedalam rahimnya kini meleleh ke pahanya. Dia menggerak-gerakkan badannya dengan senaman kiri dan kanan. Jam kini hampr pukul sepuluh. Sebentar lagi Atan akan balik. </span><br /><span class="postbody">Dengan bertelanjang bulat dia keluar. Dia tahu tualanya masih berada di ruang tamu setelah direntapkan oleh penceroboh tadi. Melangkah keluar sahaja dia melihat pintu rumahnya telah pun ditutup oleh orang tadi. Dia melihat tualanya selambak di tepi seti. </span><br /><span class="postbody">Ketika dia melalui bilik anaknya dia mendengar suara keluhan di dalamnya. Perlahan-lahan dia menolak pintu. Dengan mulut terlopong dia dapat melihat Atan berdiri dengan sedikit membongkok melancap balaknya yang besar panjang. Mata Atan terpejam rapat. </span><br /><span class="postbody">Imah tidak menyangka balak anaknya sudah menjadi begitu besar dan panjang. Hampir sama saiznya dengan balak suaminya. Tanpa disedarinya Imah melangkah masuk ke dalam bilik anaknya dan menghampiri anaknya.</span></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span class="postbody"><span lang="EN-GB">Atan masih boleh bayangkan bagaimana orang bertopeng itu memasukkan zakarnya yang hitam itu ke dalam cipap emaknya menyebabkan emaknya mengeluh dan mengerang sebagaimana keluhan yang selalu didengarinya apabila ayahnya ada di rumah. Tangan Atan mengurut balaknya lagi. Air pelincir yang keluar dari hujung balaknya kian banyak dan kerja melancapnya kian mudah. Tiba-tiba Atan terasa bahunya disentuh orang. Atan membuka matanya. Dia melihat emaknya yang masih bertelanjang bulat berada disisinya. </span></span><span lang="EN-GB"><br /><br /><span class="postbody">"Emak!" seru Atan sambil memeluk emaknya. Buah dada emaknya betul-betul berada di pipinya. </span><br /><span class="postbody">"Tak apa Tan.. tak apa" sambil membelai kepala anak tunggalnya itu. Dia membawa anaknya untuk duduk di birai katil. Atan cuma mengikut. </span><br /><span class="postbody">"Dah lama ke Atan balik?" Atan menganggukkan kepalanya. </span><br /><span class="postbody">"Cikgu tak jadi adakan kelas pada malam ini. Cikgu Suzy tak dapat datang. Cikgu Jali hanya kutip yuran saja" Atan mendongak melihat wajah emaknya yang cantik, bermuka bujur sirih dan mulut sejemput. Emaknya masih lagi membelai rambutnya. Tangan Atan masih lagi memaut pinggang emaknya. Balaknya yang keras tadi kini mengendur tetapi masih lagi besar dan kembang. Kelihatan dihujung zakarnya masih meleleh air mani membasahi pahanya. </span><br /><span class="postbody">"Atan nampak apa yang berlaku dalam bilik emak tadi?" Atan menganggukkan kepala. "Siapa mereka tu?" "Entahlah emak pun tak tahu" walau pun dalam fikirannya Imah dah dapat mengagak siapa sebenarnya mereka bertiga tu. "Kenapa mereka datang ke rumah kita mak?" "Entahlah….eeer saja mereka nak berseronok dengan emak" "Berseronok?" Atan hairan. "A aa, berseronok… orang dewasa ni berseronok dengan cara mereka sendiri" "Mak tak apa-apa?" "Tak eh.. err mak pun berseronok juga" "Tapi kenapa mereka pakai topeng" </span><br /><span class="postbody">"Sebab…sebab mereka cuma nak berseronok dan tak mahu kita kenal dia" "Peliknya" </span><br /><span class="postbody">"Tak pelik tetapi itu mungkin cara mereka" Perlahan-lahan Imah memegang zakar anaknya. "Boleh tak Atan rahsiakan kejadian malam ni?" tangannya mula merocoh zakar anaknya. </span><br /><span class="postbody">Atan mengeluh sambil matanya terkebil-kebil melihat muka emaknya. </span><br /><span class="postbody">"Atan janji Atan tak akan beritahu sesiapa" Janji Atan sambil tunduk melihat tangan emaknya membelai kepala zakarnya. </span><br /><span class="postbody">"Sesiapa saja?" tanya Imah. </span><br /><span class="postbody">"Sesiapa saja" jawab Atan. </span><br /><span class="postbody">"Walau pun kepada ayah?" </span><br /><span class="postbody">"Walau pun kepada ayah" </span><br /><span class="postbody">Imah terus merocoh balak anaknya. Tangan Atan mula bermain dengan buah dada emaknya. </span><br /><span class="postbody">"ooohhh" bunyi suara Atan. </span><br /><span class="postbody">"Sedap?" tanya emaknya. </span><br /><span class="postbody">"Emmm yaaa". </span><br /><span class="postbody">Imah bangun. </span><br /><span class="postbody">"Atan baring biar emak tolong lancapkan" </span><br /><span class="postbody">Atan mengikut perintah emaknya bagaikan di pukau. Hatinya seronok dan berdebar-debar. Imah mula merocoh kembali balak anaknya. Atan cuma mengangkat kepala di atas bantal untuk melihat perilaku emaknya. Perlahan-lahan dia lihat emaknya menunduk dan memasukkan zakarnya ke dalam mulut. Hangat. Nikmatnya. </span><br /><span class="postbody">"Ahhhhh Ummmmm" Keluh Atan. </span><br /><span class="postbody">Emaknya terbongkok-bongkok menghisap zakarnya. Tangannya masih lagi merocoh ke atas ke bawah di bahagian pangkal zakarnya. Atan mula memegang kepala emaknya. Sesekali Atan merasakan emaknya menjilat buah zakarnya hingga sampai ke lubang duburnya. Terangkat-angkat ponggong Atan dibuatnya. </span><br /><span class="postbody">"Sedap" Tanya Imah lagi sambil tangannya terus merocoh balak anaknya. Dia tersenyum melihat muka Atan yang turut senyum dan menggangukkan kepalanya kemudian melopong keenakan. </span><br /><span class="postbody">"Ohh, mak Atan rasa semacam niieee" tiba-tiba tubuh Atan menegang. </span><br /><span class="postbody">Imah dengan cepat memasukkan balak anaknya ke dalam mulutnya dan ketika itu Atan memancut air mani pertama dalam hidupnya. Banyak. Pekat. Imah terus merocoh balak sambil terus menghisap kepala balak anaknya itu.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal"><span class="postbody"><span lang="EN-GB"><span style=""> </span>Di kedai Muthu dengan pintu tertutup masih kedengaran suara orang berbual di dalamnya. Kalau tadi lampunya gelap tetapi kini lampu terpasang. Muthu menyangkut topeng hitam di belakang kaunter kedainya. Dia mengambil tiga botol minuman lalu membukanya dan membawa kepada Seman dan Suki. </span></span><span lang="EN-GB"><br /><span class="postbody">"Dey, aku sudah cakap aa, itu pompuan kan hebat punya"sambil duduk di sebalah Seman dan Suki. Suki tersandar keletihan. Matanya dipejamkan tidak tahu apa nak cakap lagi. </span><br /><span class="postbody">"Memang dia hebat, aku jadi tak tahan dengan kemutannya"Sahut Seman sambil meminun minuman yang ada dihadapannya. </span><br /><span class="postbody">"Aku rasa seluruh perempuan perumahan ini yang kita projek, dialah yang paling best" Sampuk Suki sambil membuka matanya. </span><br /><span class="postbody">"Apa kata kita projek dia sekali lagi" Cadang Muthu. </span><br /><span class="postbody">"Kau nak mampus ke Muthu, itu melanggar pantang larang kita berprojek" </span><br /><span class="postbody">"Yalah Muthu, kau sabar ajelah, aku tak mahu kita kena tangkap" balas Suki menyokong pendapat Seman. </span><br /><span class="postbody">Malam itu Atan tidur dengan nyenyak. Selepas dia memancutkan air mani pertamanya, emak buatkan air dan selepas minum, emak lancapkannya lagi sekali sebelum dia tidur. Ketika Imah masuk biliknya, hidungnya mencium bau air mani seluruh bilik. Imah terus sahaja naik ke katil. Keletihan. Mungkin terlalu banyak seks untuk satu malam atau satu hari. Dalam terlanjang bulat Imah terlena mimpikan suaminya. Imah tidak keluar rumah selama dua hari. Dia tidak pergi ke kedai Muthu. Kebetulan pula bekalan hariannya masih mencukupi. Atan pula sibuk dengan kerja sekolahnya. </span><br /><span class="postbody">Pada sebelah malamnya Atan akan ke kelas tambahan dan pada sebelah petang Atan sibuk dengan kerja sekolah yang lainnya. Cuma sebelum tidur dia meminta emaknnya melancapkannya beberapa kali. Imah tidak keberatan memenuhi keperluan anaknya. Perkara yang penting rahsia kejadian dia diceroboh oleh tiga orang itu tidak diketahui oleh sesiapa. </span><br /><span class="postbody">Muthu, Seman dan Suki kadang-kala berharap juga agar Imah datang ke kedai Muthu untuk membeli belah. Sekurang-kurangnya dapat juga mereka melihat tubuh yang paling best mereka pernah jamah tu. Pagi itu sebelum pergi sekolah Atan meminta emaknya melancapkannya sekali. </span><br /><span class="postbody">"Kenapa ni, selalu tak pernah pun minta buat macam ni sebelum pergi ke sekolah?" sambil tangannya membuka zip seluar anaknya yang masih duduk di meja makan. </span><br /><span class="postbody">"Benda Atan ni selalu keras dalam kelas, terutama ketika Cikgu Suzy mengajar" </span><br /><span class="postbody">Imah mengeluarkan balak anaknya yang mula hendak mengeras. </span><br /><span class="postbody">"Cikgu Suzy seksi, selalu Atan nampak seluar dalamnya ketika dia duduk. Dia pakai skirt pendek" </span><br /><span class="postbody">Imah mula menghisap zakar anaknya. </span><br /><span class="postbody">"Bila keadaannya bagitu, anu Atan pun keras, membonjol ditepi seluar" </span><br /><span class="postbody">Imah terus menyonyot zakar anaknya. Tangannya merocoh batang zakar yang besar itu. </span><br /><span class="postbody">"Lepas tu Cikgu Suzy selalu datang kat meja Atan. Atan rasa dia selalu tengok anu Atan. Atan rasa malu" </span><br /><span class="postbody">"Habis apa Atan buat" tanya emaknya. </span><br /><span class="postbody">"Atan tutup dengan buku, bila waktu rehat Atan akan me…me.." </span><br /><span class="postbody">"Melancap" </span><br /><br /><span class="postbody">"Ye.. melancap sampai keluar.. tapi susah… lambat keluar.. kalau mak buat sekejap sajaaaa… Ummm" </span><br /><span class="postbody">Atan mengangkat ponggongnya. </span><br /><span class="postbody">Imah tahu anaknya dah nak pancut. Dia mempercepatkan hisapannya. </span><br /><span class="postbody">"Ohhh.. makkkkkk" Atan pancut. </span><br /><span class="postbody">Imah terus menghisap dan menelan setiap titik air mani yang dipancutkan. Setelah reda, Imah membersihkan balak anaknya dengan lidahnya kemudian memasukkan balak tersebut ke dalam seluar. </span><br /><span class="postbody">"Dah, lewat nie, elok pergi sekolah cepat" Imah bangkit berdiri daripada melutut. </span><br /><span class="postbody">Membetulkan rambut anaknya dan mengucup dahinya. </span><br /><span class="postbody">"Jalan baik-baik, belajar rajin-rajin" </span><br /><span class="postbody">Atan melangkah keluar rumah. </span><br /><span class="postbody">Dilebuh raya, radio dua hala kedengaran. </span><br /><span class="postbody">"Hello 611 dan 640, sini 662 sila pindah rumah 3" </span><br /><span class="postbody">"662.. jangka sampai 1 jam lagi berhenti dihentian lebuh raya 69" </span><br /><span class="postbody">"611, aku dah tak sabar lagi, over" </span><br /><span class="postbody">"640, roger" </span><br /><span class="postbody">Imah masuk ke dalam mengenakan jeans ketat dengan baju T hitam. Dia perlu ke kedai Muthu. Keperluannya sudah habis. Lagi pun dia terasa gian nak lihat muka Muthu. Dia pasti malam tu adalah Muthu dan kekawannya. Dia nak goda Muthu pagi-pagi buta nie. Imah membawa bakul plastiknya, mengunci pintu dan berjalan ke kedai Muthu. Dalam berjalan itu, Imah teringat panggilan talipon dari suaminya bertanyakan tentang projeknya dengan Rosli dan Kutty. </span><br /><span class="postbody">"Suka hati abanglah" jawab Imah. </span><br /><span class="postbody">"Imah ikut saja" sambungnya lagi. </span><br /><span class="postbody">Suaminya tak beritahu bila cuma ketawa saja mendengar jawapan Imah. Pelik punya laki. Tapi Imah suka dengan sikapnya, layanannya. Imah bahagia. Imah melangkah longkang untuk cepat sampai ke kedai Muthu. Kalau lewat ramai pulak orangnnya. Apabila dia sampai kelihatan dua orang pemuda sedang membeli rokok. Melihat Imah datang mereka mensiut-siut pada Imah. Imah buat dek aje. </span><br /><span class="postbody">"Dei," seru Muthu, bergegas keluar dari kedainya. </span><br /><span class="postbody">"Apalah kamu bikin nie" </span><br /><span class="postbody">Imah melihat Muthu berkain putih dan berbaju pagoda putih sahaja. Dia lihat Muthu memegang baju anak muda tu. </span><br /><span class="postbody">"Apa ni bang.. apa nie??" </span><br /><span class="postbody">"Lu kacau itu isteri orang lah.. mahu kena budak nie" sambil menampar muka budak tu sekali dua. </span><br /><span class="postbody">"Maaf bang… ampuunn" </span><br /><span class="postbody">"Dah berambus kauuu" </span><br /><span class="postbody">Budak dua ekor itu mencanak lari. </span><br /><span class="postbody">"Kurang ajar punya budak.. ganggu isteri orang cit" </span><br /><span class="postbody">Imah mendekati Muthu. </span><br /><span class="postbody">"Terima kasih abang Muthu" </span><br /><span class="postbody">"Tidak apa… budak sekarang nie banyak jahatlah" </span><br /><span class="postbody">Muthu masuk ke dalam kedai. Imah mengikut dari belakang. </span><br /><span class="postbody">"Cik mahu apa hari ini?" Matanya mula menjelajah ke atas dan ke bawah tubuh Imah. Imah buat-buat tak tahu sahaja tingkahlaku Muthu. Dia lalu di hadapan Muthu sambil menggeselkan ponggongnya kebahagian balak Muthu. Kemudian dia menonggeng mencari bawang di tingkat bawah rak. Muthu jadi serba salah. Balaknya menegang di dalam kain. Dia merapatkan balaknya ke ponggong Imah yang sedang menonggeng. </span><br /><span class="postbody">"Cik mahu bawang ka?" </span><br /><span class="postbody">"Bawang saya dah ada, pisang ada tak?" </span><br /><span class="postbody">"Pisang apa cik?" Dia mula menggesel balaknya ke ponggong Imah. </span><br /><span class="postbody">Imah tetap seperti mencari sesuatu di rak. Dia dapat merasakan balak Muthu mengeras di atas rekahan ponggongnya. </span><br /><span class="postbody">"Emm pisang Muthu dah keras tuu" </span><br /><span class="postbody">"Ayoyo, Cik mahu pisang ke mahu balak?" </span><br /><span class="postbody">"Balak pun Muthu ada?" Imah mula berdiri. </span><br /><span class="postbody">Muthu mula mendekat lagi. Tangannya mula menjamah pinggang Imah. </span><br /><span class="postbody">"Besar ke balak Muthu?" </span><br /><span class="postbody">"Ayoyo…. Cik tara ingat ka… itu malam saja henjut sama cik juga?…Oppps" Muthu sedar dia tersalah cakap. </span><br /><span class="postbody">Imah berpusing mengadap Muthu. Tangannya segera meramas buah zakar Muthu. Dia genggam kuat-kuat. </span><br /><span class="postbody">"Jadi kaulah yang buat kerjakan aku malam tu ye?" </span><br /><span class="postbody">"Ayoyo… sudah salah cakaplah… ayooyoo ampun kak.. ampunn" </span><br /><span class="postbody">"Sekarang kau cakap siapa lagi yang dua orang tu" tangannya terus meramas buah zakar Muthu dengan lebih kuat lagi. </span><br /><span class="postbody">"Ayoyooo sakitlah cik… ampuunnnn. Itu Dajal dua orang hah …sakittttt cikkkkk… itu Seman dan Suki juggaaaa aduhhhhh" </span><br /><span class="postbody">Imah cuma tersenyum. Dia memang dah syak dah memang budak dua ekor tu yang selalu main dam di depan kedai ni. Dia cam benar parut di lengan Seman dan mata juling si Suki. </span><br /><span class="postbody">"Siapa lagi kau projekkan kat perumahan ini.. cakap.." </span><br /><span class="postbody">"Itu… aduhhhh ayo ma .. ayo pa…. Tijah…. errr Lina… emm Kak Tom.. Agnes…" Muthu sebut hampir semua isteri atau anak dara penghuni perumahan di situ yang bawah tiga puluh tahun termasuk Cikgu Suzy. </span><br /><span class="postbody">"Kau nak aku repot kat *****" </span><br /><span class="postbody">"Tak mahu cikk tolong cekkk jangan" </span><br /><span class="postbody">"Kalau tak mahu.. mulai hari ini kau dengar cakap aku faham??" </span><br /><span class="postbody">"Ya chekkk.... aduuhhh tolong lepas cekkk" </span><br /><span class="postbody">"Kau suka tak projek dengan aku malam tu?" Imah lepas buah zakar Muthu perlahan-lahan. </span><br /><span class="postbody">"Best Cekk… cik cukup best" </span><br /><span class="postbody">"Kalau gitu kau nak lagi tak lain kali?" </span><br /><span class="postbody">"Mahu cekk" </span><br /><span class="postbody">"Kalau mahu, aku tak mahu kau buat projek lagi. Kau datang bila aku panggil saja.. boleh...!" </span><br /><span class="postbody">"Boleh cekk" </span><br /><span class="postbody">Imah mula meggosok zakar Muthu yang telah mengecut semula. </span><br /><span class="postbody">"Ohhh"Muthu mengeluh. </span><br /><span class="postbody">"Cekkk.. itu Seman sama Suki apa macamm?" </span><br /><span class="postbody">"Mereka datang bila aku suruh saja, faham" </span><br /><span class="postbody">"Faham cekk" </span><br /><span class="postbody">Imah dapati balak Muthu dah mengeras semula. Imah menyelak kain Muthu. Sial punya Muthu tak pakai seluar dalam. Imah memegang balak Muthu dan merocohnya beberapa kali. Kepala balak Muthu mengembang berkilat. Dia dah memang kenal benar dengan balak tu. Balak tu dak meruduk lubang nikmatnya dan pernah pancut dalam mulutnya. </span></span></p> <p class="MsoNormal"><span class="postbody"><span lang="EN-GB">Tangan Imah merucuk balak tu beberapa kali lagi. Imah cuma senyum. Bukan dia tak steam dengan balak tu tapi saja mahu ajar si Muthu. </span></span><span lang="EN-GB"><br /><span class="postbody">"Dah lah tu…" Imah melepaskan balak yang sedang tegang. </span><br /><span class="postbody">"Ayoyo kak tolong lah" </span><br /><span class="postbody">"Tak boleh… aku nak cepat ni.. sekejap lagi suami aku balik… anak aku balik.. nak makan" Imah mengambil raganya yang telah diletakkan di atas lantai sejak dari tadi. </span><br /><span class="postbody">"Akak.. tolonglah sudahkan" </span><br /><span class="postbody">"Lain kali aku bagi.. hari ini . nah ini senarai barang-barang yang aku mahu" </span><br /><span class="postbody">Muthu tergesa-gesa mengambil senarai, menjatuhkan kainnya dan bangun mencari barang yang dikehendaki. </span><br /><span class="postbody">"Citt, baru nak syok dah tak jadi" </span><br /><span class="postbody">Imah cuma senyum memerhati gelagat Muthu. Di lebuh raya sebelah rumahnya kelihatan 3 buah lori berhenti. Pemandunya yang sasa-sasa belaka kelihatan turun. Seorang daripadanya, Jimi suami Imah, membawa beg menuju ke rumahnya<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal"><span class="postbody"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">Imah berjalan meninggalkan kedai Muthu. Di tangannya ada bakul yang penuh dengan barang-barang keperluan. Hatinya seronok kerana Muthu tidak mengambil sebarang bayaran kali ini.<br />"Terimalah sebagai tanda terima kasih saya" Kata Muthu.<br />Mengingat itu semua Imah rasa nak tergelak. Berbaloi juga dia mengangkang pada pada malam itu walau pun secara paksa. Hadiah sebakul ini bukanlah seberapa sangat dan dia pun tidak pernah bercadang untuk mendapatkan habuan dengan menahan tubuhnya untuk dihenjut orang. Dia bukannya pelacur yang memberikan perkhidmatan untuk bayaran tertentu. Sekurang-kurangnya bukan lagi setakat ini.<br />Atan melangkah masuk ke dalam kelas selepas perhimpunan pagi. Guru besar mengingatkan kepentingan bahasa Inggeris kepada pelajar khususnya kepada mereka yang akan menghadapi UPSR. Atan merasa bersemangat untuk belajar bahasa tersebut bersungguh-sungguh. Mungkin dia perlu lebih rapat lagi dengan Cikgu Suzy.<br />Hari ini Cikgu Suzi memakai skirt longgar dan kembang. Atan merasa lega sebab tidaklah menampak tubuh badannya yang seksi tu. Kalau dalam kelas tidaklah anunya bangun mencanak dalam seluar. Walau pun begitu, hari ini tentu berbeza. Hari ini tentu dia boleh mengawal keadaan. Selain Cikgu Suzy tidak memakai skirt ketat dan pendek yang selalu di pakainya, dia juga telah dilancapkan oleh emaknya pagi tadi. Emaknya telah mengeluarkan air maninya sebelum dia ke sekolah lagi. Mungkin itu<br />langkah terbaik yang diambilnya. Harapnya tindakan itu berjaya mengawal keadaan.<br />Atan membuka buku sekolahnya sambil duduk di meja, menanti guru yang begitu memberi kesan kepadanya atau kepada anunya. Cikgu Suzy. Imah memnbelok masuk ke rumahnya. Dia melihat pintu rumahnya terbuka dan ada kasut di tangga. Secepat itu jua dia perasan kasut itu antaranya adalah kasut<br />suaminya. Terasa cipapnya berdenyut. Dua hari dia tidak mengena balak selepas suaminya meninggalkannya hari itu dan selepas Muthu dan gangnya membuat operasi malamnya. Kecuali dia menghisap balak anaknya Atan setiap malam dan pagi tadi. Semua itu mengecewakan cipapnya kerana dia tidak mendapat kepuasan yang sepatutnya. Gurauan dengan Muthu pagi ini menambahkan lagi giannya kepada balak lelaki. Dia mempercepatkan langkah.<br />"Hai" sapa Imah apabila menjenguh ke pintu. Jimi suaminya mendapatkannya dan terus mengambil bakul di tangannya. Imah terus memeluk suaminya dan memberikan kucupan hangat, mesra dan penuh kasih sayang. Jimi membimbing isterinya ke dalam sambil meletakkan bakul di atas meja makan di hadapan pintu biliknya. Apabila di dalam bilik Imah merentap tuala yang dipakai oleh Jimi.<br /><br />"Imah rindukan abang" terus mlutut dan menghisap balak Jimi yang sudah pun tegang.<br />Tanpa disedari oleh Imah bahawa bersama suaminya tadi di ruang tamu duduk Kutty dan Rosli. Perlahan lahan Rosli bangun dan menutup pintu rumah yang ditinggalkan ternganga. Kemudian dia duduk semula. Kutty hanya tersenyum melihat telatah Jimi dan Imah. Dari luar mereka boleh mendengar suara Jimi mengerang kesedapan.<br />"Ohh sayang…hisap lagi…emmmm"<br />Rosli mula membuka seluarnya. Di keluarkan balak 6 incinya dan mula merocoh perlahan-lahan. Perbuatannya diikuti oleh Kutty. Balaknya yang lapan inci dengan lilitan tiga inci setengah itu diurut perlahan-lahan. Jimi mengangkat Imah daripada melutut. Dia membantu membuka T-shirt hitam dan bra. Imah pula dengan cepat menanggalkan jean ketatnya dan meloloskan pentiesnya yang juga berwarna hitam. Terserlah tubuh montok, putih, gebu dengan buah dadanya yang bulat besar dan tegang. Jimi memeluk isterinya erat dan mengucup bibir Imah. Tangannya mula meramas cipap Imah yang membonjol tembam beberapa kali. Kemudian memasukkan dua batang jari kasarnya ke dalam.<br />Imah mula membuka kangkangnya dan terus menyuakan cipapnya supaya terus diterokai dengan lebih dalam lagi. Tangannya juga terus merocoh balak suaminya yang cukup segenggam besarnya. Keras dan mula mengeluarkan air pelincir.<br />"Banggg…Imah nak ni" Pinta Imah.<br />Jimi cuma senyum. Tangannya meramas-ramas buah dada isterinya penuh jari. Imah memejamkan mata.<br />"Banggg…. Imah dah tak tahan nieee.. jom lah bang.." tangannya terus membelai dan merocoh balak Jimi.<br />Jimi menarik tangan isterinya keluar.<br />"Abang nak buat kat mana nie.."Imah mengikut keluar bilik. Tumpuannya masih pada balak suaminya yang keras berdenyut dalam tangannya.<br />"Imah…" seru Jimi perlahan.<br />Imah merenung muka suaminya lalu mengucup bibirnya.<br />"Apa banggg" manja dia memeluk suaminya dengan sebelah tangan sedang tangan sebelah lagi tidak pernah melepaskan balak yang digenggamnya. Tanpa disedarinya di membelakangkan Kutty dan Rosli. Ponggong yang bulat berisi itu bergegar apabila di ramas oleh Jimi beberapa kali sambil membuka rekahan bontotnya dengan jarinya. Menampakkan lobang bontot yang coklat kemerahan dan sekali sekala batas cipapnya yang menonjol diseliputi bulu halus.<br />"Imah.. kita ada tamu tu"bisik Jimi.<br />Perlahan-lahan Imah memusingkan tubuhnya. Tangannya masih lagi memeluk tubuh suaminya. Imah melihat dua lelaki bertubuh sasa betul-betul berada di belakangnya. Mereka juga bertelanjang bulat. Imah memerhatikan tubuh kedua lelaki itu yang sememangnya dia kenal sebagai sahabat karib suaminya. Cuma kali ini mereka tidak berpakaian. Cuma kali ini Imah dapat melihat balak mereka yang berjuntai besar dan panjang. Lebih-lebih lagi balak abang Kutty yang nampaknya sama besar dengan lengan anaknya Atan.<br />Tersirap darah Imah melihatnya. Imah juga melihat dada Rosli yang bidang dan sasa sementara dada Kutty yang bidang dan berbulu. Walau pun perut abang Kutty nampak boroi sedikit tetapi tidaklah seboroi perut Muthu. Imah melihat muka mereka yang senyum tetapi nafas mereka tidak menentu. Tangan masing-masing membelai balak masing-masing yang kelihatannya semakin tegang dan bertambah saiznya.<br /><br />"Malulah Mah .. banggg" Imah memeluk suaminya.<br />Rosli mengalih meja setti ke tepi. Ruang tamu menjadi luas dengan hamparan karpet sahaja.<br />"Mereka tu kan tetamu Imah yang istimewa dan kawan abang yang paling rapat" Jimi mengucup mulut isterinya "mereka dah lama gian nak merasa tubuh Imah"<br />Imah berpaling semula ke arah Rosli dan Kutty. Suaminya membelai buah dadanya sambil tangan sebelah lagi menepuk ponggong isterinya.<br />"Abang tak apa ke?"<br />Rosli mula meletakkan tangannya ke buah dada Imah yang bulat dan tegang lalu meramasnya perlahan-lahan. Kutty mula menjamah ari-ari Imah lalu meramas cipap Imah.<br />"Ohhhhh banggg" Imah melebarkan kangkangnya dan tangannya beralih ke balak Kutty yang berjuntai panjang dan balak Rosli. Jimi bagaikan mendorong isterinya ke depan dengan itu Imah mula melutut dan menjilat kepala balak Kutty. Dia terpaksa membuka luas mulutnya untuk memuatkan kepala balak yang besar itu. Sambil itu tangannya terus merocoh balak Rosli dan batang balak Kutty.<br />"Emmmm ya" keluh Kutty. Tangannya mula membelai rambut Imah. Rosli pula membelai buah dada Imah. Jimi pada ketika ini duduk di sofa sambil membelai balaknya yang tegang. Inilah pertama kali dia melihat isterinya bersama lelaki lain.<br />Ghairahnya bukan kepalang. Imah beralih daripada balak Kutty kepada Rosli dan seterusnya bertukar ganti.. Kucupan dan kulumannya bersungguh-sungguh menyebabkan mereka berdua hilang punca. Kutty kemudiannya merebahkan Imah di atas karpet. Tangannya terus meramas buah dada dan cipap Imah. Imah mengerang dan mengeluh namun hisapannya terhadap balak Rosli diteruskan.