Selasa, 23 Jun 2009

emak

“Mah, kemana saja sih kok sudah sebulan ini baru datang” ? tanyaku sengit ketika Mama ku datang mengunjungiku di Bandung.
“Mama sudah dapat pacar baru ya ? sampe enggak sempet datang ? Pokoknya aku enggak mau kalo Mama dapat Papa baru”.
Mama ku terlihat kaget ketika aku marah, padahal beliau baru saja datang dari Jakarta hari Jum’at sore itu. Tetapi ketika kepalaku di elus-elus nya dan mama mengatakan minta maaf karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan sekaligus juga mengatakan kalau mama tetap sayang dengan ku, perasaan marahku pun jadi luluh.
“Masak sih Mas (padahal namaku sebenarnya sih Pur…. Tapi mama selalu memangggilku Mas sejak aku masih kecil), kamu enggak percaya sama mama” ? “Mama terlalu sayang padamu, jadi kamu jangan curiga kalau mama pacaran lagi”, katanya ter isak sambil menciumi pipiku dan akhirnya kami berpelukan.

Oh iya, sebelum aku melanjutkan ceritaku ini, ingin sebaiknya kuceritakan sedikit background keluargaku.
Aku sekarang ini sedang kuliah di salah satu universitas di Bandung dan sudah semester 6, sedangkan Mama ku masih kerja di salah satu departemen di Jakarta dan usianya sekitar 40 tahunan. Sebetulnya, mamaku ini bukanlah ibu kandungku, tetapi dia adalah adik dari Ibuku. Hal inipun baru aku ketahui sejak aku mulai duduk di bangku SLTA.
Cerita yang kutahu sih, aku di minta dan diasuh oleh adik Ibuku sejak masih bayi. Waktu itu, katanya untuk memancing agar bisa hamil, karena adik Ibuku sudah menikah selama 5 tahun tetapi belum punya anak. Tetapi beberapa tahun yang lalu, adik Ibuku dan yang sekarang kupanggil Mama itu bercerai dengan suaminya, entah kenapa.
Jadi sekarang ini, aku sepertinya lebih sayang dengan mama ku di banding dengan Ibu kandungku sendiri. Maklum saja karena dari bayi aku sudah di asuhnya.

Setelah makan malam, lalu kami berdua ngobrol di ruang tamu sambil melihat acara TV.
“Mas, rambutmu itu sudah mulai banyak lagi yang putih…sini mama cabutin”, kata mama yang biasanya selalu mencabuti ubanku bila datang ke Bandung. Segera saja aku bergegas ke kamar untuk mengambil cabutan rambut lalu duduk menghadap kearah TV di lantai sambil sandaran di sofa yang diduduki mama.
Terus terang, aku paling senang kalau mama sudah mulai mencabuti ubanku, soalnya bisa sampai ngantuk.
“Banyak betul sih Mas ubanmu ini ?” komentar mama sambil mulai mencabuti ubanku.
“Habis sih…..mama sudah lama enggak kesini…cumin ngurusin kerjaan melulu. ”
“Ya sudah, sekarang deh mama cabutin ubanmu sampai habis ” Kami lalu diam tanpa berkata kata.
“Mas……ngomong2 kamu sudah punya pacar apa belum ? ” tanya mama tiba2, sambil masih tetap mencabuti ubanku di kepala bagian belakang.
“Belum kok Ma…..masih dalam penjajakan”, sahutku.
“Tuh…..kan. Kamu ngelarang mama cari pacar, tapi kamu sendiri malah mau pacaran ” sahut mama dengan nada agak kesal.
“Pokoknya, mama enggak mau lho kalau kamu mulai pacaran, apalagi masih sekolah bisa2 pelajaranmu jadi ketinggalan dan berarti kamu juga sudah enggak sayang lagu sama mama ”, tambahnya

“Enggak kok Ma….aku masih sayang kok sama mama ”