<br />Dengan menolak kangkang Imah supaya lebih luas lagi. Kutty menyembamkan mukanya ke cipap Imah. Lidahnya meneroka setiap lipatan cipap yang kian berair. Giginya sesekali menggigit halus kelentit Imah yang tersembul. Imah berdengus dan mengangkat ponggongnya sambil menarik rambut Kutty lebih kemas ke celah kangkangnya. Kutty kemudian menggunakan jarinya untuk terus menerokai cipap Imah. Satu. Dua dan tiga batang dijoloknya. Lidahnya terus menjilat setiap lelehan<br />yang dikeluarkan oleh Imah.<br />"Ahhh uoghhhh emmmmmm" Imah mengerang. Ponggongnya terus terangkat-angkat. Hisapannya terhadap balak Rosli kian menjadi-jadi.<br />"Awwww eghhh ohhhhh yaaa hisap lagi Mah.. hisap kuat lagiiiiiiiiiiiemmmmm!!!!"<br />Jimi terus memerhati gelagat yang sedang berlaku di depan matanya. Tangannya terus membelai balaknya yang tegang tidak terhingga itu. Tiba-tiba Imah melepaskan balak yang sedang dihisapnya.<br />"BanggggggImah nak pancut bangggggg aghhhhhhh yaaaaaa!!!!!!!"<br />Kutty terus menghisap walau pun merasakan kehangatan pancutan Imah ke mukanya. Rasa cipap yang lemak masin itu tiba-tiba bertukar lebih masin dari tadi. Jari-jemarinya dapat merasakan yang cipap Imah sudah cukup berair kini. Perlahan-lahan dia membengahkan mukanya. Melipat paha Imah ke dada dan dia menjunam sebagai harimau menggeliat. Balaknya yang besar, panjang dan tegang itu disuakan ke mulut cipap Imah yang licin. Imah mengangkat kepalanya. Tangan kirinya terus merocoh balak Rosli. Tangan kanannya menyambut balak Kutty yang sedang mencari sasaran. Dengan mata kuyu dia merenung ke dalam mata Kutty.<br />"Bang perlahan ye bang". Kutty cuma tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Imah memandu kepala balak Kutty yang hampir sebesar telur ayam itu ke cipapnya. Di tonyoh-tonyoh ke atas dan kebawah beberapa kali mempastikan kepala yang licin berkilat itu cukup pelincirnya. Kemudian diletakkan betul-betul ke mulut cipapnya. Kutty bagaikan mengerti, mula menolak perlahakan-lahan.<br />"Ohhhhh besarnya bangggggg" Imah merasakan cipapnya terbuka. Bibir cipapnya tertolak ke dalam.<br />"Ughhhhhh….tekan slow sikit bang" Balak Kutty terus mendalami ke lubang nikmat Imah. Lama Imah rasakan dan masih menikam bagaikan sampai ke perutnya. Imah menggigit bibir.<br />"Aghhhhh uhhh" Tangan Imah meraba balak yang tersumbat penuh dalam lubang nikmatnya itu. Masih ada bakinya lagi.<br />"Abang tarik dulu bangg"<br />Kutty menarik separuh keluar.<br />"Ohhhhhhhh!!!!!" Keluh Imah..<br />"Tekan semula bang…yaaa…emmmm sampai habis bangg ouuuuuuu.. emm"Tangan Imah yang membelai kelentitnya dapat merasakan bulu lebat Kutty menyentuh belakang tangannya.<br />"Oh yaaaaaa…emmmm" Imah mula boleh menyesuaikan dengan tetamu yang padat ke lubang nikmatnya itu. Dengan itu dia mula menghisap semula balak Rosli yang sedari tadi dalam genggamannya sahaja.<br />Kutty mula menghayun menolak dan menarik dengan tempo yang sederhana.<br />"Ketatnya…Imah punya ni" sambil tangannya meramah buah dada Imah dengan sebelah tangannya. Jimi bergerak ke sisi Imah. Dia pun menyuakan balaknya untuk dibelai oleh isterinya.<br />Atan menunggu lama dipintu bilik guru. Dia dipanggil oleh Cikgu Suzy. Beberapa minit kemudian Cikgu Suzy keluar.<br />"Atan nanti tunggu Cikgu… kita balik sama emmm cikgu ada hal nak cakap dengan Atan" Atan cuma menganggukkan kepalanya. Di kedai, selang beberapa puluh meter dari rumah Atan. Muthu berbincang dengan Suki dan Seman.<br />"Itu pompuan yang kita projekkan sudah tahu sama kita. Dia kasi warning jangan kasi projek sama dia lagi. Kalo mahu nanti dia akan kasi tahu boleh ka, tadak boleh ka"<br />"Sapa yang bagi tahu ni" Sampuk Seman.<br />Muthu diam sebab dia yang menyebabkan Imah tahu mengenai mereka.<br />"Tapi, kita jangan risau sebab dia tak akan kasi tahu sesiapa punya.. itu dia cakap pagi ini sama aku" sambung Muthu. Perbincangan terhenti apabila Muthu ada pelanggan. Tijah dan Kak Tom.<br />"Apa macam Kak Tomm, Cik Tijah mahu apa pagi ini" Tanya Muthu mesra.<br />Seman dan Suki memerhati kedua perempuan itu dari hujung mata sambil bermain dam. Kedua-dua perempuan itu telah mereka projekkan. Mereka tahu buah dada Kak Tom bulat dengan putingnya hitam menonjol. Bulu Kak Tom lebat dan panjang hampir menutup mulut cipapnya. Tijah pulak buah dadanya sederhana. Putingnya tidak begitu gelap. Bulu pantatnya sedikit dan ditrim rapi. Malam mereka projekkan Tijak, Seman masih ingat lagi yang dia yang menjilat cipap Tijah sehingga Tijah klimeks dua kali berturut-turut.<br />Melihat ponggong Kak Tom dan Tijah menyebabkan Suki, Seman dan Muthu sendiri terbangkit nafsunya. Mungkin pantang mereka untuk tidak mengulangi projek kepada orang yang mereka telah projekkan itu perlu dipertimbangkan semula. Kak Tom dan Tijah memilih sayur dan ikan dengan layanan mesra dari Muthu. Di rumah Atan kedengaran nyaring suara ibunya yang mengerang dengan suara yang meninggi " laju lagi bangggg Imah pancuuuuuuuuut nieeeeeeeee"<br />Di sekolah Atan memikirkan mengenai Cikgu Suzi yang selalu menyebabkan balaknya bangun. Mungkin sampai masa dia pun turut berseronok sebagaimana orang dewasa berseronok. Macam emaknya berseronok. Mungkin dan semuanya mungkin…</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">Atan <span class="postbody">melangkah laju menuju bilik air. Kali ini Cikgu Suzi merangsangnya lagi. Duduk di atas mejanya dengan skirt singkat hampir ke pangkal sambil memberikan penerangan kepada pelajar lain. Balak Atan benar-benar mencanak keras. Langkahnya makin laju untuk ke bilik air. Masuk sahaja Atan terus mengeluarkan balaknya. Dengan meludah ke tapak tangannya dia mula melancap. Dia tak tahan melihat paha putih Cikgu Suzi. Dia bayangkan bagaimana dia melihat ibunya berseronok dengan lelaki bertopeng dan dia bayangkan bagaimana Cikgu Suzi memintanya untuk berseronok sebagai mana ibunya berseronok dengan orang bertopeng tempoh hari. Atan dapat merasai yang air maninya akan terpancut bila-bila masa sahaja. </span><br /><span class="postbody">"Uhh yaaaaahhh Uhhhhhh" Ketika itu air maninya terpancut deras ke dalam lubang tandas. Ketika itu juga dia merasakan tangan kasar di atas bahunya. Dengan muka pucat dia berpaling. </span><br /><span class="postbody">Guru Disiplin Mr. Sarvan Singh berdiri tegak dibelakangnya. Rupanya dalam nak cepat tadi dia lupa untuk menutup pintu tandasnya. </span><br /><span class="postbody">"Atan apa bikin?" </span><br /><span class="postbody">Belum sempat Atan menjawab Guru Disiplinnya menariknya keluar tandas. </span><br /><span class="postbody">"Ini salah tau Atan...sekarang mari ikut saya" Dengan mengenakan zip seluarnya Atan mengikut sahaja. </span><br /><span class="postbody">Gurunya membawanya naik ke kereta. Atan kebingungan. </span><br /><span class="postbody">"Sekarang bagi tau saya... mana rumah" Dalam keadaan takut Atan memberitahu alamat rumahnya. Mr.Sarvan Singh mula memandu. </span><br /><span class="postbody">"Ini kes eh ...saya mesti kasi tau sama itu ayah awak juga" </span><br /><span class="postbody">"Ayah saya tak ada di rumah" </span><br /><span class="postbody">"Ibu awak juga" </span><br /><span class="postbody">Atan diam sepanjang perjalanan ke rumahnya. </span><br /><span class="postbody">"Mana itu rumah?" </span><br /><span class="postbody">"Itu...yang hujung tu" </span><br /><span class="postbody">Mereka turun kereta, berjalan menuju ke arah rumah hujung yang kelihatannya sangat sunyi. </span><br /><span class="postbody">Imah menyiapkan basuhan pakaiannya lalu dimasukkan ke dalam bakul untuk dijemur diluar rumah nanti. Dia mengelap tubuhnya yang basah kuyup lalu melilitkan tuala ke tubuhnya yang montok. Ketika itu pintu rumah di ketuk. </span><br /><span class="postbody">"Siapa?" </span><br /><span class="postbody">"Mak, Atan!" </span><br /><span class="postbody">"Atan?" sambil bergegas ke pintu. Apa hal pulak Atan balik masa ni. </span><br /><span class="postbody">Imah membuka pintu. </span><br /><span class="postbody">Tersembul Atan di hadapan pintu dengan seorang Benggali yang tinggi dan sasa. Berpakaian kemas dan bertali leher. </span><br /><span class="postbody">Sarvan Singh melihat tubuh montok Imah yang hanya dibalut dengan tuala yang kecil. </span><br /><span class="postbody">"Maaf puan...saya ada hal nak bincang dengan puan mengenai anak puan" </span><br /><span class="postbody">"Err sila masuk" </span><br /><span class="postbody">Guru Disiplin masuk bersama Atan. </span><br /><span class="postbody">"Sila duduk cikgu..saya tukar pakaian sekejap" </span><br /><span class="postbody">Imah masuk bilik. </span><br /><span class="postbody">"Atan" Imah memanggil Atan masuk kebiliknya. </span><br /><span class="postbody">Atan masuk ke bilik emaknya </span><br /><br /><span class="postbody">Imah bertanya kepada anaknya perkara yang berlaku. Atan menceritakan satu persatu secara perlahan agar cikgunya tidak dengar di luar. </span><br /><span class="postbody">Imah meminta anaknya ke kedai Muthu dan jangan balik sehingga dia dipanggil. </span><br /><span class="postbody">"Cikgu duduk sebentar saya ada hal sedikit" Lalu Imah masuk ke dapur mencari akal sambil membuat air. </span><br /><span class="postbody">Cikgu Sarvan gelisah diluar, namun dia buat-buat tenang. Apa salah nya lagi pun Ibu Atan nampaknya boleh tahan seksinya. Sedang dia mengelamun tiba-tiba ada orang ketuk pintu. Imah bergegas keluar membukanya. </span><br /><span class="postbody">Imah nampak Rosli tercegak kat luar pintu. </span><br /><span class="postbody">"Abang!" Rosli tersengeh melangkah masuk lalu Imah mengunci pintu. </span><br /><span class="postbody">"Abang, ini Cikgu Sarvan ..Cikgu Atan" Rosli bersalam tetapi belum sempat dia duduk Imah menarik Rosli ke dalam rumah. </span><br /><span class="postbody">"Sebentar , Cikgu..." pinta Imah. </span><br /><span class="postbody">Pintu bilik Imah biarkan renggang. Dari ruangan terbuka tentu Cikgu Sarvan boleh melihat bahagian kaki sesiapa sahaja yang berbaring di atas katil dalam bilik itu. </span><br /><span class="postbody">"Apa hal, ni Mah?" tanya Rosli. </span><br /><span class="postbody">"Abang nak pakai Imah?" sambil memeluk pinggang Rosli. </span><br /><span class="postbody">"Yalah ..kalau tidak takkan Abang singgah ni" Sambil tangannya mula meramas ponggong Imah. </span><br /><span class="postbody">"Atan ada hal sikit kat sekolah, itu yang cikgu dia datang tu, mungkin akan dikenakan tindakan, Imah tak mahu Atan kena masalah di sekolah, nanti abang Jimi marah Imah pulak" Hurai Imah panjang lebar sambil tangannya mula menggosok balak Rosli yang sedang tegang. Tangannya mula membuka seluar Rosli. </span><br /><span class="postbody">"Habis Imah nak abang buat apa sekarang?" </span><br /><span class="postbody">"Abang buat apa yang abang datang nak buat dengan Imah, lepas tu abang ajak benggali kat luar tu buat dengan Imah pulak" </span><br /><span class="postbody">"Emmm ..abang faham" tangannya mula membuka pakaiannya dan Imah pula menanggalkan kainnya serta baju yang dipakainya. </span><br /><span class="postbody">Imah naik ke atas katil dan Rosli mula memainkan peranan. Dia jilatnya cipap Imah dan menghisap kelentit Imah. </span><br /><span class="postbody">"Auuuuh emmmm!" Imah mula mengerang. </span><br /><span class="postbody">Di luar Cikgu Sarvan masih membaca majalah yang ada dihadapannya. Pada fikirannya tentu Ibu dan bapa Atan sedang berbincang mengenai masalah Atan. Tiba-tiba telinganya mendengar bunyi Imah yang sedang mengerang. Dari pandangannya jelas kelihatan kaki ibu Atan sedang memaut kaki "suaminya". Cikgu Sarvan tidak tahu yang Rosli Cuma sahabat kepada bapa Atan. </span><br /><span class="postbody">Rosli menyetubuhi Imah dengan rakus. Mengetahui bahawa perbuatannya itu sedang diintip orang menambahkan lagi ghairah. Lagi pun dia dah dua hari dalam perjalanan membawa lori balak tak kena barang. </span><br /><span class="postbody">"Uh yaaa, kuat lagi bangggggg" Keluh Imah. </span><br /><span class="postbody">Cikgu Sarvan bangun dari tempat duduknya dan perlahan-lahan berjalan menuju ke pintu bilik Imah. Dia tahu benar yang Ibu Atan dan bapanya sedang melakukan </span><br /><span class="postbody">hubungan seks. Apabila hampir dengan pintu jelas dapat dilihatnya keseluruhan yang berlaku di atas katil. </span><br /><span class="postbody">Imah yang separuh pejam dapat melihat bahawa Cikgu Sarvan sedang mengintainya di pintu. Dia pun memberikan ransangan yang secukupnya bagi menambahkan keghairahan penontonnya. Di angkatnya kaki ke atas dan sekali sekali diangkatnya ponggong agar balak Rosli masuk dengan lebih dalam lagi. </span><br /><br /><br /><span class="postbody">"Yahhhhh, lajuuuu lagi banggg" Jerit Imah memandangkan dia kian hampir klimeks. Rosli bekerja keras, dia juga kian hampir dengan klimeksnya. Cikgu Sarvan mengurut balaknya yang panjang dan besar dalam seluarnya. Dia tak tahan melihat adegan yang jelas didepan matanya. </span><br /><span class="postbody">"OK bangggg pancut sekarangggggg" Pinta Imah. Rosli menekan sedalam-dalamnya ke dalam tubuh Imah. </span><br /><span class="postbody">"Yeahhhhhhhhh"Jerit Imah apabila merasakan pancutan demi pancutan yang dilepaskan oleh Rosli ke dalam rahimnya. </span><br /><span class="postbody">"Ahhhhhhhhhhh" Keluh Rosli. </span><br /><span class="postbody">Rosli cepat-cepat bagun setelah mencabut balaknya dari cipap Imah. Air maninya membuat keluar dari cipap Imah yang masih panas dek pancutannya. Cikgu Sarvan mula berundur berpaling ke arah kerusi semula tetapi ... </span><br /><span class="postbody">"Cikgu!" dia terdengar suara Rosli </span><br /><span class="postbody">Sarvan berpaling dan melihat Rosli masih berbogel dengan balaknya basah berjuntai. Sarvan terhenti ditengah ruang tamu. "Sekarang giliran Cikgu pulak" nyata Rosli </span><br /><span class="postbody">Sarvan terpinga-pinga. </span><br /><span class="postbody">Imah mendengar persilaan Rosli. Dia cepat-cepat bangun dan membersihkan dirinya dengan menggunakan tuala. Dia sedar Cikgu Sarvan dalam dilema sekarang. </span><br /><span class="postbody">Dia berdiri dipintu dengan tersenyum. "Sila cikgu" </span><br /><span class="postbody">"Tarak apa" jawab Sarvan. </span><br /><span class="postbody">Imah melangkah ke luar mendapatkannya. Buah dadanya yang besar dan tegang berunjut mengikut langkahnya. "Takkan cikgu setampan ini tak suka kepada perempuan" tangannya mula membelai balak Sarvan yang besar dan panjang dalam seluar. Imah membuka zip seluar Sarvan dan menyeluk ke dalam seluar dimana balak benggali itu sedang mengembang. </span><br /><span class="postbody">"Alat yang bagus nie" tangannya mula menggenggam balak yang besar dalam seluar yang sempit. </span><br /><span class="postbody">Tangan Cikgu Sarvan mula memeluk tubuh Imah. </span><br /><span class="postbody">"Bawak ke dalam Imah" Pinta Rosli sambil melangkah mengikut di belakang. </span><br /><span class="postbody">Di dalam Imah duduk di pinggir katil dan mula membuka seluar Sarvan. Tersembul keluar balak yang panjang dan besar. Rosli duduk disebelak Imah sambil membelai buah dada Imah. </span><br /><span class="postbody">"Tengok banggg besarnyaa" Imah mula merocoh balak Sarvan. Lalu dia mula menghisap kepala balak. Hanya kepala sahaja yang masuk ke mulutnya, yang lain diurutnya dengan tangan. </span><br /><span class="postbody">Selang beberapa kali mengisap kepala balak yang besar dan menjilat seluruh batangnya sampai ke buah zakarnya yang juga tidak kurang besarnya. Imah berundur ke atas katil. Dia mengambil sebiji bantar dan mengalasnya di bawah ponggong. Sarvan mengikut dengan balaknya keras berjuntai. </span><br /><span class="postbody">"Cikgu buat perlahan ye" Pinta Imah. </span><br /><span class="postbody">Sarvan cuma senyum sambil menyuakan kepala balaknya ke mulut cipap Imah. </span><br /><span class="postbody">Imah membuka mulut cipapnya dengan jari supaya kemasukan menjadi lebih mudah. Sarvan menekan kepala balaknya. Imah menggigit bibir. Tangannya diletakkan di paha Sarvan. </span><br /><span class="postbody">Sarvan menekan lagi. "Aughhhhh...besarnyaaaaaaa" jerit Imah. </span><br /><span class="postbody">Sarvan menarik sedikit, membiarkan Imah menyesuaikan diri. Rosli turut merangsang dengan menghisap buah dada Imah dengan rakus. </span><br /><span class="postbody">Imah menarik nafas, dia cuba releks otot cipapnya. Balak yang besar tu bagai ingin mengoyak cipapnya namun air mani yang banyak ditinggalkan oleh Rosli dalam rahimnya banyak membantu melicinkan kemasukan balak Sarvan. </span><br /><span class="postbody">Imah menganggukkan kepala kepada Sarvan menandakan yang dia sudah bersedia. Sarvan menarik sedikit balaknya. </span><br /><span class="postbody">"Emmmmmmm" rintih Imah. </span><br /><span class="postbody">Sarvan menekan perlahan-lahan ke dalam. </span><br /><span class="postbody">"Oooohhhhhhhhhhh auggg......aaaaahhhhhhhh yeaaaaahhhhh emmmhh" </span><br /><span class="postbody">Sarvan mula menyorong tarik dengan tempo yang perlahan. Tubuh Imah mula berenjut. Tangan Imah mula mencari balak Rosli di sebelahnya. </span><br /><span class="postbody">"Mari bang ohhh Imah hisappp uuuuhhhh" </span><br /><span class="postbody">Rosli menyuakan balaknya ke mulut Imah. Imah menghisapnya dengan rakus. </span><br /><span class="postbody">Sarvan menggunakan kesempatan yang ada dengan sepenuhnya. Dia tidak pernah merasa cipap Melayu, kini menikmatinya. Memang dia selalu kepingin merasai orang melayu tetapi dia takut. Kali ini dia akan menikmati habis-habisan. </span><br /><span class="postbody">Perubahan kedudukan dengan Sarvan terlentang dengan Imah menonggangnya pula. Imah dah klimeks sekali tetapi masih bertenaga untuk meneruskan. Rosli dapat melihat dengan jelas balak Sarvan keluar masuk ke dalam cipap Imah. Balak besar yang terpalit dengan lendiran putih masuk hampir keseluruhannya ke dalam cipap ketat Imah. Tangan kasar Sarvan meramah kedua buah dada Imah yang bergoyang di atas mukanya menyebabkan Imah hilang punca dan terus klimeks buat kali kedua dengan Sarvan. Imah tertiarap di atas dada berbulu Sarvan. Tangan kasar Sarvan berpindah ke ponggong Imah pula. </span><br /><span class="postbody">Rehat beberapa minit. Kedudukan berubah lagi. Kali ini doggie pula. Imah meninggikan ponggongnya untuk menerima hentakan padu daripada Sarvan. Buah dadanya yang bulat bergegar dan berayun setiap kali Sarvan menghentak masuk balaknya yang besar dan panjang itu. Tangannya menggenggam erat pada cadar yang tidak lagi menutup tilam empok tempat tidurnya dengan sempurna. </span><br /><span class="postbody">Tiba-tiba Imah melihat Rosli berada di hadapannya. Balaknya yang tegang mencanak di depan mata dekat dengan mukanya. Imah faham benar yang Rosli juga tidak tahan melihat dirinya dikerjakan oleh Sarvan dengan berbagai kedudukan. Masa berjalan begitu cepat. Sarvan masih lagi boleh bertahan walau pun Imah sudah kemuncak sebanyak tiga kali. </span><br /><span class="postbody">Imah mula menghisap balak Rosli bagai nak gila. Dia mahu Rosli pancut dalam mulut dia. Rosli memegang kiri kanan kepala Imah dan menghayunnya ke arah balaknya. Dia sempat senyum ke arah Sarvan sambil menahan nikmat. </span><br /><span class="postbody">"Ok Cikgu....kita pancut sama" cadang Rosli. </span><br /><span class="postbody">"OK..." jawab Sarvan. Dengan itu Sarvan menghayun dengan lebih laju dan dalam lagi. </span><br /><span class="postbody">Imah dapat merasakan yang kedua-dua balak yang meraduk tubuhnya hampir benar dengan klimeks. Dia menenangkan dirinya yang kini diluar kawalan lagi. Dia tidak lagi perlu bekerja keras Cuma menanti nikmat yang bakal dicurahkan ke dalam rongga tubuhnya sahaja. Dia sedar dia pun akan klimek bila-bila masa sahaja lagi. </span><br /><span class="postbody">Tiba-tiba "Ahhhhhh uhhhhh" keluh Sarvan. Pancutan demi pancutan dilepaskan ke dalam rahim Imah. Imah dapat merasakan kehangatan yang diberikan oleh Sarvan ke dalam rahimnya itu. Dia juga mengalami kenikmatan klimeks pada ketika yang sama tetapi tidak mampu berdengus kerana Rosli juga sedang memuntahkan lahar maninya ke dalam mulut Imah. Imah terpaksa bekerja kerana menelan setiap titik pancutan yang dilepaskan ke dalam mulutnya. Hidangan kegemarannya. </span><br /><span class="postbody">Sarvan terbungkam di atas belakang Imah. Imah tertiarap dengan kakinya masih lagi terkangkang. Dia merasakan balak Sarvan masih besar dalam cipapnya. Dia tidak peduli cuma dia inginkan oksigen untuk memenuhi rongga paru-parunya. Balak Rosli masih lagi digenggamnya seerat mungkin untuk menghabiskan sisa mani yang mungkin masih mengalir di dalam saluran kencingnya. Rosli tersandar ke kepala katil kelelahan. Imah dapat merasakan pelukan Sarvan dan tangan kasarnya </span><br /><span class="postbody">perlahan-lahan meramas buah dadanya yang terhimpit di atas tilam. </span><br /><span class="postbody">Perlahan-lahan Sarvan bangun dan mencabut balaknya yang lebik keluar dari cipap Imah. Membuak air mani keluar bersamanya meleleh ke atas tilam membentuk satu tompokan yag besar. </span><br /><span class="postbody">"Mana bilik air?" tanya Sarvan. Rosli memberi tunjuk arah dan Sarvan keluar bilik. Tangan Rosli membelai rambut Imah yang masih keletihan. </span><br /><span class="postbody">Imah bangun dan mengenakan kain sarungnya. Begitu juga dengan Rosli, dia mengenakan tuala. Kedua mereka bersandar di kepala katil. Apabila Sarvan masuk semula ke dalam bilik. Mata Imah tertumpu ke arah balak besar yang berjuntai antara paha Sarvan. </span><br /><span class="postbody">"Perkara apa yang cikgu nak bincang dengan saya?" tanya Imah. </span><br /><span class="postbody">Sarvan gamam seketika. Tidak mungkin dia akan mengatakan bahawa Atan telah melanggar disiplin di sekolah. Perlahan-lahan dia memungut pakaiannya dilantai dan mengenakan satu persatu. Akalnya memikirkan alasan yang baik untuk menghantar Atan ke rumah. </span><br /><span class="postbody">"Oh. itu Atan ....dia..tadi sakit kepala juga. Sebab itu saya hantarnya balik" Jawab Sarvan. </span><br /><span class="postbody">Imah senyum. Dia turun dari katilnya mendapatkan Sarvan. </span><br /><span class="postbody">"Terima kasih kerana menjaga Atan dengan baik"sambil memegang tangan cikgu Sarvan. </span><br /><span class="postbody">"Ohhh itu tak apa..er..saya kena balik dulu" Pinta Sarvan. </span><br /><span class="postbody">Imah mengiringinya ke pintu luar. Dia melihat Ckugu Sarvan masuk ke dalam kereta dan meluncur berlalu. Imah terus senyum dengan gelagat Sarvan. Sempat juga dia meramas ponggong Imah sebelum keluar rumah. </span><br /><span class="postbody">Imah masuk ke dalam rumah. Rosli masih bersandar di kepala katil. Imah menghampirinya dan mengucup bibir Rosli. 'Terima kasih bang, kalau tidak kerana abang entah apa yang terjadi pada Atan" </span><br /><span class="postbody">"Ah..abang pun tumpang seronok juga" </span><br /><span class="postbody">"OK sekarang abang nak Imah buat apa..Imah akan ikut semua kehendak abang" Sambil membuka tuala yang dipakai oleh Rosli. Tangannya terus membelai balak Rosli yang tidak bermaya. </span><br /><span class="postbody">"Jom ..mandi bersama abang" Imah Cuma mengikut Rosli dari belakang untuk ke bilik air. </span><br /><span class="postbody">Atan di kedai Muthu berehat di bawah pokok ceri melihat orang main dam. Sedang dia asyik itu dia sempat melihat Cikgu Sarvan lalu di jalan meluncur laju ke jalan besar. Terasa ingin dia balik ke rumah tetapi emaknya pesan supaya jangan balik sehingga di panggil. Dia mengeluarkan duit dalam poketnya lalu membeli ais kream daripada Muthu.</span><br /><span class="postbody">Setelah melumur tubuh dengan sabun Rosli meminta Imah menonggeng di lantai bilik air. Dia memasuki tubuh Imah dari belakang. </span><br /><span class="postbody">"Emmm" keluh Imah. Rosli menghayun. Imah menahan, buah dadanya berayun. </span><br /><span class="postbody">Setelah menyorong tarik lebih kurang lima minit, Rosli menarik keluar balaknya. Imah menoleh ke belakang. Rosli membuka lurah ponggong Imah, menyuakan kepala balaknya ke lubang dubur Imah. Imah tunduk, tangannya menyucuk ke dalam cipapnya biar jarinya bersalut lendir mani yang banyak terdapat di dalamnya. Di lumurkan cecair putih itu ke bukaan duburnya dengan memasukkan jarinya ke dalam lubang duburnya yang ketat. </span><br /><br /><span class="postbody">Rosli mula menekan. Ketat. Rosli menekan lagi. Imah releks menyebabkan duburnya memberikan laluan. Balak Rosli masuk, ketat, sebat sampai rapat. Dibiarkan tengggelam beberapa ketika. Imah menjerut kemutan duburnya. Rosli menggigit bibir. </span><br /><span class="postbody">"Ketat nie Imah. Jimie tak pernah masuk lubang nie ke?" </span><br /><span class="postbody">"Selalu jugak bang ...ohhh" </span><br /><span class="postbody">Imah menghayun ponggongnya . </span><br /><span class="postbody">"Su dan Shida bagi ke lubang belakang mereka bang" Tanya Imah mengenai isteri Rosli yang bernama Su dan Shida isteri Kutty. </span><br /><span class="postbody">"Kedua-duanya abang dah merasa cuma Imah sahaja yang abang dapat hari ini" </span><br /><span class="postbody">"Abang suka bontot Imah?" </span><br /><span class="postbody">"Abang memang kaki bontot" </span><br /><span class="postbody">"Emmm henjut kuat lagi bang....kenapa abang tak cakap ketika abang singgah selalu tuu" </span><br /><span class="postbody">"Abang takut Imah marah" Hayunan Rosli kian padat. Ponggong Imah yang gebu bergegar setiap kali dihentak oleh Rosli. </span><br /><span class="postbody">"Imah bagi punya sebab abang Jimie suruh Imah layan abang dan abang Kutty macam Imah layan diaaaaa emmmm bangggg" </span><br /><span class="postbody">"Imaaaahhhhh abang pancut nieeee" Rosli kejang. Balaknya memancut air maninya dalam ke rongga dubur Imah. </span><br /><span class="postbody">"Ya banggg bagi kat Imaaaaahh" Imah menjerut cincin duburnya sekuat mungkin agar Rosli menikmati duburnya sepenuhnya. Ketika itu Imah merasakan kehangatan pancutan mani dalam duburnya. Das demi das. </span><br /><span class="postbody">Setelah mandi dan berpakaian Rosli meminta diri untuk meneruskan perjalanannya. Apabila di tanya ke mana dia menjawab ke JB. Dia juga mengatakan yang di akan berjuma Jimie di JB nanti. </span><br /><span class="postbody">"Pestalah itu dengan Kak Shida di JB" Gurau Imah dengan merujuk yang suaminya Jimie dan Rosli akan melanyak Shida isteri Kutty di JB nanti. </span><br /><span class="postbody">"Imah pun bersedia sebab Abang Kutty dijangka sampai ke sini3 hari lagi dari Kuantan" pesan Rosli. Imah tahu benar yang Kutty seorang lagi sahabat karib </span><br /><span class="postbody">suaminya sekarang berada di Kuantan tentunya sedang melanyak Su, isteri Rosli sendiri. Perjanjiannya begitu saling berkongsi. </span><br /><span class="postbody">"Err Bang, tolong jangan sampai abang Jimie tahu tentang Atan dan Cikgunya ye" </span><br /><span class="postbody">Sambil meramas ponggong Imah, Rosli melangkah keluar "Abang tahu lah" </span><br /><span class="postbody">Merenung jauh sambil melambai Rosli meninggalkan rumah ke lorinya yang berada di hentian lebuh raya Imah memikirkan rancangan untuk anaknya Atan.</span></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span class="postbody"><span lang="EN-GB">Selepas Rosli meninggalkan rumah. Imah sekali lagi masuk ke bilik air dan membersihkan semua rongga tubuhnya yang dipenuhi dengan pancutan Rosli dan Sarvan. Kemudian dia mengenakan Kemeja T tanpa lengan dan sehelai jeans lusuh dan ketat. Dia melangkah keluar ke kedai Muthu. </span></span><span lang="EN-GB"><br /><span class="postbody">Sampai di sana dia melihat Atan sedang asyik memerhatikan Suki dan Seman sedang bermain dam. Hari sudah petang hampir jam 3 petang. </span><br /><span class="postbody">"Atan balik dulu dan makan" Bisik Imah ke telinga Atan. Imah memerhati perjalanan anaknya sehingga ke selekoh ke rumahnya. Tanpa disedarinya yang Suki dan </span><br /><span class="postbody">Seman sedang memerhati tubuhnya yang montok dan wangi. </span><br /><span class="postbody">"Hai akak nak beli barang ke?" tanya Suki. </span><br /><span class="postbody">Imah Cuma senyum. "Mana Muthu?" </span><br /><span class="postbody">"Ada dibilik belakang" Jawab Seman. </span><br /><span class="postbody">"Emm kau berdua dah habis main dam?" </span><br /><span class="postbody">"Kenapa?" tanya Suki. </span><br /><span class="postbody">"Adahal nak bincang...mari ikut Akak" Sambil melangkah ke dalam kedai Muthu. Seman dan Suki tanpa terlewat sesaat pun terus bangun dan mengekori Imah ke </span><br /><span class="postbody">dalam kedai Muthu. </span><br /><span class="postbody">Di bilik belakang Muthu sibuk mengemaskan barang yang baru sampai. Dia Cuma berkain putih sahaja tanpa baju. Dada dan perutnya yang berbulu kelihatan berminyak berpeluh. </span><br /><span class="postbody">"Muthu!" panggil Imah </span><br /><span class="postbody">"Ohh Cekkk sila duduk errr Suki kau jaga depan" arah Muthu. </span><br /><span class="postbody">"Ahhh, asyik aku jegak yang kena" protes Suki. </span><br /><span class="postbody">Imah duduk dikerusi buruk dalam stor. Muthu dan Seman duduk di atas guni beras yang besar. Dari tempat duduk mereka yang lebih tinggi membolehkan mereka </span><br /><span class="postbody">meninjau ke dalam baju Imah yang bukaan lehernya agak luas. </span><br /><span class="postbody">"Malam ini Akak minta kau orang tolong akak" Muthu dan Seman mendengar dengan teliti. </span><br /><span class="postbody">"Bila kali terakhir kau orang buat projek?" </span><br /><span class="postbody">Seman dan Muthu melihat antara satu sama lain. </span><br /><span class="postbody">"Itu sama dengan akak tempoh hari" jawab Seman. Imah masih ingat lagi mereka bertiga datang mengerjakannya di rumah ketika dia berseorangan. Imah mengira kira-kira tiga minggu lepas. </span><br /><span class="postbody">"Dah lama kau orang tak kena barang rupanya...OK dengar baik-baik rancangan ini..." Imah membuat rancangan tertentu sambil Seman dan Muthu mendengar dengan penuh teliti. </span><br /><span class="postbody">Selepas tu Imah bangun. "OK sekarang aku nak kau berdua keluarkan balak kau orang"'Muthu dan Seman cepat-cepat keluarkan balak masing-masing. Imah menghampiri mereka dan mula memegang kedua-dua balak tersebut yang mula mengeras. </span><br /><span class="postbody">"Pergi basuh dulu bersih-bersih" Pinta Imah. Secepat itu juga Muthu dan Seman bergegas ke bilik air. Apabila mereka balik semula ke dalam stor, mereka dapati </span><br /><span class="postbody">Imah sudah pun tidak berbaju. Imah memberi isyarat supaya mereka duduk di atas guni yang tinggi. Sambil duduk tangan mereka sudah mula menjalar ke buah dada Imah. Imah mula menggenggam balak mereka dan merocohnya. Kadang kala Imah menghisap balak mereka bergilir-gilir untuk mempastikan air liurnya menjadi pelincir rocohan tangannya. </span><br /><span class="postbody">Selang beberapa minit kelihatan kedua-duanya mula kejang. Imah mempercepatkan rocohan tangannya.. </span><br /><span class="postbody">"Ayoyoooo" keluh Muthu. </span><br /><span class="postbody">"Ohhhh akakkkkkkk" Keluh Seman. Balak masing-masing mula memancutkan lahar mani. Pekat dan banyak. Imah terus memerah sehingga tiada setitis pun keluar lagi. Habis tangannya penuh dengan air mani dan ada yang terpancut ke dada dan sedikit ke mukanya. Imah terus ke bilik air dan membersihkan tangan dan bahagian tubuhnya yang terpalik pancutan mani itu. </span><br /><span class="postbody">Apabila Imah keluar bilik air Seman dan Muthu masih terlentang di atas guni. "Dah pergi panggil Suki pulak" Arah Imah. </span><br /><span class="postbody">Seman dan Muthu turun dari guni perlahan-lahan. Membetulkan pakaian dan keluar ke hadapan kedai. Sebentar kemudian Suki masuk tersengeh. Ketika itu Imah dah pun mengenakan bajunya semula. </span><br /><span class="postbody">"Apahal kak?" tanya Suki. </span><br /><span class="postbody">Imah menarik tangan Suki masuk ke dalam stor dengan lebih jauh lagi. Dia melolos jeans ketatnya. Melihat Imah membuka seluarnya Suki pun membuka seluarnya. </span><br /><span class="postbody">Imah naik ke atas sebuah guni. </span><br /><span class="postbody">"Mari jilat akak punya" </span><br /><span class="postbody">Tanpa membuang masa Suki menyembamkan mukanya ke cipap Imah. </span><br /><span class="postbody">"Emmm pandai pun" suara Imah lembut sambil tangannya menarik kepala Suki. Pada ketika yang sama Suki merocoh balaknya sendiri. Tak sempat sepuluh kali rocoh Suki mula mengangkat mukanya dari cipap Imah. </span><br /><span class="postbody">"Oh kak saya tak tahannn" dia memancutkan balaknya ke arah cipap Imah yang masih terkangkang di hadapannya. Cepat-cepat Imah menyelak bajunya agar tidak terkena mani pekat yang sedang memancut. </span><br /><span class="postbody">"Pergi minta tisu dengan Muthu kat depan" </span><br /><span class="postbody">Suki mengenakan seluarnya dan bergegas ke depan. Beberapa minit kemudian dia masuk dengan sekotak tisu. </span><br /><span class="postbody">Setelah membersih diri dengan tisu Imah mengenakan seluarnya semula. Sebelum sempat Imah mengenakan zip Suki bersuara. </span><br /><span class="postbody">"Akak boleh saya korek sekali?" Imah cuma senyum. </span><br /><span class="postbody">"Em marilah" Imah suka kerana Suki selalu berterus terang. Imah menolak seluarnya turun sedikit. Suki mendekatinya dan meletakkan tapak tangannya ke cipap Imah yang tembam. Perlahan-lahan Suki mencari bukaan cipap itu dan menekan masuk jari hantunya. </span><br /><span class="postbody">"Ohhhh" keluh Imah sambil menyelak bajunya untuk mendedahkan buah dadanya. Walau pun dia telah di setubuhi beberapa kali hari ini, nafsunya tetap teransang. </span><br /><span class="postbody">"Nah hisap" pintanya untuk Suki memnghisap buah dadanya. </span><br /><span class="postbody">Suki menggumuli buah dada yang terhidang untuknya sambil menyorong tarik jarinya ke dalam cipap Imah yang hangat. Imah menahan dirinya dari mengeluarkan suara. Selepas beberapa ketika Imah menolak kepala Suki. </span><br /><span class="postbody">"Dah lah tu, nanti kita buat lagi..." </span><br /><span class="postbody">Suki menarik jarinya dan terus memasukkannya ke dalam mulut. </span><br /><span class="postbody">Imah tersengeh sambil mengenakan seluarnya. "Sedap?" tanya Imah. </span><br /><span class="postbody">"Hingga menjilat jari" jawab Suki. </span><br /><span class="postbody">Balik ke rumah Imah melihat Atan sudah pun makan makanan yang dihidangkan di atas meja. </span><br /><span class="postbody">"Malam ni ada kelas?" tanya Imah. </span><br /><span class="postbody">"Ada" jawab Atan pendek sambil meneruskan kerja menulisnya. </span><br /><span class="postbody">"Siapa ajar?" </span><br /><span class="postbody">"Cikgu Usop" </span><br /><span class="postbody">"Apa kata kalau malam nie Atan tak usah pergi ke Sekolah tetapi jemput Cikgu Suzi ke rumah kita untuk belajar bahasa Inggeris" </span><br /><span class="postbody">"Emmm Boleh jugak" jawab Atan. Matanya bulat bila disebut Cikgu Suzi. </span><br /><span class="postbody">"Sekarang Atan ke rumah Cikgu Suzi dan jemput dia makan malam di rumah kita" </span><br /><span class="postbody">Atan terus bangkit dan bersegera ke luar rumah. </span><br /><span class="postbody">Imah melihat sekeling rumahnya. Kemas tersusun. "Aku masih surirumah yang baik" fikirnya sambil melangkah ke dapur untuk menyiapkan makanan. Malam nanti ada tamu. </span><br /><span class="postbody">Jam 8.00 malam Cikgu Suzi tiba di rumah Atan. Dia mengenakan seluar slack hitam dan blaus nipis berwarna putih. Imah tersenyum menyambut Cikgu Suzi di pintu </span><br /><span class="postbody">" Atan cepat siap cikgu dah datang ni" </span><br /><span class="postbody">Imah mempersilakan Cikgu Suzi masuk "Atan tengah mandi" terang Imah kepada Cikgu Suzi. </span><br /><span class="postbody">"Tak apalah kak, saya pun tak ada kerja lain malam ni" Imah yang memakai sarong dan kemeja T sahaja memerhati Cikgu Suzi yang pertama kali baru berjumpa secara dekat. Cantik orangnya. Buah dadanya besar walau pun badanya agak rendah sedikit daripada Imah tetapi pada keseluruhannya memang tubuh putih yang ada dihadapannya itu mengiorkan. Patutlah Atan selalu steam bila bersama cikgu Suzi. </span><br /><span class="postbody">Atan tersengeh keluar dari bilik air. Badannya yang sasa hanya dibaluti oleh sehelai tuala. Suzi nampak balak Atan berjuntai dalam tuala. Kalau tidak jelas pun dia dapat gambarkan dalam fikirannya. </span><br /><span class="postbody">Ketika Atan mendekati pintu biliknya pada ketika itulah pintu hadapan rumah terbuka dan masuk tiga orang bertopeng. Di tangan mereka terhunus pisau yang putih berkilat. Setiap seorang menghampiri setiap penghuni rumah Imah. </span><br /><span class="postbody">"Jangan menjerit kalau mahu selamat" arah salah seorang daripada kumpulan tersebut. Lalu mengarahkan ketiga-tiga tewanan mereka ke bilik tidur Imah. </span><br /><span class="postbody">Suzi pernah alami peristiwa ini, Imah juga pernah lalui peristiwa ini dan Atan pernah melihat peristiwa ini. Mengingatkan peristiwa ini menyebabkan balak Atan kian mengeras di dalam tuala yang dipakainya. Imah memandu mereka ke dalam bilik "Tolong jangan apa-apakan kami" pinta Imah. </span><br /><span class="postbody">Tiba di dalam bilik seorang daripada penceroboh merentap sarong yang dipakai Imah menyebabkan Imah berbogel sebab dia memang tidak memakai seluar dalam. Ketiga tiga mereka duduk di tepi katil mengikut arahan penceroboh. </span><br /><span class="postbody">Seorang daripada mereka mendekati Imah dan menyuakan balaknya yang separuh tegang ke mulut Imah. "Hisap!" arahnya. </span><br /><span class="postbody">Perlahan-lahan Imah memegang balak yang separuh keras itu merocohnya beberapa kali dan mula menjilat kepala balaknya merah kehitaman itu. </span><br /><span class="postbody">"Kamu buka pakaian kamu" Arah yang lain kepada Suzi. Suzi bangkit dan membuka pakaianya satu persatu dengan meninggalkan bra dan panties. Dalam ketakutan itu sempat juga Suzi menjelang ke arah Imah yang mula menghisap balak seorang daripada penceroboh dengan lebih bersungguh lagi. </span><br /><span class="postbody">"Semua sekali!" arah penceroboh itu lagi. </span><br /><span class="postbody">"Tolonglah bukan depan budak ini...dia pelajar saya" </span><br /><span class="postbody">"Ooo Pelajar ya.. mari sini" ditariknya Atan supaya berdiri di hadapan Suzi dan direntapnya tuala Atan. </span><br /><span class="postbody">Atan yang melihat kelakuan ibunya makin seronok. Balaknya kian membesar ketika tualanya direntap. </span><br /><span class="postbody">"Hisap budak ni punya" Suzi melihat wajah Atan dan melihat wajah orang yang menyuruhnya. </span><br /><span class="postbody">"Cepat!!!" </span><br /><span class="postbody">Perlahan-lahan Suzi memegang balak Atan yang agak besar berbanding dengan usianya. Selepas merocohnya beberapa kali Suzi mula menghisap balak anak muridnya. </span><br /><span class="postbody">"Ohhh" keluh Atan. </span><br /><span class="postbody">Suzi memejamkan mata dan mula memperikan tumpuan kepada menghisap balak Atan. Memang lama benar dia tidak memegang balak lelaki sejak dia berpisah dengan teman lelakinya. Atan pula memegang kepala guru bahasa Inggerisnya sambil melihat kesungguhan ibunya mengerjakan balak penceroboh yang hitam berkilat. </span><br /><span class="postbody">Suzi merasakan ada orang membuka baju dalamnya. Dia tidak peduli lagi. Apabila seseorang menarik seluar dalamnya dia memberikan kerjasama dengan mengangkat ponggongnya. Apa bila ada jari penceroboh meneroka cipapnya, dia membuka kangkangnya. Matanya sekali sekala menjeling ke atas ke arah Atan yang keenakan dengan ransangan yang diberikannya. </span><br /><span class="postbody">Ibu Atan bergerak ke tengah katil dikuti oleh penceroboh yang bersamanya. Suzi melihat ada balak lain di sebelahnya dan dia juga memberikan layanan kepada balak tersebut merocoh dan menghisap. Seorang lagi penceroboh sudah mendekati ibu Atan dengan menyuakan balaknya ke mulut Imah untuk di hisap manakala penceroboh yang awal tadi mula menaiki tubuh Imah dan </span><br /><span class="postbody">menyetubuhinya. </span><br /><span class="postbody">Pap..pap bunyi nya apabila penceroboh menghenjut Imah. "Ohhh yaaaaa!!!!!" keluh Imah </span><br /><span class="postbody">Suzi mula berundur ke tengah katil. Dia menarik tangan Atan. </span><br /><span class="postbody">"OK Atan ini rahsia kita bersama" Dia memandu Atan menaiki tubuhnya dan Atan Cuma mengikut. </span><br /><span class="postbody">Dia faham yang dia sekarang akan "berseronok" sebagaimana orang tua berseronok. </span><br /><span class="postbody">Suzi membetulkan kepala balak Atan dan menyuakan ke mulut cipapnya. </span><br /><span class="postbody">"Tekan ...Atan tekan sekarang..." Atan melihat bagaimana orang sebelah melakukan ke atas ibunya dan dia pun menekan. </span><br /><span class="postbody">"Emmmmhhh yaaaaaaa" Suzi memperluaskan kangkangnya. </span><br /><span class="postbody">Atan menekan sampai rapat. Atan dapat merasakan kehangatan dan kelembapan cipap yang diterokai oleh balaknya. Mulutnya mencari buah dada Cikgu Suzi. Dihisap dan diramasnya sambil ponggong terus sahaja mengalun naik dan turun dalam usaha untuk menarik dan menyorong balaknya ke dalam cipap cikgu </span><br /><span class="postbody">yang amat diminatinya itu. </span><br /><span class="postbody">Tangan Cikgu Suzi membelai belakang dan kepalanya dengan lebut dan penuh kasih sayang. Memang dia telah menyangka dari dulu lagi bahawa balak Atan boleh diharapkan. Cukup untuk memenuhi tentutan nafsunya Dia selalu memerhatikan balak budak ini semasa dia mengajar dalam kelas. Membengkak di kaki seluarnya khususnya apabila dia menggoda dengan skirt pendeknya </span><br /><span class="postbody">semasa mengajar. </span><br /><span class="postbody">Dalam mengenangkan godaan dan rangsangan yang dibuat oleh Atan semasa dalam kelas tiba-tiba Suzi dikejutkan dengan pergerakan Atan yang tiba-tiba menjadi laju. </span><br /><span class="postbody">"Aaaaaaaaahhhhhh auuuuuohhhhhh emmmmmmmm!!!!!!" keluh Atan. Imah Cuma melihat anaknya yang nak klimeks dan takdapat mengawal keadaan lagi. </span><br /><span class="postbody">"laju tannnn lajuuuuuuuuuu"jerit Suzi setelah dia sedar yang Atan sudah tidak boleh mengewal diri lagi. Ketika itu dia merasakan yang Atan memancut air mani </span><br /><span class="postbody">dengan banyak ke dalam rahim cikgunya. Das demi das demi das. Pada ketika itulah juga Cikgu Suzi mencapai klimeksnya. </span><br /><span class="postbody">"Ohhhhhhhhhhh yaaaaaahhhhhhhhhh!!!!!!!!" Dia mengangkat ponggongnya . Tubuhnya kejang. Kepalanya mengeleng ke kiri dan kanan. </span><br /><span class="postbody">Imah merasa bangga melihat anaknya mampu memuaskan cikgunya. Kejadian yang berlaku di sebelahnya merangsang nafsunya. Dia menganggukkan kepala kepada Muthu yang sedang menyetubuhinya supaya melajukan pergerakan sebab dia sendiri tiba-tiba menjadi hampir dengan klimeks. </span><br /><span class="postbody">Muthu bergerak pantas. Imah menahan. Muthu terus pantas. Imah kemut sambil mengangkat-angkat ponggong. </span><br /><span class="postbody">Tiba-tiba "Ahhhhh uhhhhhhhh!!!!!!!!!" Keluh Muthu. </span><br /><span class="postbody">"Yaahhhhhhhh" Jerit Imah. Muthu mula pancut. Imah terus mengemut. Memerah sehingga Muthu terkulai di atas dadanya yang berminyak berpeluh. </span><br /><span class="postbody">Di sebelah, Atan turun dari katil dan bersandar ke dinding. Seorang dari penceroboh menaiki tubuh Suzi. Dengan sekali tekan sahaja balaknya yang kecil tenggelam ke dalam cipap Suzi yang banjir oleh air mani Atan. </span><br /><span class="postbody">Imah menukar kedudukan dengan menonggeng supaya membolehkan Seman merodok cipapnya secara doggie. Muthu juga tersandar di kepala katil. </span><br /><span class="postbody">Seperti biasa Suki gelojoh dan tidak dapat mengawal pergerakannya. Hampir sepuluh kali henjut sahaja dia mula memancutkan airmaninya ke dalam cipap Suzi. Suki terkulai di atas dada Suzi. </span><br /><span class="postbody">Seman menghayun dengan semangat. Imah menahan sebaik mungkin. Suki bangun dan bersandar di tepi katil. Suzi terus terkangkang membiarkan air mani yang banyak dalam cipapnya meleleh keluar dan membentuk kolam kecil atas tilam. Matanya di pejamkan namun telinganya masih boleh mendengar suara Imah yang mengeluh dan mengerang setiap kali Seman menekan atau menarik balaknya. </span><br /><span class="postbody">Tiba-tiba dia merasakan buah dadanya di ramas orang. Dia membuka mata. "Cikgu saya nak macam tu jugak" pinta Atan. Suzi bangun, memegang balak Atang yang kini telah keras semula. Di rocohnya balak itu beberapa kali dan dihisapnya menjadikan balak Atan lebih besar lagi. Seronok rasanya sebab balak Atan boleh keras semula dalam masa kurang dari lima minit. Dia menonggeng di sebelah Imah dan Atan mendatanginya dari belakang. </span><br /><span class="postbody">"Emmmmm yahhhhhh henjut Tan henjutttt biar sampai pancut lagiiiiii". </span><br /><span class="postbody">Suara Cikgu Suzi terus memanjang dan Atan terus menghayun. Kali ini Atan menghayun dengan lebih lama lagi sebab dia dah pancut round pertama. Esok hari </span><br /><span class="postbody">minggu. Tak sekolah. Ketika Seman capai klimeksnya dan Imah pancut kali kedua, Atan masih belum bersedia untuk pancut. </span><br /><span class="postbody">Ketika Imah menghantar ketiga-tiga penceroboh ke pintu. Dia sempat mendengar Suzi menjerit sampai kemuncaknya buat kali kedua juga. </span><br /><span class="postbody">"Terima kasih" Bisik Imah. Muthu meramas buah dada Imah. Seman meramas ponggong dan suki seperti biasa menghulurkan jarinya ke dalam cipap Imah yang banjir dengan air mani dan menjoloknya beberapa kali. Kemudian Suki menghisap jarinya. </span><br /><span class="postbody">"Sedap?" tanya Imah. </span><br /><span class="postbody">"Hingga menjilat jari" gurau Suki. Mereka hilang dalam kegelapan malam. Imah mengunci pintu. Dibahagian dalam pahanya meleleh air mani hingga ke betisnya. </span><br /><span class="postbody">Di dalam bilik suara Suzi masih kedengaran " Emmm lagi Tannnn lajuuu lagiiiiiii" </span><br /><span class="postbody">Imah tersenyum. Rancangannya berjaya. Dia melangkah ke bilik air. Mungkin malam ini dia terpaksa tidur di bilik Atan. Biar Cikgu Suzi dengan Atan meneruskan perlawanan mereka sampai mereka tak bermaya lagi. Walau pun sampai pagi. Lagi pun besok hari minggu, mereka tak bersekolah. Biarkan lah mereka................<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal"><span class="postbody"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="">"Abang…….uuuuuhhhhh!!!!!!" Keluh Imah. Jimie terkulai di atas dadanya. Imah bernafas pendek-pendek. Balak suaminya masih besar terendam di dalam cipapnya yang banjir dengan air mani yang baru dipancut oleh suaminya. Mereka dan bersetubuh 2 kali malam itu dan pastinya Atan anaknya pun dah tidur.<br />Setelah tenaga masing-masing pulih, Jimie bangun bersandar di kepala katil. Di capainya botol air di atas meja kecil dan dituangkan ke dalam gelas. Imah mengambil tuala kecil dan diletakkannya di mulut cipapnya sambil mengesat air mani yang semakin meleleh di atas tilam. Dia dapat merasakan tuala yang ditangannya itu masih lembab oleh air mani yang terdahulu dilapkan pada malam ini.<br />"Abang minta cuti satu minggu dengan Dato' Tan" sambil minum air.<br />"Dia bagi ke bang?" Tanya Imah sambil turut bersandar di kepala katil.<br />"Hehem!" jawab Jimie pendek.<br />"Eloklah tu sebab Atan pun cuti jegak sekarang ni, bolehlah kita kemana-mana anak beranak" pinta Imah.<br />"Kita balik kampung jumpa abah abang, lama benar rasanya tak jumpa abah dan mama"<br />"Elok juga bang.. sekarang pun musim buah-buahan tentu abah dan mama sibuk di dusun, kita boleh turut bantu mereka….Atan tentu suka….pereksa Atan pun dah habis….bolehlah kita lepak sana lama-lama"<br />"Kalau Imah setuju baguslah, sebab abang nak ke kampung untuk…."<br />Jimie membisikkan sesuatu ke telinga isterinya.<br />"Yang ada ni pun dah cukup besar bang" jawab Imah.<br />"Imah tak suka ke?" Tanya Jimie. Imah Cuma senyum<br />"suka hati abanglah…Imah ikut saja" tangannya mula mengurut balak suaminya.<br />"Abang nak sekali lagi ke?" Imah lihat balak suaminya makin keras.<br />"Sekali sebelum tidur…esok nak bawa kereta jauh" Jimie mula naik ke atas tubuh isterinya. Imah membuka kangkangnya dengan mudah Jimie memasuki tubuhnya.<br />"Ohh tekan banggggg…."<br />Jimie memikirkan tentang kereta yang dia akan pandu esok yang diberikan oleh Datuk Tan bosnya. Kereta syarikat tapi cukuplah tu. Puas dia bekerja dengan majikan yang begitu baik, seronok. Tanpa disedarinya hayunannya makin rancak. Imah mengerang kuat di bawahnya. Imah klimeks rupanya.<br />"Lagi bangggggggg lagiiii bagiii lagiiiiiiiii!!!!!"<br />Malam berlalu dengan suara Imah yang nyaring di selang seli salakan anjang sayup-sayup di hujung taman perumahan mereka.<br />Setelah memanggil beberapa kali Jimie membuat keputusan yang abahnya tidak ada di rumah, Jimie pasti mereka berada di dusun di lereng bukit di tepi sungai. Di <st1:city st="on"><st1:place st="on">sana</st1:place></st1:city> ada pondok tempat mereka menunggu durian. Abah dan mama pasti di <st1:city st="on"><st1:place st="on">sana</st1:place></st1:city>. Jimie mendahului diikuti oleh Imah yang berseluar jeans ketat yang lusuh dan Atan dibelakang sekali. Saja Atan di belakang sebab nak tengok ponggong bulat emaknya. Sejak ayahnya balik ni Atan tak dapat merasa lancapan emaknya lagi. Kebetulan Cikgi Suzi juga pergi kursus lebih awal daripada cuti. Kalu tidak pasti dia dapat "berseronok" dengan Cikgu Suzi. Sejak peristiwa dia dan Cikgu Suzi dirumahnya pada malam tu, dia selalu ke rumah Cikgu Suzi mereka terus sahaja melakukan hubungan "berseronok" di rumah cikgu Suzi dari masa ke semasa. Cikgu Suzi selalu jemput dia bertandang ke rumahnya. Kalau pergi dia akan buat dua atau tiga kali sebelum balik ke rumah.<br />Dari jauh Atan telah dapat melihat dangau yang dibuat oleh atoknya di tengah dusun. Lebih kurang 30 meter dari dangau itu mereka berhenti. Ayahnya mengangkat tangan supaya senyap. Imah diam. Atan diam. Dalam kesunyian itu mereka terdengar suara orang mengerang.<br />"Uhhhhh banggggg yah yahhhh ayohhhh bangggg eghhhah!" Mereka melangkah perlajan-lahan.<br />"Laju bang yahhhhh hanyun balak abang yang besar …bagi pada Som bangggggg sikitlat lagiiiiii biar Som pancut sekali lagiiiiii "<br />Jimie, Imah dan Atan cuba sedaya upaya agar langkah mereka tidak berbunyi. Dangau beratap zing dengan ketinggian lantai dua kaki dari paras bumi dengan dinding paras dada membolehkan orang menjenguk ke dalamnya sambil berdiri ditanah dengan tiada masalah.<br />Atan dapat melihat datuknya berpeluh di atas neneknya. Kedua-duanya tidak berpakaian seurat benang. Tetek neneknya yang bulat itu bergoyang mengikut hayunan datuknya. Imah yang menjenguk dari hujung kaki tersirap darah berahinya apabila melihat dengan tepat balak mertuanya yang jauh lebih besar dari balak Jimie keluar masuk ke dalam cipap ibu mertua tirinya. Ponggong bulat ibu bertuanya yang putih mengayak mengikut ayakan balak bapa mertuanya. Kelihatan lobang anusnya yang sudah basah menaik dan menurun dari pandangannya.