“Sudah selesai mas yang belakang, sekarang yang bagian depan” perintahnya. Lalu ku putar duduk ku menghadap ke arah Mama dan tetap duduk dilantai diantara kedua paha mamaku serta Mamapun langsung saja meneruskan mencabuti uban2 ku.
“Mas….., kamu kan sekarang sudah tambah dewasa, apa enggak pingin punya pacar atau pingin meluk atau dipeluk seorang perempuan ? kata mama tiba2. “Atau kamu sudah jadi laki2 yang enggak normal barangkali ya, Sayang ?“ lanjut Mama.
“Ah, mama ini kok nanyanya yang enggak2 sih “? sambil kucubit paha mama yang mulus dan putih bersih.
“Habis nya selama ini kan kamu enggak pernah cerita soal temen wanita kamu, Mas, sahut mama.
“Aku ini masih laki2 tulen Mah…. Kalau mama enggak percaya, boleh deh dibuktiin atau di test ke dokter“ tambahku sambil kuelus elus paha mama. Kata Mama, aku enggak boleh acaran dulu, tambahku.
“Naaah….gitu dong mas……pacarannya nanti nanti saja deh Mas, kalau kamu sudah lulus“.
“Tapi, kamu kan sudah dewasa, apa enggak kepingin meluk dan mencium lawan jenis kamu “, tanyanya lagi.
“Kadang2 sih kepingin juga sih Ma, apalagi banyak teman2 ku yang sudah punya pasangan masing2….tapi….ngapain sih Ma, kok nanya2 gituan ? “
“Ya….enggak apa apa sih, mama cuman pingin tahu saja “ sahut mama sambil tetap mencari ubanku.

Karena aku duduk menghadap mama dan jaraknya sangat dekat, tanpa kusadari mata ku tertuju kebagian dada mama dan karena Mama ku hanya memakai baju tidur putih yang tipis sekali, maka tetek dan puting susu nya secara transparan terlihat dengan jelas.
“Mah…….. ngapain sih Mama pake baju tidur ini “?
“Lho….. memangnya kenapa mas dengan baju tidur mama ini ? emangnya kamu enggak suka ya Mas ?” tanya mamaku, tanpa menghentikan kerjanya mencabuti ubanku.
“Emangnya Mama enggak malu ? …….. tuh kelihatan ? ” sambil kututul puting tetek mama yang terlihat menonjol keluar dari balik baju tidurnya dengan ujung jariku.
“Huuuusss”, teriak mama kaget. “Mama kirain kenapa ? wong enggak ada orang lain saja kecuali kamu dan bibi dirumah ini. Lagipula mama kan enggak keluar rumah. Memangnya kamu enggak suka ya Mas ? ” sahut mama menghentikan kerjanya dan memandang mataku.
“Wah…..ya suka bangeet dong Mah…. Apalagi kalau boleh megang ? ” senyumku.
“Huussss….. ” sambil menjundul dahi ku. “wong kamu ini masih kecil saja ” tambahnya.
“Mah…. Aku ini sudah mahasiswa lho….. bukan anak TK lagi, masak sih aku masih kecil ? kalo ngeliat sedikitkan enggak apa apa kan mah ?….. boleh kan Mah ? ” rengekku.
Mama tidak segera menjawab dan tetap saja meneruskan mencabuti ubanku seolah olah enggak ada apa-apa.
Setelah kutunggu sebentar dan mama tidak menjawab atau melarangku, akhirnya kuberanikan untuk menjulurkan tanganku kearah kancing baju tidurnya didekat dadanya.
“Sebentar aja lho Mas ngelihatnya ” ujarnya tanpa menghalangi tanganku yang sudah melepas 3 buah kancing bajunya.
“Aduh Mah…..putih betul sih tetek mama” komentarku sambil membuka baju tidurnya sehingga tetek mamaku tersembul keluar. Aku enggak tahu ukurannya, tetapi yang pasti tidak terlalu besar sehingga kelihatan tegang menantang serta berwarna merah gelap di sekitar puting nya.
“Sudah ah Mas, tutup lagi sekarang ” katanya sambil tetap mencabuti ubanku.
“Lho…. Kok malah bengong, tutup dong Mas ? ” katanya lagi ketika kata kata mama enggak aku ikutin dan tetap memandang kedua tetek mama yang kupandang begitu indah.
“Bentar dong Mah….. aku belum puas nih Mah, melihat tetek mama yang begitu indah ini. Boleh ya Mah pegang dikit ?”
“Tuh kan….. Mas ini sudah ngelunjak. Katanya tadi cuman mau ngelihat sebentar, eeeh sekarang pingin pegang. ” sahut Mama sambil tetap melanjutkan mencabut ubanku. “Sebentar aja lho ” sahutnya tiba2 ketika melihatku hanya bengong aja mengagumi tetek mama.