<br />"Abang nak pancut sekarang erhhhh!!!" Keluh Pak Dir.<br />"Som punnn kuat sikit lagi…..yahhh sikittttt laggiiiiiiii yahhhhhhhh!!!!!!!!!"<br />Mak mertua Imah menjerit. Kepalanya mengeleng ke kiri dan ke kanan. Matanya pejam. Tanganya mencekam lengan suaminya.<br />"Abang pancutttttt sommmmmmm!!!!!!!!" "Aghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!!!!!!!!!!" jerit ibu mertua Imah. Pak Dir mengehentak dalam balaknya yang besar ke cipap isterinya.<br />Imah memegang tangan Jimie. Dia juga terangsang dengan perlakuan kedua mertuanya itu. Jimie memeluk erat dari belakang Imah. Imah dapat merasakan balak Jimie keras di lurah bontotnya. Tiba-tiba Atan menepuk tangan.<br />"Yeee Atuk dan nenek berseronok"<br />"Hah!!!" Pak Dir tersentak ke belakang, mencabut balaknya dari cipap isterinya. Mak Som cepat-cepat menutup cipapnya dengan tangan kiri dan buah dadanya dengan tangan kanan.<br />"Huh Atan rupanya, mana ayah dan emak?" Tanya Pak Dir. Imah menutup mulut menahan ketawa.<br />"Hah Imah ..Jimie dah lama kau sampai?"<br />Jimie naik ke atas dangau menghulurkan kain kepada ibu tirinya. Abahnya masih lagi bersandar di dinding. Jimie meramas buah dada Mak Som sambil mengucup dahinya<br />"Mama apa khabar" Tangan Mak Som terus sahaja menuju antara dua paha Jimie.<br />"Imah Jimie kau tengah keras nie" gurau Mak Som<br />"Abang Jimie tu bila dia tak keras mama…bagilah banyak mana pun sekejap-sekejap keras… sekeja-sekejap keras" Imah memegang balak bapak mertuanya.<br />"Mama abah tak keluar habis tadi ni" terang Imah.<br />"Mana nak keluar habis..terkejut beruk aku ditegur oleh Atan tadi" Imah mengurut-urut balak mertuanya.<br />"Kau keluarkan Imah…nanti tersumbat pulak batang sakti abah kau tu"<br />Sambil bangun menyarungkan kain batiknya sambil mencapai baju T yang dihulurkan oleh Atan. Atan sempat menjeling bulu sejemput yang menutupi cipap neneknya di samping lelehan cecair antara dua pahanya.<br />"Hah Atan seronok tengok nenek dengan atuk tadi?" Tanya Mak Som sambil tangannya menarik tangan Atan<br />"Mari nenek check" tangannya terus meraba balak Atan.<br />"Emmmm besar dah cucu kita ni bang"<br />"Dah mahir tu mama, calang-calang orang kalah bawah dada dia"<br />Imah menunduk menjilat air mani yang meleleh perlahan dari kepala balak bapa mertuanya selepas diperahnya dengan tangan.<br />"Emmm " komennya.<br />Mak Som melangkah turun dari dangau<br />" Mama nak ke mana tu?" Tanya Jimie<br />"Mama nak ke sungai belakang tu…melekit mama ni…mama nak mandi biar segar sikit badan"<br />"Atan nak ikut mama" pinta Atan.<br />"Mari lah" Mak Som menarik tangan Atan sambil berjalan ke belakang dangau.<br />Imah mula seronok menghisap balak besar mertuanya.<br />"Besarnya bah" komen Imah.<br />"Kau Jimie bila nak mula baiki saiz anu kau tu?"<br />"Itu lah bah, saya balik ni nak buat itu lah"<br />"Kau tahu yang kena pertaruhkan isteri kau pada Tok Cu Toh." Hurai Pak Dir kepada anaknya.<br />"Abah dulu pertaruhkan mama ke pada Tok Cu Toh tu?"<br />" Macam tu lah gayanya" Jawab Pak Dir<br />" Errr Imah ni dah sedia ke untuk tu?" sambung Pak Dir lagi. Balaknya dah cukup keras sekarang untuk pusingan seterusnya hasil dari hisapan Imah.<br />"Imah!" seru Jimie.<br />"Apa bang?" Tanya Imah melepaskan balak mertuanya dari mulutnya.<br />"Abang rasa abah dah sedia tu, buka seluar sekarang"<br />Imah berdiri dan membuka seluar jean ketatnya dan terus membuka seluruh pakaiannya tanpa di suruh lagi. Kemudian dia terus terlentang dan membuka kangkangnya bersedia.<br />"Abah..apa lagi Imah dah sedia tu"<br />"Abah pun dah sedia ni" Jawab Pak Dir mula merangkak ke atas tubuh menantunya.<br />Dia tunduk menghisap buah dada Imah yang tegang dan bulat. Jarinya mencucuk cipap Imah beberapa kali dan jelas Imah sudah pun berair dan cukup bersedia untuk menerima balaknya.<br />"Ughhh!!! Besarnya bah" dia mengangkat ponggongnya menyuakan mulut cipapnya untuk memudahkan kemasukan balak mertuanya.<br />"Abah tekan habis ….Imah tahan nie"<br />Pak Dir harus berbangga sebab mendapat menantu seperti Imah. Cantik. Montok Gebu dan emmm ketat pulak tu. Pak Dir menghayun. Imah menahan. Dia dapat merasakan balak mertuanya yang besar agak luar biasa, besar dari balak Kutty dan sama besar dengan balak Cikgu Sarvan. Sama besar dengan balak Pak Dol penghulu kampung ibunya. Lebih kurang lah tu.<br />"Abang tak apa ?" Tanya Imah pada Jimie yang sedari tadi hanya duduk disebelahnya.<br />"Abang nak cari mama" Jimie terus bangun.<br />Setelah Jimie berlalu Imah bangun bertongkatkan siku. Melihat balak mertuanya yang sedang keluar masuk cipapnya. Imah menggigit bibir.<br />"Ohhhh abah, Imah nak pancut nie" nafasnya deras.<br />Imah terlentang semula. Menyerahkan dirinya kepada nikmat yang kian menguasai tubuhnya.<br />"Laju bah…laju lagiiii"<br />"Cepat benar Imah pancut" komen bapa mertuanya.<br />"Balak abah besar benar, tak tahan Imah....Ooohhhhh ye bah Imah pancuttttttttttt nieeeee"<br />Muka Imah yang putih kelihatan merah di sinar cahaya petang. Pak Dir seronok tengok muka perempuan merah begitu apabila mereka pancut.<br />Pak Dir meneruskan menutuh menantunya. Walau pun usianya sudah menjangkau enam puluhan tetapi kegagahannya tetap tidak pernah luntur, apatah lagi selepas dia baiki balaknya dengan Tok Cu Toh di atas bukit <st1:city st="on"><st1:place st="on">sana</st1:place></st1:city>. Maklumlah selepas beristeri muda dengan Kalthom dia perlu pastikan yang isterinya itu sentiasa mendapat bekalan yang lebih dari cukup.<br />"Yahooo" Atan terjun berbogel, neneknya pun berbogel.<br />"Tak ada siapa sampai ke sini" jelas Mama Som.<br />Air dingin menyejukkan badan dan menyegarkan setelah penat dalam kereta dan berjalan pulak ke dalam dusun.<br />"Mama... seronokan mandi sungai?" tanya Atan.<br />"Tentu seronok terutama kalau cuaca panas begini"<br />Atan berenang mendapatkan Mama Som. Matanya tertumpu kepada buah dada nenek tirinya yang putih dan nampak pejal dalam air yang dingin.<br />"Atan nak hisap?" tanya Mama Som.<br />"Nak" Jawab Atan rengkas dan terus sahaja memeluk Mama Som serta menghisap tetek yang menjadi perhatian sejak tadi lagi.<br />"Ohhh emmmm..... Hisap lagi" Pinta Mama Som.<br />Tangannya mula memegang balak Atan yang kian mengeras. Tangan Atan juga mula meraba celah kangkang nenek tirinya di bawah air. Mama Som membuka kangkangnya sedikit supaya membolehkan Atan menjalankan tugasnya. Selang beberapa ketika Mama Som mula tidak tahan dengan tindak balas Atan terhadap tubuhnya.<br />"Ohhh pandai cucu mama" Keluhnya.<br />Jimie berjalan ke sungai yang mengambil masa beberapa minit saja tu. Dilihat di dalam air Atan anaknya sedang menggomoli ibu tirinya. Dia turut membuka pakaian dan terjun ke dalam sungai.<br />"Boleh ayah joint?" tanya tanya Jimie Atan cuma gelak<br />"Ayah kena tanya mama"<br />"Dengan lelaki yang tampan belaka siapalah yang nak menolak"<br />Tangannya yang sebelah lagi turut mencari balak Jimie dan memegangnya. Sekarang kedua-dua tangannya membelai dua balak yang berlainan. Jimie dan Atan terus menerus menggumuli tubuhnya.<br />"Dah mama tak tahan lagi, mama nak balak kau orang sekarang" dengan itu Mama Som melangkah ke tebing pasir yang putih.<br />"Jimie terlentang" Arah Mama Som. Jimie ikut arahan.<br />"Jimie nak depan ke belakang?"<br />"Belakang " Dengan itu Mama Som menghulurkan bontotnya untuk dijilat oleh Jimie.<br />"Basahkan dulu, biar licin sikit" Jimie mula menjilat. Tangannya menguak daging ponggong yang gebu lalu dihulurkan lidahnya ke lubang dubur ibu tirinya.<br />Setelah pasti licin Mama Som mula memasukkan balak Jimie yang keras ke dalam duburnya. Payah juga mulanya tetapi dengan pengalaman Mama Som membolehkan balak Jimie masuk juga ke dalam rongga duburnya yang ketat. Jimie menggigit bibir.<br />"Ketatnya mama"<br />"Jimie kawal jangan pancut dulu" lalu dia baring terlentang di atas badan Jimie.<br />Atan dapat melihat balak ayahnya tenggelam dalam dubur neneknya<br />"OK Tan sekarang Atan pulak masukkan dari depan" Atan cepat melutut.<br />Mama Som membuka bibir cipapnya dan Atan menyuakan balaknya yang keras bagai paku di dinding tu. Sekali tekan saja zuppp terus tenggelam habis.<br />"OK sekarang setiap orang bekerja" Arah Nenek Som.<br />Imah menghenjut. Bapa mertuanya duduk di bawah pula. Sekali sekala dapat memerintah seronok juga fikir Imah. Balak mertuanya habis ditelannya. Ditarik keluar dan ditekan masuk. Laju dan perlahan. Dalam atau cetak.<br />"Abah lambat lagi?" tanya Imah yang dah pancut tiga kali.<br />"Imah penat?" tanya mertuanya.<br />"Abah buat dari belakang pulak, biar Imah nonggeng"<br />Imah turun dan menonggeng. Mertuanya bangun mengambil tempat di belakang dan terus merodok balaknya ke dalam cipap yang masih ternganga.<br />"Kuatnya Imah kemuttt" keluh mertuanya.<br />"Imah nak pancut sekali lagi nieeee"<br />"Abah nak pancutttttttttt uahhh uahhhhh!!!!"<br />Pak Dir pancut dalam rahim menantunya. Imah tertiarap di atas tikar. Pak Dir memeluk tubuh montok menantunya dari belakang.<br />"Boleh tahan jugak menantu abah ni"<br />"Nasib Imah..dapat mertua ganas" Imah membelai tangan yang memeluknya.<br />"Abang! abang" terdengar suara Mama Som.<br />Imah tersedar, dia merasa balak mertuanya tercabut dari cipapnya. Rupanya dia tertidur dalam pelukan mertuanya.<br />"Imah bangun sayang...kita balik rumah nanti gelap pulak" kejut Mama Som Imah bangun dan melihat Mama Som disebelahnya.<br />Pak Dir sedang menyarung seleluar treknya.<br />"Imah tertidur mama" sambil menyarungkan seluar jeannya<br />"Mana Atan dan Abang Jimie?"<br />"Mereka sedang memungut buah durian sana tu..nanti taukeh Ah Chong dari bandar datang dak angkut buah ke bandar" Hurai Mama Som.<br />Pak Dir turun ke bawah turut memungut buah bersama anak dan cucunya.<br />"Jom mama" Ajak Imah sambil turun dari dangau.<br />Ketika itu dia merasa yang air mani keluar dari cipapnya membasahi kangkang seluar.<br />"Ohhh mama, Imah lupa nak kesat dulu, abah pun pancut banyak dalam Imah" Mama Som menelek kangkang menantunya.<br />"Sikit saja tu lagi pun hari makin gelap nie..abah kalau pancut memang banyak"<br />"Apa khabar Mama Som"<br />"Ha AhChong, kau baru sampai?"<br />"Biasalah Mama..banyak buah hari ini?"<br />"Tu dia orang sedang kutip"<br />"Ni siapa mama?"<br />"Ni menantu aku, Imah isteri Jimie"<br />Ah Chong melihat Imah dari hujung rambut sampai hujung kaki terutama celah kangkangnya yang jelas basah.<br />"Apa khabar..saya Ah Chong"<br />"Baik" berjabat tangan.<br />Jari Ah Chong menggatal mengagaru ketika besalam. Mama Som berlalu mendapatkan Pak Dir. Imah duduk di pinggir dangau. Ah Chong bersandar di dinding.<br />"Cik Imah banyak seksi ooo"<br />"Kamu ni Ah Chong, jangan nak mengarutlah"<br />"Betul saya punya balak manyak keras dengan tengok Cik Imah punya body" Tangan Imah cepat meraba balak Ah Chong, keras melintang.<br />"Emmm" komen Imah.<br />"Saya mahu pakai Cik Imah boleh ka?"<br />"Nanti laki aku marah lah Ah Chong"<br />"Satu kali saja cukuplah Cik Imah ..saya bayar punya"<br />"Berapa?"<br />"Satu ratus" Imah menjuehkan mulutnya.<br />"Dua ratus" Imah mengelengkan kepala<br />"Tiga"<br />"Tak nak lah Ah Chong"<br />"Lima ratus!"<br />"Nantilah aku fikirkan..kalau jadi aku beritahu"<br />Tangan Imah meramas balak Ah Chong dua tiga kali. Ah Chong pun sempat meramas ponggong Imah yang bulat dan gebu.. Imah berlalu mendapatkan Jimie yang sedang memungut buah ditengah dusun. Dari jauh Mama Som melihat telatah Ah Chong dan Imah. Dia tahu pastinya Ah Chong menawarkan untuk menggunakan tubuh Imah. Dia pun sudah dua tiga kali digunakan oleh Ah Chong dengan bayaran tertentu. Dia perlu cakap dengan Imah mengenai soal ini. Soal bayaran..<br />Lepas sarapan Imah bermenung di beranda dapur sambil melihat ayam dan itik memagut padi yang ditaburkan oleh Mama Som. Fikirannya melayang mengenai tawaran Taukeh Ah Chong semalam. Tawaran untuk mengenakan bayaran untuk melayan lelaki. Menyundallah tu.<br />"Apahal yang Imah menung saja, mama nampak" Tegur Mama.<br />"Tak ada apa Ma" jawab Imah.<br />"Bertengkar dengan Jimie ?" Tanyanya sambil membasuh tangan.<br />"Mana ada"<br />"Hah Jimie mana?"<br />"Ada kat luar tu dengan Abah..buat rancangan nak ke bukit".<br />"Imah tak suka ke Jimie nak ke bukit tu?"<br />"Bukan tu..Imah tak kesah... Imah boleh ikut"<br />"Habis Imah menung ni kenapa...mari beritahu mama..mungkin mama boleh tolong" tangannya menarik tangan Imah ke meja makan.<br />"Fasal Ah Chong semalam" Mama Som tersengeh.<br />"Emmm dia ajak Imah main ke?"<br />"Mana mama tahu?"<br />"Alah mama dah biasa dengan perangainya tu"<br />"Mama biasa main dengan dia eh?" tanya Imah sambil tersengeh. Mama Som juga turut tersenyum."Berapa dia tawar?" tanya Mama Som. Imah angkat <st1:city st="on"><st1:place st="on">lima</st1:place></st1:city> jari.<br />"Em..boleh lah tu" jawab mama berpuas hati dengan harga yang ditawarkan oleh Ah Chong kepada Imah.<br />"Imah nak ke?" Tanya Mama lagi.<br />"Entah lah ma, Imah pun tak tahu, nanti apa pulak kata Abang Jimie, Imah tak penah buat kerja macam ni, jual tubuh, buat biasa adalah tapi tak pernah pulak kenakan harga.."<br />"Imah cuba dulu..nanti mungkin Imah suka pulak"<br />"Mama biasa buat ke ni?"<br />"Adalah sekali sekala ketika abah tak ada"<br />"Abah tak tahu ke ma?" tanya Imah lagi.<br />"Mama rasa abah tahu tapi buat tak kesah, dia anggap itu hiburan buat mama"<br />"Mana mama tahu yang abah tahu?"<br />"Satu hari tu, Ah Chong bawak kawan, dia kata abang angkatnya. Abah masa tu, pergi kebun" Imah mendengar dengan penuh minat.<br />"Hari sebelum tu mama dan Ah Chong dah pakat, jadi mama tak ikut abah ke kebun. Tepat pada masanya Ah Chong datang dengan kawannya. Mama tak seronok juga sebab Ah Chong tak pernah bawa kawan. Mama pun tahu masa menjadi suntuk kalau kawan dia ikut sama tapi Ah Chong pujuk juga mama agar mama melayan mereka berdua dengan bayaran sekali ganda."<br />"Habis tu mama layan mereka?" tanya Imah.<br />"Ah Chong bijak memujuk, dia kata sekejap pun tak apa dan dia terus menghulurkan bayaran. Dia kata kawan dia nak merasa orang melayu punya yang bersih di kampung. Banyak melayu di bandar yang manjadi pelacur tetapi mereka sudah tak bersih lagi, banyak penyakit, bahaya" Imah terus mendengar, cerita ni makin seronok pulak.<br />"Habis mama setuju?" Imah menjadi tak sabar.<br />"Mama terima juga akhirnya"<br />"Mereka buat dua-dua serentak?"<br />"Tak, satu-satu"<br />"Cerita lagi ma" pinta Imah.<br />"Mama tanya siapa dulu? Ah Chong jawab kawan dia dulu"<br />"Mama buat kat mana?" Rasa ingin tahu Imah berterusan.<br />"Dalam bilik yang kau orang tidur tulah, segan jugak mama nak bawak masuk bilik tidur kami, rasa bersalah pulak dengan abah sebab dia tak tahu" Imah rasa terangsang, cipapnya rasa berdenyut mendengar cerita mertuanya tu.<br />"Lama tak ma orang tu buat?" tanya Imah.<br />"Memandangkan masa tak banyak, kami tak ada main-main, tapi apabila mama bogel sahaja, orang tu terus sahaja terkam mama. Dia jilat mama sampai mama rasa nak terpancut. Mama tanya dia suka ke jilat tu. Dia kata lama dah dia nak jilat melayu punya tapi tak berani. Mama tanya sedap ke? dia jawab sedap rasa bersih. Lepas puas dia menjilat dia terus sahaja naik atas mama dan henjut mama"<br />"Besar tak ma anunya tu?"<br />"Taklah besar mana..Jimie punya lagi besar"<br />"Lama tak ma?"<br />"Taklah lama sangat, dia henjut lebih kurang lima minit kemudian dia minta mama nonggeng. Mama ikut sajalah. Dia jilat bontot mama beberapa kali sebelum sambung henjut mama"<br />"Ikut bontot ma?"<br />"Tak eh... ikut biasa"<br />"Lama mana pulak ma?"<br />"Itu pun lebih kurang lima minit kemudian dia pancut...banyak juga"<br />"Kalau gitu taklah lama sangat ma"<br />"Memang tak lama, tetapi selepas Ah Chong buat dengan mama, dia minta sekali lagi"<br />"Ah Chong kuat tak ma?"<br />"Ah Chong? emm taklah kuat mana tapi mama sempat pancut sekali dengannya"<br />"Dengan orang tadi mama tak sempat pancut?"<br />"Tak, tapi round kedua mama sepat pancut dua kali..dia main lama selepas dia pancut kali pertama"<br />"Habis macam mana pulak abah tahu yang mama buat dengan Ah Chong"<br />"Petang tu selepas Ah Chong balik, abah balik dengan sebakul buah rambutan. Mama pun hairan sebab masa abah pergi dia tidak bawa bakul tu bersama, tetapi masa dia balik dia bawa bakul pulak. Abah cakap kat mama, tadi dia balik ambil bakul dia nampak lori Ah Chong kat tangga. Dia dengar suara mama berseronok tapi tak apalah buat hiburan katanya."<br />"seronok juga ye ma?" Tanya Imah<br />"Seronok tu memang seronok tapi malam tu Abah henjut mama sampai lima kali. Mama rasa macam nak pengsan."<br />"Abah marah ke tu"<br />"Tidak, abah lepas gian" terdengar suara Pak Dir di pintu dapur. Mama cuma tergelak.<br />"Mama pergi ajak Jimi dan Atan masuk ke dalam, dia orang kata nak sambung kerja semalam di tepi sungai" Mama Som bangun mencium dahi Imah lalu berbisak<br />"Abah nak Imah sekali lagi lah tu"<br />"Imah tahu ma..kami pun bukan selalu balik kampung ni" balas Imah. Mama Som berlalu.<br />Pak Dir duduk di meja makan. Imah bangun<br />"Abah nak air?"<br />"Boleh jugak, buatkan abah kopi" Imah membancuh kopi untuk mertuanya.<br />"Rancak benar Imah dan mama bercerita tadi?" tanya Pak Dir.<br />"Saja Bah..cerita orang perempuan..lagi pun lama jugak kami tak balik kampung banyaklah boleh kami ceritakan" Sambil Imah menghidang kopi.<br />"Em sedap kopi ni macam mama buat jugak" Usik Pak Dir.<br />"Anak menantu Bah, kalau tak dapat ikut ibu mertua nak ikut sapa lagi" Imah menuangkan secawan untuk dirinya sendiri.<br />"Emmmmm yeahhhh" suara Mama Som dari dalam bilik.<br />"Mama dah kenalah tu." komen Pak Dir<br />"Atan tekan sekarang..yeahhh tekan dalam-dalam...henjut bontot nenek niee ouuuuhhhh!!!!!" suara mama Som lagi.<br />"Ketat nya nekkkk!!!" kedengaran suara Atan Bunyi Oh dan Ah berterusan dari dalam bilik dengan bunyi henyakan katil.<br />"Boleh tahan juga Atan tu ye" komen Pak Dir.<br />"Macam atuknya juga lah tu" Gurau Imah.<br />Sesudah minum Pak Dir mengajak Imah turun ke tanah. Imah memakai sarong dan baju T tanpa lengan itu mengikut saja. Mereka meninggalkan Mama Som, Atan dan Jimie dengan kemeriahan mereka yang tersendiri.<br />"Kita nak ke mana bah"<br />"Marilah ikut abah, kita tengok sesuatu yang special dalam kampung ni"<br />Mereka telah berjalan hampir dua puluh minit meredah hutan. Badan Imah berpeluh. Bajunya basah di bahagian dada dan belakang. Jelas kelihatan puting teteknya dan sebahagian buah dadanya yang melekat pada baju yang nipis. Banyak yang dibualkan oleh Pak Dir dengan Imah terutamanya kesediaan Imah untuk membantu merawat Jimie membaiki balaknya yang hendak dibesarkan dengan Tok Cu Toh.<br />"Berapa hari Abang Jimie kena rawat di sana tu?" tanya Imah. sambil mengesat peluh di dahinya dengan bajunya.<br />"Biasanya tiga hari"<br />"Habis apa yang Imah kena buat bah?" tanya Imah lagi.<br />"Imah kena jadi isteri Tok Cu Toh selama tu"<br />"Isteri?"<br />"Ye lah, Imah kena masak, sediakan makan minum untuk TokCu Toh dan juga Jimie"<br />"Imah kena tidur dengan dia ke bah?"<br />"Gitulah syaratnya"<br />"Mama dulu kena gitu ke bah?" tanya Imah lagi<br />"Mama pun kena gitu jugalah dan Abah pun kena terima kalau mama nak buat dengan orang selepas pada tu"<br />"Abah tahu ke mama buat dengan Ah Chong?"<br />"Tahu.." jawabnya rengkas.<br />"Patutlah abah tak marah sebab syarat perubatan abah. Mama tahu ke syarat ni?"<br />"Emm dia tak tahu"<br />"Kalau gitu Abang Jimie takleh marahlah kalau Imah nak buat dengan sapa-sapa saja?"<br />Hutan semakin tebal, matahari panas makin redup dek rimbunan pokok besar. Dari celah-celah pokok kelihatan dua orang lelaki dari arah yang berbeza tetapi menju lalun yang sama.<br />"Pak Dir" tegur mereka<br />"Em Rambai , Suji kau pun ada sama" Tegur Pak Dir.<br />"Ni sapa ni Pak Dir" Tanya Rambai sambil matanya merenung tubuh Imah ke atas dan ke bawah.<br />"Menantu aku" Jawab Pak Dir jalan bersama.<br />Tentu Imah di belakang Pak Dir dan dikuti oleh Rambai dan Suji. Imah merasakan pahanya bergetah sebab berjalan jauh dalam cuaca yang semakin hangat. Menyesal juga dia sebab tidak memakai seluar dan baju dalam. Tak sangka pulak yang mertuanya akan membawanya berlajan begini jauh. Tiba-tiba mereka berhadapan dengan sebuah anak sungai. Airnya sangat jernih. Pak Dir berhenti seketika.<br />"Emm dalam pulak air ni hari ni" Sungut Pak Dir. "Malam tadi hujan ka hulu <st1:city st="on"><st1:place st="on">sana</st1:place></st1:city> tu" sahut Suji. 'Paras pinggang je Pak Dir" Sambung Rambai.<br />Tiba-tiba mereka berdua membuka seluar masing-masing. Memang mereka tak berbaju dengan kulit yang hitam pekat. Mereka cuma meloloskan seluar sahaja. Imah lihat mereka memang tidak berseluar dalam. Dalam hati Imah rasa nak tergelak sebab bukannya dia seorang saja yang tidak berseluar dalam. Imah lihat balak dia orang separuh tegang, berjuntai panjang dan besar. Hitam berkilat.<br />"Kau orang lintas dulu" Arah Pak Dir.<br />Pak Dir duduk bersandar di sebatang pokok besar di tepi sungai. Menyalakan rokok daunnya. Memerhati lelaki berdua tu melintas. Memang air hanya paras pinggang.<br />"Imah boleh melintas air tu?" Tanya Pak Dir.<br />"Boleh Bah" Jawab Imah.<br />"Nak buka baju atau tidak ni" Tanya Pak Dir lagi.<br />"Imah buka kain sajalah Bah. Air tu tak dalam sangat"<br />"Elok jugak tu nanti tak lah Imah duduk dalam kain basah" dengan itu Pak Dir membuka seluarnya. Berjuntailah balaknya yang besar panjang.<br />"Orang sini anu mereka besar-besar belaka ke bah"<br />"Tu kerja Tok Cu Toh lah tu"<br />"Oooo" Imah juga melepaskan ikatan kainnya. Menyerlahkan tubuh putih dan montok .<br />Pak Dir merenung tubuh menantunya tu dengan ghairah. Balaknya mengembang sedikit. Imah sempat memerhatikan perkembangan balak mertuanya itu.<br />"Bangun dia bah?" Gurau Imah.<br />"Emmm patut kita selesai dulu di rumah tadi" jawab Pak Dir<br />"Abah nak ke? Kita buat kat belakang pokok tu" cadang Imah.<br />"Tu dia orang dok tunggu, nanti tak sempat pulak nak tengok pertunjukan tu."<br />"Pertunjukan apa ni bah?"<br />"Nantilah Imah tengok"<br />Pak Dir melangkah masuk ke sungai. Imah ikut dari belakang. Terasa sejuk air menyentuh kulitnya sedikit demi sedikit.. Segar rasa badan apa bila masuk air yang dingin begini. Terasa ingin sekali ia untuk terus mandi sahaja, Sampai di tengah sungai Imah membuka bajunya<br />"Bah" Dia memanggil Pak Dir.<br />Pak Dir berpaling melihat Imah yang terlanjang bulat dengan buah dadanya bulat dan tegak. Imah mengangkat pakaiannya tinggi dan merendahkan badannya hingga tenggelam seluruh tubuh kecuali tangannya yang memegang pakaian.<br />Pak Dir menanti menantunya timbul kemudian dia terus berjalan mengharungi sungai . Imah mengikutinya dari belakang. Hampir sampai di seberang Imah mengenakan bajunya. Tubuh basah menyebabkan baju itu terus melekat pada badan Imah. Rambai dan Suji terus memerhati tubuh Imah dari masa menyeberang lagi. Imah perasan yang empat mata tu terus tertumpu ke arah tubuhnya tetapi dia buat tak tahu saja. Selepas mengikat kain mereka teruskan perjalanan. Turun disebalik tebing kelihatan sebuah rumah atap rumbia yang kecil sahaja. "Kita dah sampai" Kata Pak Dir.<br />Imah melihat sekeliling, selain rumah atap rumbia tu nampaknya tidak ada lagi yang menarik kecuali kandang lembu dan sedikit kebun sayur dan jagong. Mereka berempat menuruni tebing ke arah rumah tersebut. Di hadapan rumah kelihatan seorang lelaki sedang membelah kayu. Sasa tubuhnya. Dia hanya berseluar pendek. Orang itu berhenti dari kerjanya dan datang mendapatkan Pak Dir dan yang lain. Sampai pada Imah orang tu berdiri dan perhati ke atas dan ke bawah kemudian dia berjalan dapatkan Pak Dir semula. Mereka berbincang seketika. <st1:city st="on"><st1:place st="on">Ada</st1:place></st1:city> kala Pak Dir mengeleng kepala, ada kala orang tu yang mengeleng kepala. Rambai dan Suji terus sahaja mencari bangku yang dibuat dari buluh di anjung rumah dan duduk. Imah pula duduk di atas tangga hampir dengan mereka.<br />"Mereka bincang fasal apa tu" Tanya Imah.<br />"Bayaran pertunjukanlah tu" jawab Rambai.<br />"Petunjukan apa?"<br />"Ini pertunjukan special cikk, nanti cik tengok" sambung Rambai lagi.<br />Suji cuma tersengeh. Kemudian Pak Dir datang mendapatkan Imah.<br />"Apa hal Bah?" Tanya Imah.<br />" Susah sikit hari ini.. kalau nak tengok pertunjukan itu"<br />"Kenapa bah?" Tanya Imah lagi.<br />"Biasanya kami bayar, RM50 seorang tapi hari ini dia tak nak pulak"<br />"Kenapa?" Tanya Imah lagi.<br />"Dia nak main dengan Imah dulu" bisik Pak Dir.<br />Merah padam muka Imah. Dalam pada itu kelihatan tersembul perempuan agak rendah dari Imah membimbit sebaldi air dari sungai. Tubuhnya agak montok, buah dadanya berisi, ponggong bulat dan cuma memakai sehelai kain batik lusuh yang basah kuyup. Imah memerhati lelaki tuan rumah tu.Berkulit cerah macam orang Cina tetapi berambut kerinting halus macam orang Negro.<br />"Dia nak main dengan Imah?"Pak Dir menganggukkan kepalanya.<br />"Abah..apa specialnya pertunjukan ni?"<br />"Imah nampak perempuan tu?" Imah menganggukkan kepala.<br />"Dia main dengan binatang" Bisik Pak Dir lagi.<br />"Oooo" Imah tak dapat banyangkan bagaimana tetapi matanya bulat sambil tersenyum. Ini dia mesti tengok.<br />Sekali lagi Imah menoleh ke arah lelaki tuan rumah yang sedang menanti. Nampak lebih tampan lagi daripada Muthu di perumahannya.<br />"Bolehlah bah" tersembul jawapan Imah.<br />Pak Dir mengangguk kepala kepada lelaki berkenaan. Kemudian semua masuk ke dalam rumah. Isteri orang tu duduk sahaja dekat pintu dapur.<br />Dalam rumah cuma ada satu pelantaian dan satu medan sebagai ruang tamu. Semua bersila di atas tanah di <st1:city st="on"><st1:place st="on">medan</st1:place></st1:city> berkenaan yang di alas dengan daun-daun rimbia yang di anyam. Imah bertimpuh di sebelah Pak Dir. Rambai dan Suji menyeluk poket masing-masing dan mengeluarkan duit lalu dihulurkan kepada tuan rumah.<br />Pak Dir berbisik sesuatu kepada Imah. Semua mata tertumpu kepada Imah yang bangun berdiri dan berjalan ke tengah ruang. Tuan Rumah menyerahkan wang kepada isterinya yang menyimpannya di celah dinding di belakangnya. Imah berdiri di tengah ruang, memandang kepada pak Dir yang bersandar ke dinding. Pak Dir nampaknya memberi isyarat kepada Imah dengan itu Imah membuka bajunya lalu dicampakkan ke tepi. Terserlah buah dada Imah yang bulat membusut. Rambai dan Suji melopong tetapi tidak berganjak dari tempat duduk masing-masing Imah berpaling ke arah tuan rumah dan didapatinya tuan rumah juga telah terlanjang bulat. Seluar pendeknya bulat di sebelah isterinya.<br />"Ohhhhh!!" Keluh Imah melihat balak tuan rumah yang masih belum dikenali namanya itu.<br />Balak yang besar dan panjang itu nampaknya menegang ke hadapan teranguk-angguk kepala yang berkilat. Tuan rumah mengenggam pangkal balaknya dan mengosoknya beberapa kali menyebabkan balaknya mendongak ke atas keras macam batang kayu. Dia melangkah mendapatkan Imah ditengah gelanggang. Imah membuka ikatan kainnya dengan matanya tidak berkelip melihat balak yang makin hampir dengannya. Terdengar bunyi berdesit dari mulut penontonnya dan Imah tidak peduli lagi. Fikiran dan tumpuannya hanya kepada balak yang kini dalam capaiannya. Dia menggengam balak tuan rumah dan berpaling ke arah bapa mertuanya. Sekali lagi Pak Dir menganggukkan kepala.<br />Imah melutut dan diikuti oleh tuan rumah yang menolak Imah untuk berbaring perlahan-lahan. Imah tidak mengharapkan sabarang ransangan sebelum bersetubuh dan agak terkejut juga apabila tuan rumah mula menunduk antara dua pahanya dan menjilat cipapnya.<br />"Ohhhh emmmm" Keluh Imah.<br />Tangannya memegang kepala tuan rumah yang terus menjilat dan menghisap kelentiknya. Dari penjuru mata dia melihat dua orang tetamu sedang merocoh balak besar, panjang dan hitam masing-masing dengan seluar mereka terlondeh sampai ke lutut. Tiba-tiba dia merasakan dirinya kian ghairah dan seronok. Mukanya yang putih kelihatan merah dan basah berpeluh. Rambutnya tidak menentu lagi. Hampir dua puluh minit dia terlentang dan terkangkang dihenjut oleh tuan rumah dengan balaknya yang luar biasa panjang dan besarnya.<br />"Oughhhh!!!!!! Oughhhhhh emmmmmmhhhhh!!!!" suaranya terus meninggi. Dia dah klimeks dan klimeks lagi.<br />Pak Dir cuma melihat dengan keghairahan terhadap menantunya yang sedang digumuli oleh tuan rumah. Dia juga meloloskan seluar treknya dan dikeluarkan balaknya yang tidak kurang hebatnya.<br />Apabila Imah dibalikkan untuk disetubuhi secara menyereng kelihatan belakang dan ponggongnya kemerahan berbalam berbekas anyaman rumbia yang menjadi alas perjuangan mereka. Orang itu mengangkat paha kanan Imah tinggi sedang Imah mengereng ke kiri. Balak yang besar itu terus sahja menerjah cipapnya dari belakangnya. Ponggong Imah yang bulat dapat merasai bulu lebat yang tidak terurus yang menutupi ari-ari serta bawah perut tuan rumah. Tangannya yang kasar dan keras memegang memeluk Imah dari bawah kepala melalui atas bahu kiri dan terus sahaja meramas buah dada Imah sebelah kanan.<br />Tangan kiri Imah bermain dengan kelentitnya untuk merangsang lagi persetubuhan yang sedang dinikmatinya sekarang, manakala sebelah tangan lagi digunakan untuk memaut ponggong orang itu untuk terus menghayun, menjolok balaknya ke dalam tubuh Imah.<br />Dalam kepayahan sempat Imah melihat Rambai dan Suji terus melancap di hadapannya. Balak mereka yang besar, panjang dan hitam itu kelihatan berkilat basah keras mencanak ke atas melangkaui pusat masing-masing. Di hujung kakinya kelihatan Pak Dir , bapa mertuanya juga mengurut balaknya yang besar panjang. Memang hari ini nasibnya dikelilingi oleh balak yang besar panjang belaka.<br />Orang yang menyetubuhinya mula berhenti, sekali lagi Imah ditelentangkan. Ketika perubahan ini sempat Imah melihat isteri tuan rumah yang sudah tidak berbaju lagi, kainnya terbuka duduk bersandar ke dinding rumah dengan kakinya sedikit terkangkang. sebelah tangannya sedang membelai buah dada dan sebelah lagi sedang membelai cipapnya yang berbulu hitam.<br />Tuan rumah menaiki tubuh Imah sekali lagi. Dia menekan balaknya terus rapat ke dalam menghentak mulut rahim Imah yang keras dan licin di dalam vagina. Cipap Imah yang licin tidak lagi memberikan sebarang rintangan kecuali kelicinan, kehangatan dan kemutan yang meramas batang balak dari masa ke semasa. Tuan rumah menghayun laju. Imah tahu yang orang yang menyetubuhinya itu mahu klimeks. Imah mengayak ponggongnya memberikan ransangan. Dia juga kian hampir dengan klimeks untuk kali ke..... entah dia pun tak terbilang lagi.<br />"Yeaaahhhhh emmm m bagiii lagiiii...emmmmhhhh, kuat lagiii yeah kuaaaaaattttt!!!!!" jerit Imah. Kepalanya terangkat-angkat berselang seli dengan dadanya. Dia klimeks sekali lagi dan tuan rumah juga klimeks dengan memancut banyak ke dalam rahim Imah<br />Das demi das, panas dan melimpah. Imah semput nafas, Tangannya terkulai mendepang kiri dan kanan. Tuan rumah juga terkulai ditertiarap di atas tubuh Imah. ponggongnya masih lagi menghenjut perlahan-lahan melepaskan pancutannya yang terakhir ke dalam rahim Imah. Imah cuma menahan dengan mengangkang. Tidak larat untuk Imah untuk menolak lelaki berkenaan lalu terus dibiarkan balak besarnya berendam sehingga beberapa minit.<br />Imah dapat merasakan balak yang kian mengecil dan orang itu pun menarik balaknya keluar. Imah dapat merasakan udara menerjah masuk menyentuh mulut cipapnya yang masih lagi ternganga dan melelehkan air mani. Perlahan-lahan Imah bangkit dan mendekati Pak Dir lalu memeluk Pak Dir. Pak Dir memeluk menantunya dengan penuh mesra. Tangannya membelai rambut Imah dan mencium dahi Imah.<br />"Imah tak apa-apa?" tanya Pak Dir.<br />"Emmmm Abah peluk Imah" Pinta Imah.<br />Kepalanya disandarkan ke dada Pak Dir. Tangannya memeluk pinggang mertuanya dan sebelah lagi terus memegang balak mertuanya yang menjulur ke lantai. Air mani yang ada dalam cipapnya terus meleleh ke atas daun rumbia di bawah ponggongnya.<br />Tuan rumah mendekati Imah. Balaknya masih lagi basah berkilat dengan palitan air mani mereka berdua. Dia menghulurkan dua batang lidi kepada Imah.<br />"Cabut satu" pintanya.<br />Imah melihat pada pak Dir. Pak Dir mengangukkan kepalanya. Imah mencabut lalu diberikan semula kepada tuan rumah. Tuan rumah mengukur antara lidi yang dicabut dengan lidi yang masih berada di tangannya. Cabutan Imah lebih panjang.<br />"Apa tu bah?" tanya Imah.<br />"Pilihan antara kambing dan " terang Pak Dir.<br />Kelihatan isteri tuan rumah bangun dan menaggalkan terus kainnya. Bulunya hitam menutupi cipapnya dan buah dadanya yang bulat berenjut apabila dia melangkah ke tangah gelanggang. Suaminya melangkah keluar melalui pintu dapur.<br />Perempuan itu mendekati Rambai. Tangannya membelai balak Rambai yang tegang beberapa kali kemudian dia mengangkang di atas riba rambai dan memasukkan balak Rambai ke dalam cipapnya. Di henjutnya beberapa kali kemudian dia mencabutnya. Rambai mengeluh. Perkara yang sama juga dibuat kepada Suji. Suji juga mengeluh apabila cipap perempuan itu terangkat dari balaknya.<br />Imah terus memerhati. Pertunjukan ini kian menarik. Perempuan tersebut buat perkara yang sama kepada Pak Dir. Imah yang memegang balak mertuanya dari tadi membantu memasukkan balak mertuanya ke dalam cipap isteri tuan rumah. Sambil menghenjut perempuan tersebut membuka paha Imah dan terus menjilat sisa mani yang ditinggalkan oleh suaminya. Di sedutnya dan dijilatnya dengan rakus.<br />"Boleh tahan juga pertunjukan ni bah" komen Imah.<br />Pak dir cuma senyum sambil mengangkat ponggongnya untuk menjolok balaknya ke dalam cipap perempuan tersebut.<br />Beberapa minit suami perempuan itu tercegak berdiri di pintu hadapan bersama seekor kambing hitam yang besar. "Perempuan itu berhenti menghenjut Pak Dir dan bangun ke tengah gelanggang. Imah dapat melihat balak kambing tu keluar masuk dari kerandutnya. Merah dan keras.<br />"Kambing tu telah dikurung berminggu-mingu bersendirian disebelah kandang kambing betina. Tengok tu gian sangat dah tu" beritahu Pak Dir.<br />Semua orang diam kecuali suara kambing yang mengebek Perempuan tadi melutut dan membongkok di tengah gelanggang. Kepalanya rapat tunduk ke lantai. Ponggongnya tinggi di udara. Suaminya membawa kambing ke belakang ponggong bininya. Kambing itu mencium cipap bininya dan menjilat-jilat. Imah dapat melihat balak kambing tu menjulur keluar semakin panjang. Pangkalnya agak besar dan hujungnya agak halus. Kaki depan kambing tu telah dibungkus dengan kain. Kelihatan kambing itu tak sabar untuk memanjat namun terus dikawal oleh tuannya..<br />Imah dan Pak Dir bergerak ke arah belakang dari kedudukan perempuan itu menongging. di sebelah <st1:city st="on"><st1:place st="on">sana</st1:place></st1:city> juga Rambai dan Suji berbuat yang sama semata-mata untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik. Kambing itu kian tidak sabar. Lalu di lepaskan oleh tuannya. Kambing macam sudah biasa mengangkat kakinya ke kiri dan kanan isteri tuannya sambil ponggongnya menghenjut balaknya ke depan. Dua tiga kali <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">cuba</st1:place></st1:country-region> masih lagi gagal tetapi cubaannya kali keempat dengan bantuan tuannya balaknya terus masuk ke dalam cipap isteri tuan rumah.<br />"Auuuuu!!!" jerit isteri tuan rumah. Dia mendongak kepalanya dan kedua tangannya memegang kaki hadapan kambing tersebut. Bermulalah persetubuhan antara binatang dan manusia.<br />Kambing yang dikurung berminggu-minggu itu bertindak ganas menikam cipap isteri tuannya tanpa belas ihsan lagi. Hentakannya bertubi-tubi dan gelojoh sekali. Isteri tuannya menjerit dan mengerang tidak henti-henti. sesekali bagaikan dia menahan sakit dan pada ketika lain pulak bagai menikmati pemberian kambing jantan yang besar itu. Kambing itu mengembek dan berdengus . Hidungnya kembang kempes dan hentakan gelojohnya berterusan.<br />Tiba-tiba isteri tuan kambing menjerit kuat<br />"aughhhhhhh!!!!!!" air matanya mengalir.<br />Dia tunduk mengah. Dia klimeks. selang beberapa ketika kambing itu memancutkan air maninya. Banyak menjejeh-jejeh keluar mengalir ke atas daun rumbia.<br />"Auooohhhhhhhhhh!!!!" keluh isteri tuan kambing tu lagi.<br />Namun kambing itu terus sahaja menghenjut sehingga mereka berdua klimeks lagi dan sekali lagi buat kali ketiga baru kambing itu berhenti. Isteri tuan kambing tertiarap kehadapan dan tuan kambing tu manarik kambingnya keluar dari rumah. Balak kambing tu masih lagi berjuntai walau pun tidak sekeras tadi.<br />Sebelum keluar dia berhenti dan menoleh ke arah Imah<br />"Nak rasa?".<br />Muka Imah merah lagi. Dia cukup ghairah melihat pertunjukan yang baru sahaja berakhir. Tanpa disedarinya di melutut ke arah kambing dan menghulur tanganya untuk merasai balak kambing yang masih berjuntai dan meleleh air mani itu. Dia usapnya beberapa kali menyebabkan balak kambing itu keras semula.<br />"Cik puan nak cuba?" tanya orang itu lagi.<br />Imah berundur sambil mengelengkan kepalanya. Tuan kambing itu tersengeh lalu menarik kambingnya keluar. Imah lihat isteri tuan kambing masih lagi tertiarap sambil terkangkang. Cipapnya yang tembam kemerahan kelihatan basah berlendir dengan air mani kambing yang terus meleleh keluar.<br />Pak Dir mengambil kain dan dihulurkan kepada Imah. Masing-masing mengenakan pakaian dan keluar dari pondok rumbia itu. Imah memegang lengan mertuanya sambil berjalan keluar. Matahari sudah condong ke barat menandakan hari telah petang.<br />Ketika merentasi sungai, sekali lagi Imah mandi dengan menyelam sebagaimana dia menyeberang awal tadi, Cuma bezanya kali ini pakaiannya diberikan kepada Pak Dir untuk bawa ke tebing. Dia juga sempat membersihkan cipapnya yang berlumuran mani di dalam sungai. Pak Dir yang menunggu di tebing kelihatan berbincang sesuatu dengan Rambai dan Suji.<br />Apabila Imah naik Rambai dan Suji dah berjalan terlebih dahulu. Imah mengenakan pakaianya.<br />"Rasa macam mana sekarang?"<br />"Segar sikit bah" jawab Imah<br />"Kita ke dusun kejab" Jelas Pak Dir lalu membawa jalan melalui semak.<br />Rupanya tempat mereka pergi tadi tidak jauh dari dusun mereka. Di dangau kelihatan Rambai dan Suji sedang melepak sambil makan rambutan.<br />"Cepatnya mereka bah" tegur Imah<br />"Imah boleh tahan lagi ke?" tanya Pak Dir.<br />"Kenapa bah?"<br />"Mereka berdua tu nak kan Imah" Jelas Pak DIr<br />"Dah sampai ke sini tak tahan pun kena tahan jugak lah" jawab Imah.<br />Dia tahu yang lelaki berdua tu dari tadi giankan tubuhnya, apatah lagi selepas menonton pertunjukan yang dibuatnya dan pertunjukan isteri tuan rumah sebentar tadi. Imah berhenti melangkah dan berpaling ke aras mertuanya yang berada di belakang.<br />"Abah tak nak ke?" tanya Imah.<br />"Imah bagi kat dia orang dulu, lepas tu kita tengok macam mana" Ulas Pak Dir.<br />Keghairahan Imah kembali lagi. Ransangan yang dijanakan oleh pertunjukan manusia dan kambing tadi sudah cukup memberangsangkan tetapi hakikat yang dia akan disetubuhi oleh dua balak yang besar, panjang menambahkan lagi ransangan tersebut. Dia merasakan cipapnya berair semula. Terasa juga dadanya berdebar untuk berhadapan dengan orang berdua ni.<br />Apabila hampir dengan dangau, Imah berhenti seketika. Rambai dan Suji naik bersila ke atas memberi laluan untuk Imah turut naik. Pak Dir cuma duduk di pintu dengan kakinya berjuntai di tanah.<br />Imah membuka baju dan kainnya lalu dilipat untuk di jadikan alas kepala. Lalu dia merapat kepada Rambai dan Suji. Tangannya menjamah pipi kedua-duanya.<br />"Silakan bang" mendengarkan pelawaan Imah, Rambai dan Suji cepat-cepat membuka seluar masing-masing. Terus sahaja tersembul balak yang keras mencanak.<br />Imah terus menggenggam kedua-duanya sekali, melurutnya beberapa kali dan mula menjilat satu persatu. Kelihatan dihujung balak hitam cecair jernih yang meleleh. Rambai dan Suju berdiri di atas lutut dan Imah terus menghisap balak mereka berselang seli. Mereka berdua menggigit bibir menahan kenikmatan yang diberikan oleh Imah. Mereka tidak menyangka dengan membayar RM50 seorang kepada PakDir dapat mereka merasa tubuh montok menantunya ini yang baru balik bercuti ke kampung.<br />Rambai tidak peduli hari ini dia hangus duit torehan getah yang dikumpul selama seminggu. Bininya di rumah tidak pernah menghisap balaknya. Bininya hanya tahu membuka kangkang dan tahan sahaja. Tapi hari ini lain. hari yang bertuah dalam hidupnya. Balaknya yang hitam pekat tu dihisap oleh perempuan yang putih merah ni. Perempuan yang berisi di dada dan ponggong ni walau beribu ringgit pun dia sanggup bayar untuk hisap balaknya dan bersetubuh dengannya. Tapi hari ini dengan hanya RM50 dia dapat merasa tubuh gebu ini.<br />Suji mula menolak Imah untuk menelentang. Imah berhenti menghisap lalu berundur mengambil tempatnya. Suji merangkak naik ke atas tubuhnya.. Kelihatan mereka berdua macam tahi cicak. Hitam dan putih.<br />Namun Suji belum bersedia untuk menyetubuhi Imah. Dia mula menghisap buah dada Imah dengan rakus. Puas di buah dada Suji mula menjalar ke bawah. Tangannya yang sedari tadi menggenggam cipap imah dengan ibu jarinya menguis-nguis alur cipap tersebut kini mula menguak buka alur tersebut untuk dihulurkan lidahnya menjilat dan menerokai cipap yang kelihatan masih merah akibat terokaan tuan rumah tempat mereka berkumpul tadi.<br />Imah bagai di awangan apabila cipapnya dijilat. Nafasnya berdengus-dengus. Perutnya menjadi kembang kempis. Namun dia terus sahaja menghisap balak Rambai yang penuh dalam mulutnya. Tangan Rambai pula yang bermain dengan buah dadanya.<br />Pak Dir mengeluarkan rokok daunnya lalu digulungnya. Balaknya keras di dalam seluar. Dia juga tidak tahan dengan segala rangsangan yang dia terima hari ini tetapi dia perlu bersabar. Habis budak-budak tu selesai dengan Imah mungkin dia pulak akan mendapat gilirannya. Dia turun dari dangau dan berjalan ke dalam dusunnya. mungkin baik juga kalau dia mengutip durian yang gugur. Dia menghala ke sungai sambil menyedut rokoknya.<br />Matahari kian tergelincir. Tarasa juga perutnya keroncong. Di tariknya dahan rambutan yang rendang yang penuh dengan buah. Di patahkan lalu dibawanya dengan tangkai dan daun. Dipetiknya sebiji lalu dimakannya sambil berjalan. Emm tentu Imah juga lapar. Kesian jugak budak tu baru semalam balik ke kampung, hari ini dah teruk dikerjakan oleh budak kampung ni dan tentu dia sendiri pun. Pak Dir melangkah ke dangau semula.<br />"Auuuughhhhhh !!!!! Augggghhhhh!!!!! Aaaaaaaaa!!!!!! uhh!! Aaaaaaaa!!!!!!" Dari jauh dah kedengaran suara Imah menjerit. Pak Dir mempercepatkan langkah.<br />Sampai di dangau Pak Dir lihat Imah dikerjakan oleh Rambai dan Suji serentak. Rambai terlentang dengan Imah di atasnya manaka Suji mendatanginya dari belakang ke dalam lubang bontotnya. Pak Dir jelas dapat melihat dua balak besar terbenam dalam dua rongga Imah. Serangan mereka juga nampaknya ganas dan mereka benar-benar melepaskan gian masing-masing yang terpendam sejak pagi tadi. Imah mendongak bertongkat dengan lengan di kiri dan kanan kepala Rambai dan Suji dengan ganas menikam dan terus menikam dengan laju ke dubur Imah.<br />"Yyaaa!!!yaaaa!!!! yaaaa !!! lagiiii!! lagiiiiii biar koyak...biar luas ..kuat lagiiii kuatttt oughhhh!!!!! hayun balak kau orang tuuu lajuuu lagiii lajuuuu emhhhhhhh!!!!! bagi aku pancut sekali lagiiii yeahhhhh dahhh yeahhhh sikit lagiii lajuuuuuuuuu!!!!!!" Imah merepek.<br />Rambai jugak mengerang<br />"Ya Kak aku pancuuuuuuttt niiiii!!!!!!" Dia klimeks<br />"Aku pun pancuuut dalam bontot kauuuuuuu!!!!! betina sundallllll ouhhhh yeahhh!!! yeahhhh!!! yeahhhh!!!!!" Jerit Suji sambil memancutkan air maninya berdecut-decut dalam dubur Imah.<br />Pak Dir tak tahan dia keluarkan balaknya lalu mengurutnya perlahan-lahan. Imah tertiarap atas tubuh Rambai manakala Suji mencabut balaknya dengan sedikit bunyi pop dan terus terlentang ke belakang. Balak Rambai yang besar terus terendam dan Imah masih belum bersedia untuk mencabutnya. Biarlah ia terendam hangat di dalam tubuhnya buat seketika.<br />Pak Dir dapat melihat mani Suji yang meleleh keluar dari bontot menantunya ke atas buah zakar Rambai dan seterusnya meleleh ke atas tikar. Perlahan-lahan Imah bangun. Rambai tersengeh puas. Imah mencabut balak yang terbenam dalam tubuhnya dan terus bersandar ke dinding. Kakinya lurus terkangkang. Air mani terus meleleh dari kedua-dua rongga tubuhnya.<br />Dia tersenyum kepada mertuanya yang sedang memakan buah rambutan. Peluh meleleh di seluruh tubuhnya. Bau tubuhnya juga bercampur baur dengan bau tubuh Rambai dan Suji apatah lagi seluruh pondok dangau tersebut berbau dengan bau air mani. Rambai memakai seluar dan diikuti oleh Suji. Masing-masing menyeluk saku seluar dan menghulurkan RM50 kepada Imah. Tercengang seketika tetapi Imah mengambilnya dan diletakkan dilantai sebelahnya. Dalam masa beberapa minit sahaja Suji dan Rambai hilang ke dalam hutan. Imah merangkak mendapatkan mertuanya. Mengambil rambutan dan memakannya.. Penat dan lapar.<br />Pak Dir kesian melihat menantunya. Mereka harus balik ke rumah sekarang.<br />"Kita balik Mah" kata Pak Dir.<br />Tanpa banyak bicara Imah mengumpulkan kain dan bajunya. menyarungkan baju dan mengenakan kain batik menutup semula tubuh mongel, putih dan lebam di beberapa tempat.<br />Pak Dir mengatur langkah. Di tangannya membimbit tangkai rambutan. Imah mengekori dari belakang. Pahanya melekit dengan air mani yang masih meleleh dari kedua-dua rongga tubuhnya. Jalannya juga agak mengengkang sedikit. Lututnya agak lemah. Dia masih terasa seolah-olah dua balak yang mengisi rongga tubuhnya masih ada di situ. Namun pengalamannya mengajar yang perasaan itu hanya bersifat sementara sahaja. Kalau dia gigihkan diri berjalan, keadaan akan menjadi seperti sedia kala juga.<br /><br />Di rumah Mama Som sedang membasuh pinggan yang baru digunakan untuk makan tengah hari oleh Atan dan Jimie. Dia juga merasa melekit di antara dua pahanya. Air mani masih meleleh perlahan dari dua rongga tubuhnya. Dia mesti cepat sebab Jimie dan Atan menunggu di dalam untuk meneruskan kerja mereka yang mereka mulakan sejak pagi tadi.<br />Esok Jimie akan ke bukit. Bila di sana dia kena berpuasa daripada menyentuh perempuan sepanjang masa rawatannya. Biarlah hari ini dia melepaskan kehendaknya sepenuh hati. Mama Som akan melayannya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style=""><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> </div> <div class="post-footer"> <div class="comments" id="comments"> <span class="post-author vcard"></span><span class="post-timestamp"><a class="timestamp-link" href="http://ceritalucahmelayu.blogspot.com/2007/08/nasib-imah.html" rel="bookmark" title="permanent link"><abbr class="published" title="2007-08-08T10:21:00-07:00"></abbr></a></span><a href="http://ceritalucahmelayu.blogspot.com/2007/08/nasib-imah.html?showComment=1222763700000#c6828891120474909817" title="comment permalink"></a><a href="http://www.blogger.com/delete-comment.g?blogID=6238638763400341316&postID=6828891120474909817" title="Delete Comment"> </a><dl id="comments-block"><dd class="comment-footer"><span class="comment-timestamp"><span class="item-control blog-admin pid-388736714"> </span> </span> </dd></dl> <p class="comment-footer"> </p> <div id="backlinks-container"> <div id="Blog1_backlinks-container"> </div> </div> </div> <div class="post-footer-line post-footer-line-2"> <span class="post-labels"> </span> </div> <div class="post-footer-line post-footer-line-3"> <span class="post-location"> </span> </div> </div> </div> <!-- google_ad_section_end --> </div> <div class="blog-pager" id="blog-pager"> </div> <div class="post-feeds"><div class="feed-links"> </div> </div> </div></div> <div id="footer-wrapper"> </div> </div></div> <div id="outer-wrapper"> <!-- placeholder for image --> <!