Setelah Mama mengizinkan dan dengan penuh keraguan serta tanpa berani melihat wajah Mama, segera saja kuremas pelan kedua tetek mama dengan kedua telapak tanganku.
Aahh….sungguh terasa halus dan kenyal tetek mama, gumanku dalam hati. Lalu kedua tetek mama ku elus2 dan ku remas2 dengan kedua tanganku.
Karena asyiknya meremasi tetek mama, baru aku sadar kalau tangan mama sudah tidak lagi mencabuti ubanku lagi di kepalaku dan setelah kulirik, ternyata mama telah bersandar di sofa dengan mata tertutup rapat, mungkin sedang menikmati nikmatnya remasan tangan ku di tetek nya.

Melihat mamaku hanya diam saja dan memejamkan matanya, lalu timbul keberanianku dan segera saja kumajukan wajahku mendekati tetek kirinya dan mulai kujilat puting teteknya dengan ujung lidahku.
Setelah beberapa kali teteknya kuremas dan tetek satunya kujilati, kudengar desahan mama sangat pelan ssshhh….ssssshhhh….aaaahh…..maaaass….suuuu…daaaahh.
Desahan ini walaupun hampir tidak terdengar membuat ku semakin berani dan jilatan di puting teteknya dan kuselingi dengan hisapan halus serta remasan di tetek mama sebelah kanan pun kuselingi dengan elusan elusan lembut.
Tiba2 saja terdengar bunyi “kling” di lantai dan itu mungkin cabutan ubanku yang sudah terlepas dari tangan mama, karena bersamaan dengan itu, terasa kedua tangan mama sudah meremas remas rambutku dan kepalaku di tekannya kearah badannya sehingga kepalaku sudah menempel rapat di tetek mama dan nafasku pun sedikit tersengal. Desahan dari mulut mamaku pun semakin keras ssssshhh….. ooooohh… aaaaahhh …….. maaaaaassss….
Desahan yang keluar dari mulut mamaku ini menjadikan ku semakin bersemangat dan kugeser kepalaku yang sedang dipegangi mama kearah tetek yang satunya dan tangan kananku kuremaskan lembut di tetek kiri mama dan tak henti2 nya desahan mama terdengar semakin kuat dengan nafas cepat.
Maaasss…..aaaaahhh….maaaaass……sssshh…..…aaaaahhh….ooooohh… Maaaaaas…., desah mama dengan keras dan tubuhnya meliuk liuk, seraya mendekap kepalaku sangat kuat sehingga wajahku tenggelam kedalam teteknya. Aaaaaaaaaaaaaaaaaahhhh……teriaknya dan diakhiri dengan nafasnya yang cepat dan ter sengal sengal.
“Maaas, mama lemes sekali ”, kata mama dengan suara yang hampir tidak terdengar dengan nafasnya yang masih tersengal sengal. “Maass… tooloong bawa mama ke kamar”, tambahnya dengan nafasnya yang masih cepat.
“Ayoooo Maas….cepat bawa mama ke kamar ” katanya lagi dan tanpa berfikir panjang akhirnya kubopong mama dan kuangkat ke tempat tidurnya dan dengan hati2 ku tidurkan terlentang di tempat tidurnya dan mata mama masih tetap merem tapi nafasnya yang cepat sudah sedikit mereda.