-- placeholder for image --> </div> <script type="text/javascript" src="static/v1/widgets/3533820810-widgets.js"></script> <script type="text/javascript"> _WidgetManager._Init('http://www.blogger.com/rearrange?blogID=6238638763400341316', 'http://ceritalucahmelayu.blogspot.com/2007/08/nasib-imah.html','6238638763400341316'); _WidgetManager._SetPageActionUrl('http://www.blogger.com/display?blogID=6238638763400341316', '1Te02eVJHXRUyRvzw4_t39vtqbE:1245056402119'); _WidgetManager._SetDataContext([{'name': 'blog', 'data': {'title': 'cerita lucah...NASIB IMAH', 'pageType': 'item', 'url': 'http://ceritalucahmelayu.blogspot.com/2007/08/nasib-imah.html', 'homepageUrl': 'http://ceritalucahmelayu.blogspot.com/', 'searchLabel': '', 'searchQuery': '', 'pageName': 'Nasib Imah', 'pageTitle': 'cerita lucah...NASIB IMAH: Nasib Imah', 'encoding': 'UTF-8', 'locale': 'en-US', 'isPrivate': false, 'languageDirection': 'ltr', 'feedLinks': '\74link rel\75\42alternate\42 type\75\42application/atom+xml\42 title\75\42cerita lucah...NASIB IMAH - Atom\42 href\75\42http://ceritalucahmelayu.blogspot.com/feeds/posts/default\42 /\76\n\74link rel\75\42alternate\42 type\75\42application/rss+xml\42 title\75\42cerita lucah...NASIB IMAH - RSS\42 href\75\42http://ceritalucahmelayu.blogspot.com/feeds/posts/default?alt\75rss\42 /\76\n\74link rel\75\42service.post\42 type\75\42application/atom+xml\42 title\75\42cerita lucah...NASIB IMAH - Atom\42 href\75\42http://www.blogger.com/feeds/6238638763400341316/posts/default\42 /\76\n\74link rel\75\42EditURI\42 type\75\42application/rsd+xml\42 title\75\42RSD\42 href\75\42http://www.blogger.com/rsd.g?blogID\0756238638763400341316\42 /\76\n\74link rel\75\42alternate\42 type\75\42application/atom+xml\42 title\75\42cerita lucah...NASIB IMAH - Atom\42 href\75\42http://ceritalucahmelayu.blogspot.com/feeds/736064103102673093/comments/default\42 /\76\n', 'meTag': '', 'openIdOpTag': '', 'latencyHeadScript': '\74script type\75\42text/javascript\42\76(function() { var a\75window;function f(e){this.t\75{};this.tick\75function(d,b,c){var i\75c?c:(new Date).getTime();this.t[d]\75[i,b]};this.tick(\42start\42,null,e)}var g\75new f;a.jstiming\75{Timer:f,load:g};try{a.jstiming.pt\75a.external.pageT}catch(h){};a.tickAboveFold\75function(e){var d,b\75e,c\0750;if(b.offsetParent){do c+\75b.offsetTop;while(b\75b.offsetParent)}d\75c;d\74\075750\46\46a.jstiming.load.tick(\42aft\42)};var j\75false;function k(){if(!j){j\75true;a.jstiming.load.tick(\42firstScrollTime\42)}}a.addEventListener?a.addEventListener(\42scroll\42,k,false):a.attachEvent(\42onscroll\42,k); })();\74/script\076'}}]); _WidgetManager._SetSystemMarkup({'layout': {'varName': '', 'template': '\74div class\75\47widget-wrap1\47\76\n\74div class\75\47widget-wrap2\47\76\n\74div class\75\47widget-wrap3\47\76\n\74div class\75\47widget-content\47\76\n\74div class\75\47layout-title\47\76\74data:layout-title\76\74/data:layout-title\76\74/div\76\n\74a class\75\47editlink\47 expr:href\75\47data:widget.quickEditUrl\47 expr:onclick\75\47\46quot;return _WidgetManager._PopupConfig(document.getElementById(\\\46quot;\46quot; + data:widget.instanceId + \46quot;\\\46quot;));\46quot;\47 target\75\47chooseWidget\47\76\74data:edit-link\76\74/data:edit-link\76\74/a\76\n\74/div\76\n\74/div\76\n\74/div\76\n\74/div\076'}, 'quickedit': {'varName': '', 'template': '\74div class\75\47clear\47\76\74/div\76\n\74span class\75\47widget-item-control\47\76\n\74span class\75\47item-control blog-admin\47\76\n\74a class\75\47quickedit\47 expr:href\75\47data:widget.quickEditUrl\47 expr:onclick\75\47\46quot;return _WidgetManager._PopupConfig(document.getElementById(\\\46quot;\46quot; + data:widget.instanceId + \46quot;\\\46quot;));\46quot;\47 expr:target\75\47\46quot;config\46quot; + data:widget.instanceId\47 expr:title\75\47data:edit-link\47\76\n\74img alt\75\47\47 height\75\04718\47 src\75\47http://img1.blogblog.com/img/icon18_wrench_allbkg.png\47 width\75\04718\47/\76\n\74/a\76\n\74/span\76\n\74/span\76\n\74div class\75\47clear\47\76\74/div\076'}, 'all-head-content': {'varName': 'page', 'template': '\74data:blog.latencyHeadScript\76\74/data:blog.latencyHeadScript\76\n\74meta expr:content\75\47\46quot;text/html; charset\75\46quot; + data:page.encoding\47 http-equiv\75\47Content-Type\47/\76\n\74meta content\75\47true\47 name\75\47MSSmartTagsPreventParsing\47/\76\n\74meta content\75\47blogger\47 name\75\47generator\47/\76\n\74link href\75\47http://www.blogger.com/favicon.ico\47 rel\75\47icon\47 type\75\47image/vnd.microsoft.icon\47/\76\n\74link expr:href\75\47data:blog.url\47 rel\75\47canonical\47/\76\n\74data:blog.feedLinks\76\74/data:blog.feedLinks\76\n\74data:blog.meTag\76\74/data:blog.meTag\76\n\74data:blog.openIdOpTag\76\74/data:blog.openIdOpTag\76\n\74b:if cond\75\47data:page.isPrivate\47\76\n\74meta content\75\47NOINDEX,NOFOLLOW\47 name\75\47robots\47/\76\n\74/b:if\076'}}); _WidgetManager._RegisterWidget('_BlogArchiveView', new _WidgetInfo('BlogArchive1', 'sidebar',{'main': {'varName': '', 'template': '\74b:if cond\75\47data:title\47\76\n\74h2\76\74data:title\76\74/data:title\76\74/h2\76\n\74/b:if\76\n\74div class\75\47widget-content\47\76\n\74div id\75\47ArchiveList\47\76\n\74div expr:id\75\47data:widget.instanceId + \46quot;_ArchiveList\46quot;\47\76\n\74b:if cond\75\47data:style \75\75 \46quot;HIERARCHY\46quot;\47\76\n\74b:include data\75\47data\47 name\75\47interval\47\76\74/b:include\76\n\74/b:if\76\n\74b:if cond\75\47data:style \75\75 \46quot;FLAT\46quot;\47\76\n\74b:include data\75\47data\47 name\75\47flat\47\76\74/b:include\76\n\74/b:if\76\n\74b:if cond\75\47data:style \75\75 \46quot;MENU\46quot;\47\76\n\74b:include data\75\47data\47 name\75\47menu\47\76\74/b:include\76\n\74/b:if\76\n\74/div\76\n\74/div\76\n\74b:include name\75\47quickedit\47\76\74/b:include\76\n\74/div\076'}, 'flat': {'varName': 'data', 'template': '\74ul\76\n\74b:loop values\75\47data:data\47 var\75\47i\47\76\n\74li class\75\47archivedate\47\76\n\74a expr:href\75\47data:i.url\47\76\74data:i.name\76\74/data:i.name\76\74/a\76 (\74data:i.post-count\76\74/data:i.post-count\76)\n \74/li\76\n\74/b:loop\76\n\74/ul\076'}, 'menu': {'varName': 'data', 'template': '\74select expr:id\75\47data:widget.instanceId + \46quot;_ArchiveMenu\46quot;\47\76\n\74option value\75\47\47\76\74data:title\76\74/data:title\76\74/option\76\n\74b:loop values\75\47data:data\47 var\75\47i\47\76\n\74option expr:value\75\47data:i.url\47\76\74data:i.name\76\74/data:i.name\76 (\74data:i.post-count\76\74/data:i.post-count\76)\74/option\76\n\74/b:loop\76\n\74/select\076'}, 'interval': {'varName': 'intervalData', 'template': '\74b:loop values\75\47data:intervalData\47 var\75\47i\47\76\n\74ul\76\n\74li expr:class\75\47\46quot;archivedate \46quot; + data:i.expclass\47\76\n\74b:include data\75\47i\47 name\75\47toggle\47\76\74/b:include\76\n\74a class\75\47post-count-link\47 expr:href\75\47data:i.url\47\76\74data:i.name\76\74/data:i.name\76\74/a\76\n\74span class\75\47post-count\47 dir\75\47ltr\47\76(\74data:i.post-count\76\74/data:i.post-count\76)\74/span\76\n\74b:if cond\75\47data:i.data\47\76\n\74b:include data\75\47i.data\47 name\75\47interval\47\76\74/b:include\76\n\74/b:if\76\n\74b:if cond\75\47data:i.posts\47\76\n\74b:include data\75\47i.posts\47 name\75\47posts\47\76\74/b:include\76\n\74/b:if\76\n\74/li\76\n\74/ul\76\n\74/b:loop\076'}, 'toggle': {'varName': 'interval', 'template': '\74b:if cond\75\47data:interval.toggleId\47\76\n\74b:if cond\75\47data:interval.expclass \75\75 \46quot;expanded\46quot;\47\76\n\74a class\75\47toggle\47 expr:href\75\47data:widget.actionUrl + \46quot;\46amp;action\75toggle\46quot; + \46quot;\46amp;dir\75close\46amp;toggle\75\46quot; + data:interval.toggleId + \46quot;\46amp;toggleopen\75\46quot; + data:toggleopen\47\76\n\74span class\75\47zippy toggle-open\47\76\46#9660; \74/span\76\n\74/a\76\n\74b:else\76\74/b:else\76\n\74a class\75\47toggle\47 expr:href\75\47data:widget.actionUrl + \46quot;\46amp;action\75toggle\46quot; + \46quot;\46amp;dir\75open\46amp;toggle\75\46quot; + data:interval.toggleId + \46quot;\46amp;toggleopen\75\46quot; + data:toggleopen\47\76\n\74span class\75\47zippy\47\76\n\74b:if cond\75\47data:blog.languageDirection \75\75 \46quot;rtl\46quot;\47\76\n \46#9668;\n \74b:else\76\74/b:else\76\n \46#9658;\n \74/b:if\76\n\74/span\76\n\74/a\76\n\74/b:if\76\n\74/b:if\076'}, 'posts': {'varName': 'posts', 'template': '\74ul class\75\47posts\47\76\n\74b:loop values\75\47data:posts\47 var\75\47i\47\76\n\74li\76\74a expr:href\75\47data:i.url\47\76\74data:i.title\76\74/data:i.title\76\74/a\76\74/li\76\n\74/b:loop\76\n\74/ul\076'}}, document.getElementById('BlogArchive1'), {'languageDirection': 'ltr'}, 'displayModeFull')); _WidgetManager._RegisterWidget('_ProfileView', new _WidgetInfo('Profile1', 'sidebar',{'main': {'varName': '', 'template': '\74b:if cond\75\47data:title !\75 \46quot;\46quot;\47\76\n\74h2\76\74data:title\76\74/data:title\76\74/h2\76\n\74/b:if\76\n\74div class\75\47widget-content\47\76\n\74b:if cond\75\47data:team \75\75 \46quot;true\46quot;\47\76\n\74ul\76\n\74b:loop values\75\47data:authors\47 var\75\47i\47\76\n\74li\76\74a expr:href\75\47data:i.userUrl\47\76\74data:i.display-name\76\74/data:i.display-name\76\74/a\76\74/li\76\n\74/b:loop\76\n\74/ul\76\n\74b:else\76\74/b:else\76\n\74b:if cond\75\47data:photo.url !\75 \46quot;\46quot;\47\76\n\74a expr:href\75\47data:userUrl\47\76\74img class\75\47profile-img\47 expr:alt\75\47data:photo.alt\47 expr:height\75\47data:photo.height\47 expr:src\75\47data:photo.url\47 expr:width\75\47data:photo.width\47/\76\74/a\76\n\74/b:if\76\n\74dl class\75\47profile-datablock\47\76\n\74dt class\75\47profile-data\47\76\74data:displayname\76\74/data:displayname\76\74/dt\76\n\74b:if cond\75\47data:showlocation \75\75 \46quot;true\46quot;\47\76\n\74dd class\75\47profile-data\47\76\74data:location\76\74/data:location\76\74/dd\76\n\74/b:if\76\n\74b:if cond\75\47data:aboutme !\75 \46quot;\46quot;\47\76\74dd class\75\47profile-textblock\47\76\74data:aboutme\76\74/data:aboutme\76\74/dd\76\74/b:if\76\n\74/dl\76\n\74a class\75\47profile-link\47 expr:href\75\47data:userUrl\47\76\74data:viewProfileMsg\76\74/data:viewProfileMsg\76\74/a\76\n\74/b:if\76\n\74b:include name\75\47quickedit\47\76\74/b:include\76\n\74/div\076'}}, document.getElementById('Profile1'), {}, 'displayModeFull')); _WidgetManager._RegisterWidget('_HeaderView', new _WidgetInfo('Header1', 'header')); _WidgetManager._RegisterWidget('_NavbarView', new _WidgetInfo('Navbar1', 'navbar')); _WidgetManager._RegisterWidget('_BlogView', new _WidgetInfo('Blog1', 'main',{'main': {'varName': 'top', 'template': '\74div class\75\47blog-posts hfeed\47\76\n\74b:include data\75\47top\47 name\75\47status-message\47\76\74/b:include\76\n\74data:defaultAdStart\76\74/data:defaultAdStart\76\n\74b:loop values\75\47data:posts\47 var\75\47post\47\76\n\74b:if cond\75\47data:post.dateHeader\47\76\n\74h2 class\75\47date-header\47\76\74data:post.dateHeader\76\74/data:post.dateHeader\76\74/h2\76\n\74/b:if\76\n\74b:include data\75\47post\47 name\75\47post\47\76\74/b:include\76\n\74b:if cond\75\47data:blog.pageType \75\75 \46quot;item\46quot;\47\76\n\74b:include data\75\47post\47 name\75\47comments\47\76\74/b:include\76\n\74/b:if\76\n\74b:if cond\75\47data:post.includeAd\47\76\n\74b:if cond\75\47data:post.isFirstPost\47\76\n\74data:defaultAdEnd\76\74/data:defaultAdEnd\76\n\74b:else\76\74/b:else\76\n\74data:adEnd\76\74/data:adEnd\76\n\74/b:if\76\n\74data:adCode\76\74/data:adCode\76\n\74data:adStart\76\74/data:adStart\76\n\74/b:if\76\n\74b:if cond\75\47data:post.trackLatency\47\76\n\74data:post.latencyJs\76\74/data:post.latencyJs\76\n\74/b:if\76\n\74/b:loop\76\n\74data:adEnd\76\74/data:adEnd\76\n\74/div\76\n\74b:include name\75\47nextprev\47\76\74/b:include\76\n\74b:include name\75\47feedLinks\47\76\74/b:include\76\n\74b:if cond\75\47data:top.showStars\47\76\n\74script src\75\47http://www.google.com/jsapi\47 type\75\47text/javascript\47\76\74/script\76\n\74script type\75\47text/javascript\47\76\n google.load(\46quot;annotations\46quot;, \46quot;1\46quot;, {\46quot;locale\46quot;: \46quot;\74data:top.languageCode\76\74/data:top.languageCode\76\46quot;});\n function initialize() {\n google.annotations.setApplicationId(\74data:top.blogspotReviews\76\74/data:top.blogspotReviews\76);\n google.annotations.createAll();\n google.annotations.fetch();\n }\n google.setOnLoadCallback(initialize);\n \74/script\76\n\74/b:if\76\n\74b:if cond\75\47data:isReSearchEnabled\47\76\n\74script src\75\47http://www.google.com/jsapi\47 type\75\47text/javascript\47\76\74/script\76\n\74data:reSearchJs\76\74/data:reSearchJs\76\n\74script type\75\47text/javascript\47\76\n google.load(\46#39;search\46#39;, \46#39;1\46#39;);\n function reSearchInit() {\n var blogSearcher \75 new google.search.BlogSearch();\n var blogHomepageUrl \75 \46#39;\74data:blogHomepageUrl\76\74/data:blogHomepageUrl\76\46#39;;\n var adCodeUri \75 \46#39;\74data:reSearchAdCodeUri\76\74/data:reSearchAdCodeUri\76\46#39;;\n var referrer \75 document.referrer;\n\n var reSearch \75 new BLOG_ReSearch(blogSearcher,\n blogHomepageUrl,\n adCodeUri,\n referrer);\n reSearch.run();\n };\n google.setOnLoadCallback(reSearchInit);\n \74/script\76\n\74/b:if\076'}, 'nextprev': {'varName': '', 'template': '\74div class\75\47blog-pager\47 id\75\47blog-pager\47\76\n\74b:if cond\75\47data:newerPageUrl\47\76\n\74span id\75\47blog-pager-newer-link\47\76\n\74a class\75\47blog-pager-newer-link\47 expr:href\75\47data:newerPageUrl\47 expr:id\75\47data:widget.instanceId + \46quot;_blog-pager-newer-link\46quot;\47 expr:title\75\47data:newerPageTitle\47\76\74data:newerPageTitle\76\74/data:newerPageTitle\76\74/a\76\n\74/span\76\n\74/b:if\76\n\74b:if cond\75\47data:olderPageUrl\47\76\n\74span id\75\47blog-pager-older-link\47\76\n\74a class\75\47blog-pager-older-link\47 expr:href\75\47data:olderPageUrl\47 expr:id\75\47data:widget.instanceId + \46quot;_blog-pager-older-link\46quot;\47 expr:title\75\47data:olderPageTitle\47\76\74data:olderPageTitle\76\74/data:olderPageTitle\76\74/a\76\n\74/span\76\n\74/b:if\76\n\74b:if cond\75\47data:blog.homepageUrl !\75 data:blog.url\47\76\n\74a class\75\47home-link\47 expr:href\75\47data:blog.homepageUrl\47\76\74data:homeMsg\76\74/data:homeMsg\76\74/a\76\n\74b:else\76\74/b:else\76\n\74b:if cond\75\47data:newerPageUrl\47\76\n\74a class\75\47home-link\47 expr:href\75\47data:blog.homepageUrl\47\76\74data:homeMsg\76\74/data:homeMsg\76\74/a\76\n\74/b:if\76\n\74/b:if\76\n\74/div\76\n\74div class\75\47clear\47\76\74/div\076'}, 'post': {'varName': 'post', 'template': '\74div class\75\47post hentry uncustomized-post-template\47\76\n\74a expr:name\75\47data:post.id\47\76\74/a\76\n\74b:if cond\75\47data:post.title\47\76\n\74h3 class\75\47post-title entry-title\47\76\n\74b:if cond\75\47data:post.link\47\76\n\74a expr:href\75\47data:post.link\47\76\74data:post.title\76\74/data:post.title\76\74/a\76\n\74b:else\76\74/b:else\76\n\74b:if cond\75\47data:post.url\47\76\n\74a expr:href\75\47data:post.url\47\76\74data:post.title\76\74/data:post.title\76\74/a\76\n\74b:else\76\74/b:else\76\n\74data:post.title\76\74/data:post.title\76\n\74/b:if\76\n\74/b:if\76\n\74/h3\76\n\74/b:if\76\n\74div class\75\47post-header-line-1\47\76\74/div\76\n\74div class\75\47post-body entry-content\47\76\n\74data:post.body\76\74/data:post.body\76\n\74div style\75\47clear: both;\47\76\74/div\76\n\74/div\76\n\74b:if cond\75\47data:post.hasJumpLink\47\76\n\74div class\75\47jump-link\47\76\n\74a expr:href\75\47data:post.url + \46quot;#more\46quot;\47\76\74data:post.jumpText\76\74/data:post.jumpText\76\74/a\76\n\74/div\76\n\74/b:if\76\n\74div class\75\47post-footer\47\76\n\74div class\75\47post-footer-line post-footer-line-1\47\76\n\74span class\75\47post-author vcard\47\76\n\74b:if cond\75\47data:top.showAuthor\47\76\n\74data:top.authorLabel\76\74/data:top.authorLabel\76\n\74span class\75\47fn\47\76\74data:post.author\76\74/data:post.author\76\74/span\76\n\74/b:if\76\n\74/span\76\n\74span class\75\47post-timestamp\47\76\n\74b:if cond\75\47data:top.showTimestamp\47\76\n\74data:top.timestampLabel\76\74/data:top.timestampLabel\76\n\74b:if cond\75\47data:post.url\47\76\n\74a class\75\47timestamp-link\47 expr:href\75\47data:post.url\47 rel\75\47bookmark\47 title\75\47permanent link\47\76\74abbr class\75\47published\47 expr:title\75\47data:post.timestampISO8601\47\76\74data:post.timestamp\76\74/data:post.timestamp\76\74/abbr\76\74/a\76\n\74/b:if\76\n\74/b:if\76\n\74/span\76\n\74span class\75\47reaction-buttons\47\76\n\74b:if cond\75\47data:top.showReactions\47\76\n\74table border\75\0470\47 cellpadding\75\0470\47 cellspacing\75\0470\47 width\75\047100%\47\76\74tr\76\n\74td class\75\47reactions-label-cell\47 nowrap\75\47nowrap\47 valign\75\47top\47 width\75\0471%\47\76\n\74span class\75\47reactions-label\47\76\n\74data:top.reactionsLabel\76\74/data:top.reactionsLabel\76\74/span\76\46#160;\74/td\76\n\74td\76\74iframe allowtransparency\75\47true\47 class\75\47reactions-iframe\47 expr:src\75\47data:post.reactionsUrl\47 frameborder\75\0470\47 name\75\47reactions\47 scrolling\75\47no\47\76\74/iframe\76\74/td\76\n\74/tr\76\74/table\76\n\74/b:if\76\n\74/span\76\n\74span class\75\47star-ratings\47\76\n\74b:if cond\75\47data:top.showStars\47\76\n\74div expr:g:background-color\75\47data:backgroundColor\47 expr:g:text-color\75\47data:textColor\47 expr:g:url\75\47data:post.absoluteUrl\47 g:height\75\04742\47 g:type\75\47RatingPanel\47 g:width\75\047280\47\76\74/div\76\n\74/b:if\76\n\74/span\76\n\74span class\75\47post-comment-link\47\76\n\74b:if cond\75\47data:blog.pageType !\75 \46quot;item\46quot;\47\76\n\74b:if cond\75\47data:post.allowComments\47\76\n\74a class\75\47comment-link\47 expr:href\75\47data:post.addCommentUrl\47 expr:onclick\75\47data:post.addCommentOnclick\47\76\74b:if cond\75\47data:post.numComments \75\75 1\47\0761 \74data:top.commentLabel\76\74/data:top.commentLabel\76\74b:else\76\74/b:else\76\74data:post.numComments\76\74/data:post.numComments\76\n\74data:top.commentLabelPlural\76\74/data:top.commentLabelPlural\76\74/b:if\76\74/a\76\n\74/b:if\76\n\74/b:if\76\n\74/span\76\n\74span class\75\47post-backlinks post-comment-link\47\76\n\74b:if cond\75\47data:blog.pageType !\75 \46quot;item\46quot;\47\76\n\74b:if cond\75\47data:post.showBacklinks\47\76\n\74a class\75\47comment-link\47 expr:href\75\47data:post.url + \46quot;#links\46quot;\47\76\74data:top.backlinkLabel\76\74/data:top.backlinkLabel\76\74/a\76\n\74/b:if\76\n\74/b:if\76\n\74/span\76\n\74span class\75\47post-icons\47\76\n\74b:if cond\75\47data:post.emailPostUrl\47\76\n\74span class\75\47item-action\47\76\n\74a expr:href\75\47data:post.emailPostUrl\47 expr:title\75\47data:top.emailPostMsg\47\76\n\74img alt\75\47\47 class\75\47icon-action\47 height\75\04713\47 src\75\47http://www.blogger.com/img/icon18_email.gif\47 width\75\04718\47/\76\n\74/a\76\n\74/span\76\n\74/b:if\76\n\74b:include data\75\47post\47 name\75\47postQuickEdit\47\76\74/b:include\76\n\74/span\76\n\74/div\76\n\74div class\75\47post-footer-line post-footer-line-2\47\76\n\74span class\75\47post-labels\47\76\n\74b:if cond\75\47data:post.labels\47\76\n\74data:postLabelsLabel\76\74/data:postLabelsLabel\76\n\74b:loop values\75\47data:post.labels\47 var\75\47label\47\76\n\74a expr:href\75\47data:label.url\47 rel\75\47tag\47\76\74data:label.name\76\74/data:label.name\76\74/a\76\74b:if cond\75\47data:label.isLast !\75 \46quot;true\46quot;\47\76,\74/b:if\76\n\74/b:loop\76\n\74/b:if\76\n\74/span\76\n\74/div\76\n\74div class\75\47post-footer-line post-footer-line-3\47\76\n\74span class\75\47post-location\47\76\n\74b:if cond\75\47data:top.showLocation\47\76\n\74b:if cond\75\47data:post.location\47\76\n\74data:postLocationLabel\76\74/data:postLocationLabel\76\n\74a expr:href\75\47data:post.location.mapsUrl\47 target\75\47_blank\47\76\74data:post.location.name\76\74/data:post.location.name\76\74/a\76\n\74/b:if\76\n\74/b:if\76\n\74/span\76\n\74/div\76\n\74/div\76\n\74/div\076'}, 'postQuickEdit': {'varName': 'post', 'template': '\74b:if cond\75\47data:post.editUrl\47\76\n\74span expr:class\75\47\46quot;item-control \46quot; + data:post.adminClass\47\76\n\74a expr:href\75\47data:post.editUrl\47 expr:title\75\47data:top.editPostMsg\47\76\n\74img alt\75\47\47 class\75\47icon-action\47 height\75\04718\47 src\75\47http://www.blogger.com/img/icon18_edit_allbkg.gif\47 width\75\04718\47/\76\n\74/a\76\n\74/span\76\n\74/b:if\076'}, 'commentDeleteIcon': {'varName': 'comment', 'template': '\74span expr:class\75\47\46quot;item-control \46quot; + data:comment.adminClass\47\76\n\74a expr:href\75\47data:comment.deleteUrl\47 expr:title\75\47data:top.deleteCommentMsg\47\76\n\74img src\75\47http://www.blogger.com/img/icon_delete13.gif\47/\76\n\74/a\76\n\74/span\076'}, 'backlinkDeleteIcon': {'varName': 'backlink', 'template': '\74span expr:class\75\47\46quot;item-control \46quot; + data:backlink.adminClass\47\76\n\74a expr:href\75\47data:backlink.deleteUrl\47 expr:title\75\47data:top.deleteBacklinkMsg\47\76\n\74img src\75\47http://www.blogger.com/img/icon_delete13.gif\47/\76\n\74/a\76\n\74/span\076'}, 'comments': {'varName': 'post', 'template': '\74div class\75\47comments\47 id\75\47comments\47\76\n\74a name\75\47comments\47\76\74/a\76\n\74b:if cond\75\47data:post.allowComments\47\76\n\74h4\76\n\74b:if cond\75\47data:post.numComments \75\75 1\47\76\n 1 \74data:commentLabel\76\74/data:commentLabel\76:\n \74b:else\76\74/b:else\76\n\74data:post.numComments\76\74/data:post.numComments\76\n\74data:commentLabelPlural\76\74/data:commentLabelPlural\76:\n \74/b:if\76\n\74/h4\76\n\74b:if cond\75\47data:post.commentPagingRequired\47\76\n\74span class\75\47paging-control-container\47\76\n\74a expr:class\75\47data:post.oldLinkClass\47 expr:href\75\47data:post.oldestLinkUrl\47\76\74data:post.oldestLinkText\76\74/data:post.oldestLinkText\76\74/a\76\n \46#160;\n \74a expr:class\75\47data:post.oldLinkClass\47 expr:href\75\47data:post.olderLinkUrl\47\76\74data:post.olderLinkText\76\74/data:post.olderLinkText\76\74/a\76\n \46#160;\n \74data:post.commentRangeText\76\74/data:post.commentRangeText\76\n \46#160;\n \74a expr:class\75\47data:post.newLinkClass\47 expr:href\75\47data:post.newerLinkUrl\47\76\74data:post.newerLinkText\76\74/data:post.newerLinkText\76\74/a\76\n \46#160;\n \74a expr:class\75\47data:post.newLinkClass\47 expr:href\75\47data:post.newestLinkUrl\47\76\74data:post.newestLinkText\76\74/data:post.newestLinkText\76\74/a\76\n\74/span\76\n\74/b:if\76\n\74dl id\75\47comments-block\47\76\n\74b:loop values\75\47data:post.comments\47 var\75\47comment\47\76\n\74dt expr:class\75\47\46quot;comment-author \46quot; + data:comment.authorClass\47 expr:id\75\47data:comment.anchorName\47\76\n\74b:if cond\75\47data:comment.favicon\47\76\n\74img expr:src\75\47data:comment.favicon\47 height\75\04716px\47 style\75\47margin-bottom:-2px;\47 width\75\04716px\47/\76\n\74/b:if\76\n\74a expr:name\75\47data:comment.anchorName\47\76\74/a\76\n\74b:if cond\75\47data:comment.authorUrl\47\76\n\74a expr:href\75\47data:comment.authorUrl\47 rel\75\47nofollow\47\76\74data:comment.author\76\74/data:comment.author\76\74/a\76\n\74b:else\76\74/b:else\76\n\74data:comment.author\76\74/data:comment.author\76\n\74/b:if\76\n\74data:commentPostedByMsg\76\74/data:commentPostedByMsg\76\n\74/dt\76\n\74dd class\75\47comment-body\47\76\n\74b:if cond\75\47data:comment.isDeleted\47\76\n\74span class\75\47deleted-comment\47\76\74data:comment.body\76\74/data:comment.body\76\74/span\76\n\74b:else\76\74/b:else\76\n\74p\76\74data:comment.body\76\74/data:comment.body\76\74/p\76\n\74/b:if\76\n\74/dd\76\n\74dd class\75\47comment-footer\47\76\n\74span class\75\47comment-timestamp\47\76\n\74a expr:href\75\47data:comment.url\47 title\75\47comment permalink\47\76\n\74data:comment.timestamp\76\74/data:comment.timestamp\76\n\74/a\76\n\74b:include data\75\47comment\47 name\75\47commentDeleteIcon\47\76\74/b:include\76\n\74/span\76\n\74/dd\76\n\74/b:loop\76\n\74/dl\76\n\74b:if cond\75\47data:post.commentPagingRequired\47\76\n\74span class\75\47paging-control-container\47\76\n\74a expr:class\75\47data:post.oldLinkClass\47 expr:href\75\47data:post.oldestLinkUrl\47\76\n\74data:post.oldestLinkText\76\74/data:post.oldestLinkText\76\n\74/a\76\n\74a expr:class\75\47data:post.oldLinkClass\47 expr:href\75\47data:post.olderLinkUrl\47\76\n\74data:post.olderLinkText\76\74/data:post.olderLinkText\76\n\74/a\76\n \46#160;\n \74data:post.commentRangeText\76\74/data:post.commentRangeText\76\n \46#160;\n \74a expr:class\75\47data:post.newLinkClass\47 expr:href\75\47data:post.newerLinkUrl\47\76\n\74data:post.newerLinkText\76\74/data:post.newerLinkText\76\n\74/a\76\n\74a expr:class\75\47data:post.newLinkClass\47 expr:href\75\47data:post.newestLinkUrl\47\76\n\74data:post.newestLinkText\76\74/data:post.newestLinkText\76\n\74/a\76\n\74/span\76\n\74/b:if\76\n\74p class\75\47comment-footer\47\76\n\74b:if cond\75\47data:post.embedCommentForm\47\76\n\74b:if cond\75\47data:post.allowNewComments\47\76\n\74b:include data\75\47post\47 name\75\47comment-form\47\76\74/b:include\76\n\74b:else\76\74/b:else\76\n\74data:post.noNewCommentsText\76\74/data:post.noNewCommentsText\76\n\74/b:if\76\n\74b:else\76\74/b:else\76\n\74b:if cond\75\47data:post.allowComments\47\76\n\74a expr:href\75\47data:post.addCommentUrl\47 expr:onclick\75\47data:post.addCommentOnclick\47\76\74data:postCommentMsg\76\74/data:postCommentMsg\76\74/a\76\n\74/b:if\76\n\74/b:if\76\n\74/p\76\n\74/b:if\76\n\74div id\75\47backlinks-container\47\76\n\74div expr:id\75\47data:widget.instanceId + \46quot;_backlinks-container\46quot;\47\76\n\74b:if cond\75\47data:post.showBacklinks\47\76\n\74b:include data\75\47post\47 name\75\47backlinks\47\76\74/b:include\76\n\74/b:if\76\n\74/div\76\n\74/div\76\n\74/div\076'}, 'comment-form': {'varName': 'post', 'template': '\74div class\75\47comment-form\47\76\n\74a name\75\47comment-form\47\76\74/a\76\n\74h4 id\75\47comment-post-message\47\76\74data:postCommentMsg\76\74/data:postCommentMsg\76\74/h4\76\n\74p\76\74data:blogCommentMessage\76\74/data:blogCommentMessage\76\74/p\76\n\74data:blogTeamBlogMessage\76\74/data:blogTeamBlogMessage\76\n\74a expr:href\75\47data:post.commentFormIframeSrc\47 id\75\47comment-editor-src\47\76\74/a\76\n\74iframe allowtransparency\75\47true\47 class\75\47blogger-iframe-colorize blogger-comment-from-post\47 frameborder\75\0470\47 height\75\047275\47 id\75\47comment-editor\47 name\75\47comment-editor\47 scrolling\75\47no\47 src\75\47\47 width\75\047100%\47\76\74/iframe\76\n\74data:post.friendConnectJs\76\74/data:post.friendConnectJs\76\n\74data:post.cmtfpIframe\76\74/data:post.cmtfpIframe\76\n\74script type\75\47text/javascript\47\76\n BLOG_CMT_createIframe(\46#39;\74data:post.appRpcRelayPath\76\74/data:post.appRpcRelayPath\76\46#39;, \46#39;\74data:post.communityId\76\74/data:post.communityId\76\46#39;);\n \74/script\76\n\74/div\076'}, 'backlinks': {'varName': 'post', 'template': '\74a name\75\47links\47\76\74/a\76\74h4\76\74data:post.backlinksLabel\76\74/data:post.backlinksLabel\76\74/h4\76\n\74b:if cond\75\47data:post.numBacklinks !\75 0\47\76\n\74dl class\75\47comments-block\47 id\75\47comments-block\47\76\n\74b:loop values\75\47data:post.backlinks\47 var\75\47backlink\47\76\n\74div class\75\47collapsed-backlink backlink-control\47\76\n\74dt class\75\47comment-title\47\76\n\74span class\75\47backlink-toggle-zippy\47\76\46#160;\74/span\76\n\74a expr:href\75\47data:backlink.url\47 rel\75\47nofollow\47\76\74data:backlink.title\76\74/data:backlink.title\76\74/a\76\n\74b:include data\75\47backlink\47 name\75\47backlinkDeleteIcon\47\76\74/b:include\76\n\74/dt\76\n\74dd class\75\47comment-body collapseable\47\76\n\74data:backlink.snippet\76\74/data:backlink.snippet\76\n\74/dd\76\n\74dd class\75\47comment-footer collapseable\47\76\n\74span class\75\47comment-author\47\76\74data:post.authorLabel\76\74/data:post.authorLabel\76\n\74data:backlink.author\76\74/data:backlink.author\76\74/span\76\n\74span class\75\47comment-timestamp\47\76\74data:post.timestampLabel\76\74/data:post.timestampLabel\76\n\74data:backlink.timestamp\76\74/data:backlink.timestamp\76\74/span\76\n\74/dd\76\n\74/div\76\n\74/b:loop\76\n\74/dl\76\n\74/b:if\76\n\74p class\75\47comment-footer\47\76\n\74a class\75\47comment-link\47 expr:href\75\47data:post.createLinkUrl\47 expr:id\75\47data:widget.instanceId + \46quot;_backlinks-create-link\46quot;\47 target\75\47_blank\47\76\74data:post.createLinkLabel\76\74/data:post.createLinkLabel\76\74/a\76\n\74/p\076'}, 'feedLinks': {'varName': '', 'template': '\74b:if cond\75\47data:blog.pageType !\75 \46quot;item\46quot;\47\76\n\74b:if cond\75\47data:feedLinks\47\76\n\74div class\75\47blog-feeds\47\76\n\74b:include data\75\47feedLinks\47 name\75\47feedLinksBody\47\76\74/b:include\76\n\74/div\76\n\74/b:if\76\n\74b:else\76\74/b:else\76\n\74div class\75\47post-feeds\47\76\n\74b:loop values\75\47data:posts\47 var\75\47post\47\76\n\74b:if cond\75\47data:post.allowComments\47\76\n\74b:if cond\75\47data:post.feedLinks\47\76\n\74b:include data\75\47post.feedLinks\47 name\75\47feedLinksBody\47\76\74/b:include\76\n\74/b:if\76\n\74/b:if\76\n\74/b:loop\76\n\74/div\76\n\74/b:if\076'}, 'feedLinksBody': {'varName': 'links', 'template': '\74div class\75\47feed-links\47\76\n\74data:feedLinksMsg\76\74/data:feedLinksMsg\76\n\74b:loop values\75\47data:links\47 var\75\47f\47\76\n\74a class\75\47feed-link\47 expr:href\75\47data:f.url\47 expr:type\75\47data:f.mimeType\47 target\75\47_blank\47\76\74data:f.name\76\74/data:f.name\76 (\74data:f.feedType\76\74/data:f.feedType\76)\74/a\76\n\74/b:loop\76\n\74/div\076'}, 'status-message': {'varName': '', 'template': '\74b:if cond\75\47data:navMessage\47\76\n\74div class\75\47status-msg-wrap\47\76\n\74div class\75\47status-msg-body\47\76\n\74data:navMessage\76\74/data:navMessage\76\n\74/div\76\n\74div class\75\47status-msg-border\47\76\n\74div class\75\47status-msg-bg\47\76\n\74div class\75\47status-msg-hidden\47\76\74data:navMessage\76\74/data:navMessage\76\74/div\76\n\74/div\76\n\74/div\76\n\74/div\76\n\74div style\75\47clear: both;\47\76\74/div\76\n\74/b:if\076'}}, document.getElementById('Blog1'), {}, 'displayModeFull')); </script> <input id="gwProxy" type="hidden"><!--Session data--><input onclick="jsCall();" id="jsProxy" type="hidden"><input id="gwProxy" type="hidden"><!--Session data--><input onclick="jsCall();" id="jsProxy" type="hidden"><input id="gwProxy" type="hidden"><!--Session data--><input onclick="jsCall();" id="jsProxy" type="hidden"><input id="gwProxy" type="hidden"><!--Session data--><input onclick="jsCall();" id="jsProxy" type="hidden">Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2998050088953825624.post-41309363167727764912009-01-22T09:27:00.000-08:002009-06-23T08:29:38.017-07:00Aku seorang guru sekolah rendah di KL. Area aku duduk ni loaded-loaded belaka. Mereka mementingkan pelajaran kepada anak mereka. Sebab itulah mereka tidak berasa rugi jika perlu mengeluarkan wang untuk pembelajaran anak-anak mereka.Mereka akan mengupah guru supaya datang mengajar anak mereka di rumah.Aku juga diminta untuk buat tuisyen kepada beberapa orang murid. Ada rumah cina, ada rumah Melayu. Bayarannya bergantung kepada jumlah jam dan jarak perjalanan aku.Ada satu tu, En. Zul aku panggilnya, dan isterinya kupanggil Kak Zah aje. Mereka meminta aku ajar Sains kepada anak tunggal mereka, Farah yang akan menduduki UPSR tahun ni. Aku setuju dan memilih untuk mengadakan pada awaktu malam. Setelah mencapai kata sepakat, aku pun memulakan tugas aku.Aku mengajar dari pukul 8.00 hingga 9.30. Waktu aku mengajar, aku tidak mahu diganggu atau diperhatikan. Mereka faham, bila aku mengajar mereka akan keluar ataupun duduk dalam bilik. Tetapi mereka lebih suka keluar. Dalam masa tu, tinggal aku dengan Farah aje kat rumah. Mereka tiada orang gaji. Dekat-dekat aku nak habis, mereka pun pulang. Kadang-kala aku pulang dulu tanpa menunggu mereka pulang. Kalau ibu bapa Farah lambat balik, aku pesan suruh dia kuncikan pintu.Farah adalah seorang murid yang pandai. Dia mudah dapat apa yang aku ajarkan. Aku cukup suka murid yang macam tu, tambahan pula Farah seorang yang cantik. Walaupun umurnya baru menjangkau 12 tahun, namun perawakan dan bentuk tubuhnya seperti gadis berusia 18 tahun. Mungkin dah baligh kut. Buah dadanya menonjol di dada, menampakkan bahawa sudah berlaku pertumbuhan, manakala bentuk badannay tidak seperti budak lain. Dia mempunyai pinggang yang ramping serta wajah yang menawan. Bila dia senyum, jantung aku berdebar. Sungguh menawan.Namun, aku tak dapat melihatnya hari-hari, kerana dia tidak bersekolah di sekolah aku. Dia sekolah swasta, berbayar. Biasalah, mak bapak loaded. Seminggu dua kali aku akan mengadapnya. Selepas ibu bapanya keluar, kami akan ke bilik bacaan, dan aku memulakan tugasku. Mengajar.Apa yang menarik tentang Farah ni ialah, dia suka memakai baju hanging, yang menampakkan pusat dengan seluar ketat. Kadang-kala, dia memakai seluar pendek. Ini membuatkan aku stim, melihatkan pahanya yang ptuih dan bersih itu. Tiga bulan telah berlalu, keputusan ujiannya membanggakan aku dan ibu bapanya. Ini bermakna, pengajaran aku berhasil dan berkesan. Aku ingin pastikan yang dia akan dapat A dalam UPSR nanti.Satu malam tu, selepas ibu bapanya keluar, semasa aku mengajar, dia telah mengajukan soalan yang sukar untuk aku jelaskan, namun aku mesti jelaskan juga supaya tidak berlaku salah faham."Cikgu" sapanya lembut memulakan pertanyaan."Apa" jawabku ringkas."Malam tadikan, saya tengok pintu bilik ayah mak tak rapat. Saya pun intai le nak tengok, tengok-tengok saya nampak mak dan ayah saya telanajang. dua-dua sekali telanjang." sambungnya panjang sambil menulis tanpa melihat ku.Aku tergamam dengan ceritanya itu. Walaupun aku tahu apa yang ibu bapanya lakukan, tapi itu memang lumrah suami isteri."Diorang telanjang cikgu. Saya tengok ayah tengah tindih mak. Mak kat bawah, ayah kat atas. Ayak dan mak berpeluk. Lepas tu saya tengok kaki deangan badan ayah bergerak. Dia tekan kat badan mak. Mak pulak tu, saya dengar dia menjerit. Tapi tak kuat""Diorang tak nampak ke? soalku."Tak." jawab Farah ringkas sambil mengangkat muka melihat aku."Lepas tu, Farah buat apa" "Saya tengok aje le, ada le dekat 10 minit. Lepas tu saya masuk bilik,tidur""Diorang buat ape tu cikgu." soalnya. Mampus aku nak jawab. Killer question tu. "Pasal apa diorang telanjang. Pasal apa diorang nampak sedap aje masa tu.""Farah nampak apa lagi masa tu?""Saya dapat tengok kote ayah. Besar ooo.""Ayah Farah buat apa dengan kote dia" "Entah, nampak macam dia cucuk kat perut mak" Aku merenung matanya yang redup itu. Dia membalas kembali. Dari renungan itu, aku pasti dia menantikan jawapan atas segala persoalan yang dilihatnya itu. Aku tak tau macam mana nak handle problem ni. Dia terus menunggu, tugasan yang kuberi, tidak dibuatnya. "Jawab la cikgu. Pasal apa mak ayah buat macam tu" soal Farah sekali lagi setelah aku mendiamkan diri agak lama."Macam ni" aku memulakan penjelasan. Aku hari=us memberitahu perkara sebenarnya, aku yakin dia dah besar, dah patut tahu hal-hal berkaitan seks."Mak dengan ayah Farah bukan bergaduh, diorang bukan saja-saja tidur telanjang, tapi diorang buat sesuatu""Buat apa cikgu" soal Farah pantas. Wajahnya bersinar menantikan penjelasan seterusnya."Diorang berasmara""Asmara. Asmara tu apa" ah sudah, dia tak paham rupanya. Kena explain lagi."Asmara tu bersetubuh""Bersetubuh tu apa""Bersetubuh tu ialah perhubungan seorang lelaki dan perempuan secara bertelanjang""Kenapa mesti telanjang, cikgu""Sebab, waktu bersetubuh, lelaki dan perempuan tu akan berpelukan dan berciuman ke seluruh badan.""Kalau tak telanjang tak boleh ke?""Boleh, tapi tak sedap""Tak sedap""Haa. Kalau telanjang lagi sedap.""Macam mana pulak""Dapat tengok seluruh tubuh badan, dapat pegang semua benda kat badan""Tak malu ke, cikgu""Nak malu apa, tutup le pintu. Diorang aje. Tapi kena kunci le. Kalau mak ayah Farah tahu yang Farah intai diorang, diorang mesti malu dan marah kat Farah.""Saya tak akan bagitau punya."Suasana kembali tenang. Aku dah berikan penjelasan. Masa aku cakap tu, kote aku pun turut tegang. Maklumlah cakap pasal seks, mesti naik punya."Masa bersetubuh tu, diorang buat apa" Lagi. Aku ingatkan habis dah."Masa tu, diorang akan peluk, cium, reba, gosok, macam-macam lagi le""Cium mulut ye cikgu""A..aa, cium mulut, cium badan""Sedap ke cikgu""Sedap le, kalau tak takkan diorang nak buat macam tu.""Habis tu, tetek kita, anu kita, semua boleh tengok le ye?""Haa. Pegang pun boleh. Cium boleh. Hisap pun boleh""Hisap tetek?""Ye le""Perempuan boleh pegang kote lelaki tu?" "Boleh" banyak pulak tanya si Farah ni. "Nak cium pun boleh, nak jilat nak hisap pun boleh. Suka hati, asalkan suka.""Best ke cikgu""Best" jawabku. Kote aku dah tegang gile dah ni. Kalau lama lagi macam ni, mau aku terkam aje budak Farah ni."Cikgu pernah buat?" aik, ke situ pulak soalan dia."Belum lagi""Habis macam mana cikgu tau" hah sudah! Macam mana nak jawab ni."Orang bagitau le""Habis tu, kalau dia tipu""Farah pernah pegang Farah punya anu tak?" tanyaku serius."Pegang apa? Cipap?""Haa""Pernah""Pernah gogok-gosok tak cipap itu." "Pernah""Rasa apa""Best juga""Tau pun. Kalau buat sendiri pun dah sedap, inikan pulak kalau lelaki yang buatkan, sambil telanjang pulak tu""Aa..aa.. ye le""Masa Farah main cipap tu, Farah ingat apa?""Ingat macam-macam yang syok""Lepas tu apa jadi kat cipap tu?""Berair. Tapi air dia pekat sikit""Itu namanya melancap""Melancap?""Melancap tu, perbuatan main dengan kemaluan sendiri sampai keluar air tu. Air tu air mazi. Dia keluar bila kita dah asyik, atau stim sangat""Oooo.. .Lelaki pun buat macam tu ke cikgu""Sama juga. Tapi lelaki akan pegang dan usap atas bawah kote dia sampai keluar mazi jugak.""Masa setubuh tu, kote lelaki tu dia cucuk kata mana?" soalnya lagi setelah selesai membuat beberapa soalan."Kote tu dia cucuk masuk dalam cipap perempuan tu""Cucuk masuk? Muat ke? Tak sakit ke""Pasal apa pulak" soalku semula."Iye le....cipapkan kecik, kote pulak besar, mana muat""Memang nampak kecik, tapi bila dah sedap dia akan membesar. Lepas tu berair pulak. Senang le masuk.""Tak sakit?""Sakit sikit. Tapi kalau dah sedap sangat, tak terasa le sakit tu." "Mesti cucuk dalam cipap ke ?"Mesti le. Itulah kemuncaknya, yang paling sedap.""Sedap sangat?""Sedap sangat. Antara benda paling best sekali dalam dunia ni ialah waktu kote masuk dalam cipap.""Budak-budak boleh buat ke cikgu""Isyyhh....mana boleh. Syarat dia kena kahwin dulu" risau aku dengar soalan tu."Kena tunggu besar dulu lah ye?" "Haaa."Aku kembali menyuruh dia siapkan latihan. Aku yakin dia berpuas hati dengan penjelasan aku tentang perhubungan seks tiu tadi. Sekarang, pandai-pandailah dia nak control diri sendiri. Pukul 9.35 aku pun pulang, tak lama kemudian, ibu bapanya tiba di rumah.Selang dua malam lepas tu, aku pergi lagi ke rumah En. Aziz. Seperti biasa, mereka suami isteri akan keluar meninggalkan anaknya dengan aku.Permulaan agak baik. Farah tidak lagi bertanya tentang isu hari tu. Tapi aku perasan yang dressingnya agak seksi sedikit. Farah memakai seluar pendek ketat dengan baju hangingnnya yang ketat juga, sehinggakan menampakkan tonjolan puting teteknya yang baru nak membesar. "Tak pakai coli rupanya budak Farah ni", kata hati ku."Cikgu" Farah menegurku. Aku ingatkan dia nak tanya pasal subjek yang dia tak paham ni."Semalam saya aa tengok satu cerita. Best oo..""Cerita apa" aku melayannya sambil dia terus menulis jawapan."Cerita Jepun""Cerita Jepun. Mana dapat. Cerita apa""Kawan punya.VCD. Cerita pasal orang bersetubuh"Hah !!!. Terkejut aku dengan jawapan tu. Aku yakin ini mesti cerita blue punya. "Saya tengok cerita tu, tengok-tengok cipap saya basah""Mak ayah tak tau ke?""Saya tengok masa diorang tak ada. Tunggu kejap ye cikgu."kata Farah lalu terus keluar dari bilik bacaan itu ke bilinya. Agak lama aku menunggu Farah kembali meneruskan pelajaran."Cikgu!!" terdengar suara Farah memanggil aku. "Mari sisi kejap""Ada apa hal?""Kejap le" aku pun terus bangun dan menuju ke ruang tamu.Aku dapati Farah berdiri di depan TV yang terpasang cerita blue Jepun."Cerita ni la yang saya tengok" katanya sambil menunjuk ke arah skrin TV. Lalu dia pun duduk di sofa.Aku terkejut dengan tindakannya itu. Bila melihatkan adegan di TV itu, kote aku pun menegang, aku cover takut Farah nampak."Macam tu lah mak ayah saya buat dulu" katanya sambil mata terus terletak di kaca TV."Pasal apa perempuan tu menggeliat sambil pejam mata masa kena cium, cikgu" sambungnya lagi."Dah sedap sangat, campur dengan geli lagi" jawabku sambil melabuhkan punggung duduk di sebelahnya. Nampak gayanya aku kena explain lagi pasal seks ni. Tak belajar lagi le jawabnya malam ni."Tak kotor ke lelaki tu jilat cipap perempuan tu?""Tak. Nampak tak air kat cipap dia" tanyaku padanya. Dia mengangguk. "Itulah air mazi. Dia dah stim, sebab tu air tu keluar""Lelaki tu jilat jugak""Haa. Tengok cipap perempuan tu, kecik ke besar?""Kecik je" "Tengok kote lelaki tu pulak""Besar. Panjang""Tengok nanti dia masukkan ke dalam cipap perempuan tu"Kami meneruskan tontonan sambil menjawab pertanyaan Farah. Kote aku dak stim gile, mencanak dalam seluar. Aku tengok Farah pun duduk tak diam, kadang-kala kiri, kadang-kala kanan, sesekali tangannya mengusap kemaluannya."Eeee...dia kulum kote lelaki tu""Itulah best. Sedap""Diorang ni kahwin dah ke?""Belum""Tapi diorang buat tak apa""Memang tak apa. Tapi tak baik""Habis tu budak pun boleh buat le kan?""Boleh jugak, tapi kalau mak ayah diorang tahu, macam mana?""Janganlah bagi tau"Aku terdiam. Adegan di TV mengghairah aku. Farah juga kelihatan gelisah. Kini lelaki dan perempuan Jepun itu sedang berdayung. Kote lelaki itu di jolokkan ke dalam cipap perempuan itu."Tengok dia jolokkan kote dia masuk" kata ku pada Farah. Farah menonton penuh khusyuk."Dia menjerit sikit""Sakit""Lelaki tu jolok sampai habis""Muat tak?" tanya ku."Muat""Tengok dia tarik keluar kote dia""Perempuan tu menjerit""Itulah yang paling best sekali. Mak dengan ayah Farah buat macam tule dulu yang Farah nampak kote ayah Farah cucuk kat perut mak Farah. Bukan perut tapi cipap.""Best le cikgu""Memang le best""Farah rasa apa sekarang""Rasa err..rasa syok sangat""Cuba pegang cipap Farah""Malulah""Malu apa. Cikgu nak tanya lepas ni"Farah pun memasukkan tangan kanannya ke dalam seluar lalu di rabanya kemaluan sendiri. Aku jadi stim tengok dia buat macam tu."Ada apa""Basah""Itu tandanya Farah dah stim"Adegan di TV sampai ke penghujung. Air mani lelaki Jepun itu dilepaskan ke dalam mulut teman wanitanya...."Air apa tu cikgu""Itu air mani lelaki""Pasal apa dia pancut kat luar""OK. Air mani itu kalau pancut kat dalam cipap, perempuan tu akan mengandung. Sebab tulah dia buang kat luar""Ooo.. tapi kenapa kat mulut, kenapa perempuan tu telan air tu""Air tu kat mana-mana boleh buang, atas perut ke, atas dadake , atas katil ke, ikut suka diorang yang buat tu le. Perempuab ni suka air mani tu, jadi dia nak telan.""Sedap ke""Sedap le kut, kalau tak, takkan dia nak telan"Lepas tu, Farah bangun dan ke bilik air. Masa dia pergi, aku betulkan parking kote aku, aku lap bagi kering air yang meleleh keluar tu. Tak lama kemudian, Farah duduk semual sebelah aku."Basuh cipap ye""Aha...""Kote memang besar macam tu ke?""Tak. Dia besar bile stim aje""Kote cikgu besar tak tadi" mampus aku nak jawab."Mesti le besar" jawabku tanpa malu-malu lagi. Lagipun dia masih budak."Besar macam tu?""Saiz kote tak sama. Ada besar ada kecil. Tengokle macam mana.""Cikgu punya besar tak?""Besar jugak""Besar mana?""Pegang le sendiri" kataku sambil menyambar tangannya melatakkan atas kemaluanku. Dia terkehut tapi tak membantah."ooo... besarnya""Besar lengan Farah" Farah pun melepaskan tangannya dari kemaluanku."Cikgu, nak pegang lagi""Pegang le, kita pegang sama-sama"Farah pun meletakkan tapak tangannya atas kemaluanku. Dia memicit-micitnya dengan lembut. Aku dah terangsang dengan tindakannya itu. Aku pun memeluk bahunya dam melepaskan tanganku ke dadanya. Aku mengusap dan meramas teteknya. "Cikgu !!. Apa ni!!'" sergah Farah terkejut."Aik...Farah pegang cikgu boleh, cikgu pegang Farah tak boleh?"Dia terdiam.Aku terus meramas teteknya yang yang baru tumbuh itu. Dia tak membantah lagi. Aku terus meramas-ramas lembut."Cikgu, saya nak tengok boleh tak""Boleh, kita cium dulu"Farah memalingkan muka menatap muka ku, aku mencapai bibirnya dengan bibirku. Aku mencium bibirnya. Dia tak pandai, tapi membiatlkan sahaja. Farah hanya mengerang kecil sambil tangannya masih lagi kat kote kau, aku terus meramas teteknya sambil berkucupan."OK dah" kataku sambil melepaskan kucupan."Saya nak tengok kote cikgu" pintanya manja."Jangan. Nanti mak ayah tahu" kataku memngumpan."Saya janji takkan bagitau""Janji. Jangan bagi tau sesiapa pun, kawan ke, sapa ke, jangan bagitau""OK . Janji""Baiklah, cikgu bagi tunjuk." kelihatan Farah gembiar mendengar jawapanku. Aku tahu dia dah tak tahan dengan persoalan seks. Maklumlah, baru nak naik."Farah buka baju dulu" kata ku mengarah."Taknaklah""Taknak, cikgu tak tunjuk""OK.OK" katanya sambil menatik baju menanggalkan dari badannya, lalu dicampakkan ke ats sofa. Dia menutup teteknya dengan tangannya."Alihkan tangan tu" pinta ku.Farahpun mengalihkan tangannya. Tersergamlah anak bukit yang baru dengan puting yang merah. Teteknya baru nak naik, tetapi dah ada shape."Cantik le tetek Farah" pujiku. Dia tersenyum malu.Aku pun membuka baju aku. Dia hanya memerhatikan sahaja aku menggalkan bajuku. "Bukak seluar pulak" arahku sekali lagi."Malulah""Nanti cikgu bukak seluar cikgu pulak"Dia diam. Lepas tu dia melepaskan kancing seluar dan melondehkan seluarnya lalu melemparkan atas sofa. Dengan hanya berseluar dalam warna pink, aku lihat tubuh Farah telah mempunyai bentuk. Ramping, putih, tak macam pelajar berusia 12 tahun. "Cantik le badan Farah" pujiku lagi. Dia tersipu-sipu sambil menekapkan tapak tangan ke cipapnya.Aku pun membuka seluarku lalu melemparkan atas sofa."Besar tak kote cikgu" sambil menunjukkan ke arah seluar dalam ku yang menonjol tegang. Farah melihatnya dan mengangguk perlahan."Nak tengok?""Nak""Farah buka dulu, baru cigu buka" kata ku sambil menunjukkan seluar dalamnya. Farah pun melucutkan eluar dalamnya. Kelihatanlah cipap Farah yang munggil seperti bibirnya juga. Belum ada bulu yang menutupi lurah yang baru dibuka itu. Kelihatan baru, bersih, lubang cipapnya terkatup rapi. Daralah katakan.Farah kembali berdiri dengan tangan ditekapkan ke kemaluannya. Aku senyum sambil memerhati keseluruh tubuhnya yang bertelanjang tanpa dibaluti seurat benang pun. Dia tersipu-sipu malu. "Janganlah tengok macam tu cikgu, malulah""Malu apa. Bukan ada sapa""Cikgu bukak la pulak" pintanya manja supaya lekas dia boleh melihat kemaluan seorang lelaki."Aku pun melucutkan seluar dalamku. Dan mencanaklah kemaluanku dengan garangnya."wow ..." kedengaran suara kecilnya memuji kemaluanku."Besar tak""Besarnya. Muat ke kalau masuk dalam cipap saya." tanyanya.Aku tergamam seketika. Aku ingat nak ringan-ringan aje, tapi dia tanya muat ke tak, ,esti nak lebih tu."Muat, tapi sakit sikit le" jawabku sambil mengusap batangku depannya."Sakit tak pe, janji sedap" balasnya positif tanda memberi lampu hijau kat aku."Mari" kataku meminta dia mendekatiku.Farahpun bergerak sedikit. Aku melengkar tanganku ke pinggangnya. Dia cuba menepis tapi tidak bersunggug. Aku pun menarik tubuh badannya merapatkan ke badan aku. Terus aku memeluknya. Teteknya berlabuh di dadaku, manakala kemaluanku mencucuk-cucuk perutnya. Maklumlah, dia rendah, separas bahu aku aje.Aku memeluk dan mendakapnya lembut. Farah juga memelukku erat, leher aku ditautnya kemas, sambil tanganku mengusap ke seluruh bahagian belakang dan pnggungnya. Dia hanya mendesis perlahan. Aku tahu dia suak diperlakukan begitu."Best?" tanya ke lembut di telinganya.Dia hanya mengangguk lemah. Aku terus mencium leher dan bahunya. Rengatannya bertambah. Aku terus menjalan hingga ke mulutnya. Sekali lagi bibir kami bertaut rapat. Dia merengek lembut sambil merangkul erat leherku."Ahhh... sedapnya cikgu....mmmm" rengeknya manja.Aku terus berpelukan sambil meraba badannya. Kemaluannya juga aku usap lembut. Dia mendesis geli menahan kesedapan. Selepas tu, aku pun duduk di sofa dan dia masih berdiri. Aku menatap tubuhnya. Dia menanti penuh sabar."Kata nak pegang. Pegangle" kataku menyuruh dia mengusap batang kemaluanku. Farah pun melutut di sofa lalu memegang kemaluanku. Dia cuba menggenggam, tapi tak sampai. "Besarnya" katanya perlahan. Kemaluan aku diusapnya atas bawah dengan lembut. Aku rasa sangat stim, aku pun tak pernah buat macm ni. Aku pun layanlah dengan feeling. "Tak nak cuba jilat. Hisap" tanyaku.Dia diam sahaja sambil mengusap. "Boleh ke" tanyanya."Boleh le" lepas tu Farah pun mrndekatkan mulutnya ke ke hujung kemaluanku. Diciumnya lembut. Kemudian, hujung lidahnya menjilat-jilat hujung kemaluanku. Aku rasa geli, ngilu, tapi sedap. "Masukle dalam mulut" pintaku.Tanpa dipaksa, Farah mengangakan mulutnya lalu memasukkan batang ku ke dalam. Dikulumnya lembut. Terasa kehangatan air lidur mulut Farah. Macam nak tercabut rasanya kote aku. Dia mengulum dan menarik atas bawah, tapi tak sampai kepangkal, setengah saja yang masuk ke dalam mulutnya. Farah semakin seronok mengulum dan menghisap koteku. Aku membiarkan sahaja sampai dia puas. Selepas puas, Farah bangun semula, berdiri. Aku menangkap badannya lalu kupeluk. Teteknya ku hisap dan jilat dengan lembut. Farah tak melawan. Dia meramas rambut ku. Aku hisap putingnya, hanya suara rengekan yang manja sahaja yang kedengaran dari mulutnya.Aku mendudukkan sofa atas sofa, aku melutut di bawah. Kemaluannya kuusap lembut. Air dah meleleh di celahan cipapnya. Aku mengusap melewati lurah cipap, dan menjolok-jolok lembut. Suara mengerangnya makin kuat."Best?"Dia tak menjawab, hanya mengangguk meminta aku teruskan memainkan cipapnya. Kemudian, aku menjilat dan menghisap cipapnya. Cipap budak, baru lagi, bersih, sedap pulak tu. aku jolokkan dengan lidak=h ke dalam lurah cipapnya. Dia makin mengerang dengan kuat."Ahhh.....a..hhhhh....mmmmm....cikgu....."Akibat tak tertahan, tubuhnya menjadi lemah, Farah terbaring di sofa, aku masih lagi menjilat cipapnya. "Nak masuk kote tak?" aku inginkan kepastiasn.Dia mengangguk perlahan tanda bersetuju. "Tapi, tahan sikit sakit yaa" pintaku.Aku pun menghalakan hujung kemaluanku ke bibir cipapnya. Kuusapkan berkali-kali, air mazinya dah bergaul dengan air maziku. Aku jolok lembut, perlahan, kutekan masuk, masuk lagi ...."Ahh...aahhhhhh...aaaahhhhhhh....."Farah menjerit kuat, menahan sakit dalam kesedapan. Aku baru masukkan separuh sahaja. Aku biarkan dahulu. Biar rasa sakit itu hilang sedikit. Aku dayung perlahan dengan lembut. Dia mengerang menahan keenakan. Apabila dah yakin dia bersedia menerima keseluruhan batangku, aku pun tekan lagi, terasa agak ketat, maklumlah cipap muda, aku tekan lagi dan terasa sesuatu telah ku tembusi. Aku pun menjilok habis sampai ke pangkal. Ku biarkan disitu buat sementara.Farah mengerang keenakan dengan tusukan aku itu. Sambil itu, aku mencium mulitnya, lidahnya kuhisap. Dia merangkul kemas leher ku. Leher dan mukanya habis ku kerjakan. Farah mengeratkan pelukan ke badanku.Setelah agak lama, aku mula berdayung, perlahan. Desis Farah memecehkan keheningan malam itu. Aku sorong tarik dengan lembut, pubggungnya terangkat mengikut koteku. Terasa agak payah juga sebab lubang ciapapnya sempit. Aku meminta Farah mengemut, dia pun mengemut, sedap. Sekali dia kemut, sekali dia mengerang, kote aku terasa pandat dalam cipapnya.Ku teruskan dayungan, kini makin rancak. Ku lajukan sedikit. Jeritannya makin kuat. Aku dayung lagi sampai terangkat-angkat punggung menahan asakan dan tusukan kote aku dalam lurah muda itu.Kadang-kala aku berdayung laju, kemudian slow balik, kadang-kala aku hentak dengan kuat ke pangkal, dan serentak dengan itu jeritan Farah begitu kuat menerima asakan itu. Aku first time buat ni, dia pun first time. Aku dapat rasakan Farah dah beberapa kali klimaks, habis basah batangku.Aku dayung, laju, laju, laju dan terasa di hujung kemaluanku seperti gunung berapi yang nak memuntahkan larvanya, dan..... terpancutlah air maniku atas perutnya.Farah terkapar keletihan, kulihat cipapnya terkemut-kemut akibat terjahan bertalu-talu dariku."Ahhhh...hhhhh....." aku lepaskan segalanya."Mmmm...ahhh...aaahhh...." suara Farah kedengaran manja sambil merenung ke dalam mataku.Kemudian, dia memegang air mani ku. "Itulah air mani" kataku. "Try le kalau nak rasa"Farah mengambil air mani itu, diciumnya. "Bau tak sedap" katanya."Bau memang tak sedap, tapi rasanya lain" balasku.Kemudian Farah mencium lagi, perlahan-lahan dikeluarkan lidahnya lalu menghulurkan ke tapak tangannya yang ada air mani aku. Dijilatnya sedikit. Diam. Dijilatnya lagi sedikit, lagi dan terus menjilat dengan lahapnay ke seluruh tapak tangannya hingga kering air mani aku."Sedap?""Sedap" katanya sambil kelihatan meleleh keluar air mani dari dalam mulutnya. "Kenapa tak pancut dalam mulut""Nak ke?""Nak""Kalau nak, kita kena buat lagi. Nak ke?"Farah menganagguk. Kote aku kembali menegang. Tubuhnya ku tindih lagi, Aku memasukkan koteku dalam cipapnya. Kali ini mudah sedikit, sebab aku dah buka ruang. Aku dayung dengan laju. Agak lama selepas tu, aku berhenti dan cabut koteku."Kenapa?" dia tanya bila melihat aku berdiri."Farah hisap kote cikgu sampai keluar mani." pintaku. "Lepas tu cikgu terus pancut dalam mulut Farah"Farah tak menjawab, dia bangun lalu meyambar kote aku dengan rakusnya. Dihisapnya kote aku yang lembab dengan air cipapnya itu dengan laju."Laju lagi" pinta ku.Aku membiarkan sehingga terasa hendak keluar, kemudian..."OK dah nak keluar, sedia" kata ku.Maka, terpancutlah air maniku kali kedua. Penuh mulut Farah dengan air maniku, sehingga melimpah meleleh keluar. Muka macam nak muntah, tapi lekas-lekas dia telan air maniku, Dia menjilat-jilat sisa air mani di kemaluanku Mulutnya basah dengan air maniku. Dia menjilat sampai kering, kemudia duduk tersandar di sofa keletihan. Aku pun duduk di sebelahnya, sambil mengusap-usap rambut dan tetetknya."Best?""Best sangat" jawabnya."Nak lagi?" tanyaku."Letih la cikgu, lain kalilah," jawabnya lemah. Ini bermakna aku akan dapat main dengan dia lagi."Rasa macam mana sekarang?" soalku lagi."Rasa macam ada lagi kote cikgu dalam ni?" jawabnya sambil menudin kearah cipapnya yang masih basah itu. "Tadi kita bersetubuhkan ye cikgu?"A..aaa. Cikgu pun first time. Best betulkan"Farah mengangguk sambil tersenyum."Farah" sapaku. "Farah jangan bagitau sapa-sapa pun ye""Janji" jawabnya."Lagi satu, Farah jangan buat ni dengan orang lain.OK.""Apasal""Takut Farah mengandung nanti, diorang tak tahu caranya, dengan boyfriend pun jangan tau""Saya mana ada boyfriend cikgu""Tak kisah le, tapi janji jangan buat ni dengan orang lain sehinggalah Farah kahwin""OK janji""Kalau Farah nak lagi, Farah bagitau cikgu, cikg boleh bagi.""Walaupun saya sekolah menengah""Ye, walaupun Farah dan sekolah lain.OK""OK" jawabnya melegakan aku. Aku bimbang juga jika dia jadi bohsia nanti. Kalau dah janji macam ni, alamatnya aku sorang aje le yang pakai dia."Aku pun memeluk Farah, mengucup mulutnya dengan mesra. Selepas aku aku suruh dia bersihakan cipap dia dan pakai baju semula. Aku turut menyarungkan pakaian ku, dan terus mengelap sisa air mani di soafa dan carpet.Kami pun masuk bilik bacaan, tak lama kemudian, kedengaran enjin kereta ibu bapa Farah. Aku pun stop. Sebelum keluar, aku cium mulutnya sekali lagi. Lepas tu aku pun balik.Selesai sudah tanggungjawabku sebagai seorang guru menjawab setiap kemusykilan dan menyelesaikan masalah muridnya. Jauh di sudut hatiku, aku bangga sebab dapat daging muda, masih dara, yang boleh aku pakai lagi sehinggalah masa memisahkan kami.Peristiwa itu membuatkan hubungan kami bertambah intim, aku ke rumahnya dua kali seminggu, satu kali aku peruntukan untuk melayan seks dengannya. Seminggu sekali kami pasti melakuknnya, kecualilah dia datang bulan. Kami kini tidak lagi bermain di sofa, tetapi di atas katil biliknya, kadang-kala bilik ibu bapanya, kadang-kala dalam bilik air.Aku pelbagaikan teknik asmara ini. Farah pula kelihatan semakin matang dan turut memberikan kerjasama sewaktu belayar. Aku juga bekalkan buku-buku berkaitan seks padanya supaya mudah kami bekerja. Aku dan Farah kini dan seperti pasangan kekasih. Seminggu tak berjumpa, kami rindu. Hingga kini perhubungan ranjang kami tidak diketahui sesiapa. Dia juga tidak menyerahkan kemaluannya kepada orang lain, dia masih lagi tidak mempunyai boyfriend. Kini Farah dah tingkatan 2, wajahnya semakin jelita, tbuhnya semakin menggiurkan, teteknya dah besar dan cipapnya pula dan ditumbuhi bulu. Dia menjadi kegilaan pelajar lelaki di sekolahnua, tapi dia tak layan, dia masih setia denganku. Kadang-kala kami keluar bersama tanpa pengetahuan ibu bapanya. Berbekal keputusan cemerlang UPSR, dia boleh memasuki mana-mana sekolah berasrama, tetapi dia menolak. Farah tak mahu berpisah dengan aku, atau dengan batang aku. Aku tidak melarangnya pergi ke sekolah asrama dan tidak melarangnya untuk mempunyai boyfriend, ini adalah kemahuannya sendiri.Kami masih berhubungan dan berasmara, aku akan ke rumahnnya apabila ibu dan bapanya keluar. Pernah sekali ibu bapa balik kampung tiga hari, Farah menghubungi aku supaya bermalam di rumahnya. Selama dua malam, kami bebas melakukan apa sahaja. Kami tidur bersama dalam keadaan telanjang dan melakukan seks berpuluh kali. Dua malam itulah yang paling kami ingati. Kami tinggal dan tidur seperti suami isteri. Walau bagaimanapun, aku menasihati Farah agar tumpukan pelajaran, aku mahu dia berjaya.<input id="gwProxy" type="hidden"><!--Session data--><input onclick="jsCall();" id="jsProxy" type="hidden"><div id="refHTML"></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2998050088953825624.post-31246102144171087212009-01-20T08:26:00.000-08:002009-06-23T08:27:37.628-07:00<span><span>Cerita ini sudah berlangsung kira kira 2 tahun <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span> lalu <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> sehingga ini masih berterusaan. O.k <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> teruskan membaca di paragraph bawah… Aku ni.. baru je lepasan sekolah jadi aku tinggal di </span></span><span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">kampong</span><span><span> jauh dari bandar. Maklumlah sedang mengangur.Oleh kerana kakak aku dua bulan lagi nak bersalin jadi aku di jemput oleh kakak <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span><span> abang ipar aku ke bandar untok tinggal bersama mereka di rumah sewanya <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span><span>. Sebelum aku bercerita lebih jauh lagi elok aku introduse pada engkau <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">orang</span> semua. Aku ni baru 18 tahun lebih </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span><span> masih dara itu pun aku dapat mempertahankan kalau tidak…. Teruskan baca dulu. Size aku boleh <span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">lah</span> tahan 38-30-36 mengancam kan. Kakak aku nama dia Norlizah tapi dari kecik aku panggil dia Ijah aja. Sebenarnya aku kurang rapat <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span> dengan akak aku tu pasal dia ni suka control kat aku je. Abang ipar aku ni nama dia Jamaluddin tapi kakak aku panggil di Jamal je, nama manja mungkin. Dia ni tak boleh layan punya. Ingin tahu baca terus… Malam Minggu. O.K minggu pertama aku di rumah akak saperti biasalah tolong dia kerja rumah sikit sikit. Masuk hari ke lapan ha..nak cerita <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span> ni . Satu malam aku belum tidur lagi jam pukul 9:30 malam biasanya aku tidur pukol 8:30 malam. Jadi aku ternampak akak Ijah ku masuk toilet berkemban dengan tuala je. Aku tak kisah <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span> biasa <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span> tu berkemban tak salah, lalu dua minit lepas tu abang ipar aku masuk dengan tuala jugak. Aku jadi hairan mungkin juga mereka sangka aku ni sudah tidur awal. Aku tunggu juga dalam 15 minit tak keluar keluar. Jadi aku intai <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span> dekat pintu, air pun tak bunyi sunyi saja dah lain macam ni aku agak… </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> dalam hati ku baik aku mengendap kat pintu mandi. Tiba tiba suara kakak aku mula ku dengar dari dalam toilet , memang pun dinding tu flywood </span><span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">yang</span><span> nipis sebelah atas. Jadi telinga aku pun jelas terdengar kakak aku seperti <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">orang</span><span> mengerang macam kesakitan . Aku carilah kalau kalau <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">ada</span> lubang kat dinding tu . Cari punya cari jumpa lubang </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span> <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">besar</span> sebesar jari manis betul betul saperti bekas paku <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">besar</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span> dah tercabut. Aku mengendap <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span><span> celah lubang tu , aku pun lihat kedalam toilet tu, lubang ni kecik je tapi boleh melihat seluruh <span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">apa</span> </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span> <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">ada</span> kat dalam. Suara akak Ijah </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span> kesakit tu rupanya akak <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> abang ipar aku tu dah telanjang bulat <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span><span> rupanya mereka hei… susah <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span><span> nak cakap tapi pasal engkau <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">orang</span> terpaksa </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span><span> saya cakap ..abang ipar aku tu tunggang akak Ijah dari belakang. Akak Ijah dah masuk tujuh bulan mengandung memanglah begini <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">cara</span> nya. Darah aku terus naik pasal ini adalah kali pertama aku lihat secara live jadi jantung aku </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span><span><span> kaki aku bergoyang terus macam <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">orang</span> takut je. ..memanglah takut tapi aku teruskan jugak maklum </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span> aku pun share pleasure jugak dengan mereka. Akak aku tu kedua tangan dia kat dinding menonggeng </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span><span> kakinya membangkang abang ipar aku tu pantat <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span><span> dari belakang... lama jugak dia enjut enjut dari belakang.. dalam posisi ini tak jelas berapa <span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">besar</span> penis abang ipar aku kerana dia membelakangi aku. Dalam berapa minit selepas tu mereka berubah posisi , abang aku duduk di tempat membuang air <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">besar</span> </span></span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span><span> bertutup kaki dia membangkang <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span>.. ni dia penis dia jelas kelihatan aku agak panjang jugak lebih kurang 6 inchi </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span><span><span> <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">besar</span> dia macam pisang raja </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span><span> <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">besar</span> sangat </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span> tu.. Dalam berberapa saat kemudian akak Ijah tu ambil air dari gayung </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span> tersedia lalu menyiram penis abang ipar aku <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> di bilas bilas nya penis tu <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> terus di hisap penis </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span> dah berdiri tegak. Lama jugak di hisap <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span><span> kulum penuh dalam mulut dia. Aku naik gian jugak bila akak aku hisap penis laki dia tu. Tapi aku berfikir panjang kenapa <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span><span> main dalam toilet ni kan tak selesa… dalam bilik tidur kan lagi seronok <span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">ada</span> aircon. Aku buat imigine sendiri mungkin tengah akak Ijah aku tadi buang air mesti laki dia nampak puki akak aku tu. Atau mereka dah main kat dalam bilik </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> continue kat toilet. Sedang aku imagine rupa rupanya mereka dah selesai beromen lalu aku pun bersembunyi kat sebelah pintu toilet tu. Akak aku terus keluar <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> ke bilik tidur tetapi abang ipar aku ternampak aku <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> tergamam terus dia <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> lama lama dia tersenyum jugak kat aku… aku takut kalau kalau</span></span></span><span><span><span> dia tau <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">apa</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span><span> aku buat tadi. Pagi Ahad Pagi esoknya aku bangun awal nak mandi waktu biasa jam 5:30 pagi <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span>.. Aku pegi toilet </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span><span><span><span> buka pintu rupa rupanya abang ipar aku <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">ada</span> kat dalam . Selalunya kalau dia atau akak aku <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">ada</span> kat dalam mesti <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">ada</span> bunyi air tapi kali ini tak <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">ada</span>. Aku sangka kosonglah tak <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">ada</span> </span><span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">orang</span>. Bila saja aku buka pintu tadi dia bogel habis sedang memegang ubat gigi. Dia kata lupa kunci pintu . Kata dia, tapi betul atau tak betul aku belum yakin lagi. Aku pun tak jadi masuk </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span> tunggu dia habis mandi. Dalam berapa minit di pangil nama aku dari dalam …dia kata minta tolong ambilkan tuala dia kat kursi </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span><span><span> betul betul tempat aku duduk memang <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">ada</span> tuala kot. Jadi aku ambil </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span><span><span> aku ketuk pintu dia buka terus pintu tu seluas luasnya jadi <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">apa</span> lagi aku nampak </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span> seluruh badan dia termasuk batang nya </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span> memang dah tegang. Aku tau dalam hati aku dia memang sengaja ni nak mempermainkan aku ni. Aku sangka abang ipar aku ni memang orangnya jenis "exhibitionis" ertinya tayang kemaluan sendiri. Lalu aku berikan tuala dia tapi dia lambat nak ambil <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span><span> dia pandang mata aku lama lama seolah olah dia sangka aku mencuri pandang kat batang dia. Pada saat itu aku takut kalau kalau akak dah bangun tidur atau tersempak dia dengan <span style="text-decoration: underline; color: rgb(0, 51, 255); font-size: 11.8333px; font-weight: 400; font-style: normal; font-family: Verdana,Sans-serif;" class="IL_LINK_STYLE">kami</span> berdua. Nahaslah kalau gitu. Aku bilang kat abang ipar aku… aku nak mandi tapi dia macam tak mau keluar dia tunggu kat dalam. Aku beri tuala dia tak ambil pun …setelah aku cuba masuk dia keluar jadi badan aku tersentuh kat badan dia lalu tangan aku jugak tersentuh butuh dia … jadi aku pun rasa geli kerana belum pun pernah sentuh atau pegang batang macam tu. Ini </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span> membuat aku tersipu sipu takut kalau kalau dia sangka aku <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span><span> senghaja. Aku rasa memang sah <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span><span> batang dia tu <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">besar</span> sangat. Aku pun pandang kat dia… dia senyum terus aku pun senyum jugak. Petang Ahad Masa aku tolong cuci pinggan mangkok kat dapur akak Ijah aku tu di luar rumah mengemas </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span> menyiram bunga di halaman rumah. Sedang aku bersendirian membasuh pinggan tiba tiba datang abang ipar aku dari belakang , mengampiri aku seperti sengaja mau badannya bersentuhan dengan aku… aku naik rimas olehnya. Bukan itu saja dia cuma memakai tuala mandi </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span> kecik dari pusat hingga paha atas. Aku rasa dia tak memakai seluar dalam.. Lalu dia berbisik di telinga aku dia kata, "Milah.. aku tau <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">apa</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span> kau buat semalam kat toilet" "Buat <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">apa</span>?" aku kata sambil memandang matanya. "<span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Apa</span> </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span> kau nampak aku <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span><span> akak kau di dalam toilet. Aku sangka kau memang mengintai <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">kami</span> berdua katanya lagi. Secara terketar ketar aku menjawab " Aku cuma ingin tau saja lah… kerana aku terdengar akak ijah mengerang saperti kesakitan saja. Jadi aku tengoklah dari celah celah lubang </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span><span> ingin nak tau" "Jadi kau tengok sampai habis <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span><span> <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">apa</span> </span></span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span> <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">kami</span> buat" sambil tangan nya menyentuh bahu ku . Aku pun pura pura …aku kata aku cuma ternampak akak ijah sedang ambil air dalam bekas aja. Lain lain aku tak nampak. " Ia kah! Itu je </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span> kau nampak?" Aku mengangok saja. "Milah ! aku pun nak terus terang dengan kau jugak Sebenarnya aku dah lama mengendap kau mandi tiap tiap pagi lagi dari lubang tu jugak" katanya sambil menjeling manja kat aku. "Aku tak tahan lagi dari </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">kampong</span><span><span><span> pun aku dah cuba nak cari peluang nak tengok kau mandi tapi kau pakai kain kemban saja. Jadi kebetulan nii.. kau kat rumah aku, jadi tak <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span> aku nak lepas peluang ni." Katanya sambil duduk di kerusi meja makan. Dah sah <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span><span> aku yakin abang ipar aku ni <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">orang</span> nya "exhibitionis " … dia duduk kat kursi pun kakinya membangkang </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span><span> nampak kepala penisnya , aku pun pura pura tak nampak. "Hei! Sampai hati abang mengendap milah mandi. <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Apa</span> </span></span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span><span><span><span> <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">ada</span> pada milah.?" Kata ku sambil membasuh pinggan. "Engkau punya badan seksi </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">lah</span> milah" katanya sambil berdiri semula </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">dan</span><span> menghampiri aku lagi. "Akak Ijah <span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">ada</span> ,abang tak puaskah?" kataku. "Bukan soal kakak you… tapi semasa aku mengendap hari pertama aku tengok kau suka cuci bulu pukimu dengan shampoo. </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">Dan</span> sambil satu tangan meraba buah dada mu …dan aku memang suk dengan bulu pukimu </span><span class="IL_SPAN"><input name="IL_MARKER" type="hidden">yang</span> jarang tu." Kata abang ipar ku sambil tangannya meraba butuhnya lagi.. Aku cuma meliri</span></span><!--INFOLINKS_STOP-->k mata ku sekali sekala saja maklumlah kalau di layan lain macam abang iparku ni. . Kalau lah bukan pasal aku mengendap mereka belum lah aku tau yang aku pun dah di endap olehnya. "Dah berapa lama abang mengendap saya mandi?" aku minta penjelasan. "Dari hari pertama kau datang ke sini kerana aku tau kau masih virgin kan? Katanya sambil batang nya di urut urutnya di depan aku. Aku pun tengok tengok lah kiri dan kanan kalau kalau akak Ijah sudah masuk .Tetapi akak Ijah masih di luar sana menyiram bunga pudingnya yang mungkin layu. "Milah! " "Ya.."kata ku sambil mata ku melirik lagi kebawah meja di mana tangannya mengancak butuhnya di tariknya perlahan lahan kadang kadang matanya melihat kebawah.. "Milah ! boleh tak…" "Boleh apa? " kataku . Dia mula berdiri dan mendekati aku. " Aku mau .." mulutnya terketar ketar tapi nampaknya seperti orang yang hendak merunding sesuatu dan tangan nya mulai menjalar ke pahaku. Aku pun yang sebenarnya tak lah memakai panties kerana aku tadi baru saja bersin yang tak berhenti henti sehingga mengeluar kan air kencing yang sedikit jadi aku bukak lah panties aku kat toilet tadi sebelum aku nak cuci pinggan ni tadi. Aku cuma memakai mini skirt aja yang berwarna cream. Tangan abang ipar ku tu liar sangat dan terus memegang punggung ku yang montok . Di raba raba nya kedua dua punggungku." Hei Milah !… engkau tak pakai panties kah? Tak sangka kenapa begini .?" "Milah ..milah sebenar nya memang pakai. Tapi? " "Tapi pasal abang kah" "Bukan! Bukan" "Aku tau engaku nak tunjuk kat aku kerana … tadi pagi aku kasi tengok kat milah kan? Kata abang ipar ku sambil tangan nya dah sampai kat belahan puki aku. Tangan nya sudah hampir kat kelantit aku jadi kaki aku terbangkang lah sedikit kerana ke gelian. Mata aku menjadi layu saperti layunya bunga puding yang akak Ijah siram tadi. Aku pun bangkang sedikit lagi memberi laluan tangan abang iparku itu lebih aktif lagi . sambil abang ipar aku main main kelantit aku … aku pun memastikan akak Ijah masih di luar rumah. Aku nampak dia tetapi dia tak nampak aku dan abang Jamal . Window kat dapur ini jenis nya gelap jadi apa apa yang kami lakukan di dalam tidak nampak oleh akak Ijah. "Milah ! aku nak jilat pukimu . Bolek tak? "Tersentak aku dengan permintaannya . "Akak Ijah kan di luar sana tu." Kataku memberi alasan menolak keinginannya. "Aku kunci pintu dulu..o.k!" kata abang iparku. Sambil menuju ke pintu dapur. Aku seperti ternganga saja seperti mengia kan saja keinginannya. Selepas abang ipar ku telah mengunci pintu dapur tadi lalu mendekati ku meramas bah dadaku dari belakang kebetulan aku cuma memakai baju t shirt. "Milah.. buah dadamu besar "bisik abang ipar ku. "Memang aku dah agak kau senghaja tak pakai panties kerana aku bukan? Diulanginya lagi kata katanya ditelingaku. " Milah dah bilang bukan senghaja tapi milah nak mandi jadi tak lah payah milah nak pakai yang baru." Kataku untok meyakinkan nya. "O.k ! O.k lah aku percaya sudah" katanya sambil tangan nya menyusur kebawah mencari pukiku yang dari tadi sudah basah. "Boleh tak aku nak jilat pukimu milah" bisiknya sekali lagi . "Milah malu lah.. milah belum pun pernah dengar kemaluan boleh dijilat" kataku sambil meramas butuh nya yang sudah terkeluar dari belahan tualanya. Aku menjadi hairan kenapa abang ipar aku ini berani cuba curang kat akak Ijah. Aku pasti mungkin akak Ijah ada memberitau yang aku dan akak Ijah tak berapa ngam atau tak berapa mesera jadi abang ipar aku ni take advantage kat aku. So jadi nya aku tak payah report kecurangan abang ipar aku ni….pasal kalau aku report kat akak aku jadi rumah tangga diaorang ni porak peranda atau aku terpaksa balik kampong semula. Peluang aku nak cari kerja dan tinggal kat rumah akak aku ni gelaplah. So buat sementara ni aku carry on sajalah kerana abang ipar aku pun memang ada perancangan juga..kaki curang. "Milah!.. sudah habiskah kau cuci pinggan tu . Marilah masuk!" Masuk kat mana kataku sambil melepaskan tangannya yang cuba membuka zip mini skirt aku. Abang ipar aku macam tak sabar lalu menarik tangan ku dan kami masuk kat bilik dia. Pintu bilik tak di tutup rapat supaya kalau kalau suara akak Ijah memangil dapat kedengaran dari dalam..Abang ipar ku ini memang pintar orangnya. Tuala yang dipakainya di lepaskannya dan bogel habislah dia. Tangan nya menarik tangan ku supaya aku dapat menyentuh nya. "Milah ! mainlah butuh abang ni. Cuba hisap kepalanya" katanya sambil dia duduk di sisi katilnya. Aku seperti orang bodoh pun ikut keinginannya dan mengilat kepala butuhnya perlahan lahan. Memang ini adalah first timer aku. Di tariknya kepala aku supaya lidah dan mulutku terus mengulum kesemua kepala dan batang batangnya masuk hingga menyentuh tonsil aku , jadi aku pun seperti mau kan muntah. Selepas lima minit aku mengulum dan menghisap butuhnya aku disuruhnya duduk menyandar di tepi katil dan membangkang kedua kaki ku. Setelah aku membangkang kedua kaki ku dia terus menyentuh pukiku yang dari tadi sudah basah di mainnya kelantitku perlahan lahan dan tangan nya yang basah itu di hisapnya seperti orang yang kenikmatan. "Abang! Milah masih dara lagi. Janganlah buat macam ni " kataku merayu . "Abang cuma nak jilat kelantit milah saja" "Aaahh.. bau puki Milah harum lah, enak" kata abang ipar ku seperti memuji saja. "Puki akak Ijah enak tak ? kataku ." Sama sama enak tapi bulu dia lebat sangat ." Abang iparku ini cuba membandingkan puki aku dengan akak Ijah.kalau lah akak Ijah tau hal ini nahaslah aku. "Milah ! abang cuma nak jilat saja tapi tak bernai nak pantat milah. Cuba kita tukar posisi kita main 69 boleh tak? Aku jadi tergemam macam mana posisi 69 ni. Kan aku masih dara ni..tak tau lah hal teknik ni. "Gini Milah …. Milah terlentang dulu jadi abang naik atas badan milah" Teknik ni yang di katkan 69 , muka dan mulut aku betul betul kat butuh dia dan puki aku betul betul kat mulut dia. Aku bangkang lah seluas luasnya paha aku jadi lidahnya yang panjang itu memainkan kelantit aku jugak . Aku tak tahan lah apabila kelantit aku di main dan di kulumnya. Peranan aku lagi dahsyat , butuhnya yang menegang itu betuk betul menunjam kat mulut aku …susah bernafas aku olehnya tapi aku hisap jugaklah dengan penuh nikmatnya butuhnya ni… tangan aku ni mengenggam penuh punggung nya yang berisi. Tapi dia bangkangkan pahaku dan dirikan keatas lalu mudah lah dia mengilat puki aku secara begini. Aku tak tau lah kenapa abang ipar aku ni.. suka oral sex. Setelah aku dan abang ipar ku membuat berbagai tekni oral sex aku jadi keletihan dan aku minta diri dulu hendak ka toilet. Aku pun membasuh puki aku dan terus mandi. Dalam aku mandi abang ipar aku sekali lagi masuk ke toilet jadi di sni lah lagi kami ber-oral sex lagi. Mula mula dia ambil shampo dia gosok gosok puki aku dengan shampoo tu..pas tu aku pun naik suk dan buih shampoo yang lekat di puki aku tu aku ambil dan gosok gosokkan kat butuhnya jugak. Pelahan lahan aku pegang butuhnya lalu aku siram sikit butuh tu dengan air lalu aku hisap sepuas puasnya hingga biji nya jugak aku kulum dan hampir 5 minit lepas tu air mani dia merancit ke muka aku …aku tekan lagi kepala butuh nya dan habis lah keluar air maninya. Setelah selesai dia blow air mani dia tiba tiba bunyi tapak kaki orang berjalan menuju kat toilet lalu aku mengambil towel aku kat pintu toilet itu dan abang ipar aku pun terus berdiri dan mengambil tuala dan terus keluar<input id="gwProxy" type="hidden"><!--Session data--><input onclick="jsCall();" id="jsProxy" type="hidden"><div id="refHTML"></div>Unknownnoreply@blogger.com0