Aku enggak tahu harus berbuat apa, jadi aku hanya tiduran saja disamping mama sambil ku elus elus dahi yang berkeringat dan rambutnya serta pandanganku tidak pernah lepas dari wajah mama karena takut terjadi apa2, tapi sering juga mataku tertuju ke tetek mama yang menyembul keluar dari baju tidurnya yang terbuka. Nafas mama makin lama semakin teratur.
Tak lama kemudian mata mama mulai terbuka pelan2 dan ketika melihatku ada disampingnya, mama tersenyum manis sambil tangannya dieluskan ke wajahku.
“Kenapa Mah……. Aku sampai takut ” kataku sambil kuciumi tangan yang sedang memegang wajahku.
“Mama lemes sekali sayang….. kaki mama gemetaran, tolong kamu pijitin mama ” perintahnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.
Tanpa membantah, segera saja aku berpindah ke dekat kaki mama dan ketika kedua kakinya di geser kearah berlawanan, lalu kutempatkan dudukku diantara kedua paha mama yang sudah terbuka lebar. Kulihat mama sudah menutup matanya kembali.
Penisku yang tadi sudah tidur karena rasa takut, kembali mulai bangun ketika baju tidur mama yang tersingkap dan cd nya terlihat jelas. Benar-benar merupakan pemandangan yang sangat indah, pahanya yang putih mulus serta padat berisi itu membuat jantungku serasa mau copot.

Karena enggak pernah tahu bagaimana caranya memijat, akhirnya kedua tanganku kuletakkan di kedua paha mama dan ku pijit2 dari bawah ke atas. Aku enggak tahu, apakah pijitanku itu enak apa tidak, tetapi kelihatannya mama tetap memejamkan matanya tanpa ada protes. Demikian juga ketika kedua tanganku kosodokan di cd nya beberapa kali, mama pun tetap diam saja.
Memang godaan syahwat bisa mengalahkan segalanya. Penisku pun sudah begitu tegang sehingga kugunakan salah satu tanganku untuk membetulkan arahnya keatas agar tidak terasa sakit.
“Mah…..celana mama mengganggu nih…. aku buka saja ya mah ? ” tanyaku minta izin sambil memandang ke arah nya.
Mama enggak segera menjawab, tapi kuperhatikan mama mengangguk sedikit.

Tanpa berlama lama walaupun aku masih ragu, segera kutarik turun cd nya dan ketika bagian bawah pantat mama sulit kutarik, mama malah membantunya dengan mengangkat badannya sedikit sehingga cd nya dengan mudah kupelas dari kedua kakinya. Lalu sekalian saja kulepas beberapa kancing baju tidur nya yang tersisa dengan salah satu tanganku dan dengan cepat, kupelas juga kaos dan celana yang melekat di tubuhku.
Sambil kembali kupijati paha mama, mataku enggak lepas memandang mem*k mama yang baru pertama kali ini kulihat. Bulu jembutnya terlihat hanya beberapa lembar sehingga bentuk mem*knya terlihat dengan jelas dan dari celah bibirnya kulihat sudah ber air. Detak jantungku menjadi kian kencang terpacu melihat bagian-bagian indah milik mamaku.
Karena enggak tahan cuma memelototi lubang kenikmatan mama, lalu ku selonjorkan badanku kebelakang sehingga wajahku pun sudah berada tepat diatas mem*k mama tapi tanganku pun masih memijati pahanya walaupun itu hanya berupa elusan elusan barangkali.
Awalnya sih aku hanya mencoba membaui mem*k mama dengan hidungku. Ah, ada bau yang meruap asing di hidungku, segar dan membuatku tambah terangsang. Eeeh…. Kuperhatikan mama tetap tenang saja, walaupun nafas nya sudah lebih cepat dari biasanya.

Ketika lidahku mulai kumainkan dengan menjilat di seputar belahan bibir mem*k nya yang sudah terlihat basah dari tadi dan terasa asin tapi enak, pinggul mama tergelinjang keras sehingga hidungku basah terkena cairan mama.
“Aduuuuh…Mas…” teriak mama tiba2 dengan suara serak dan tersendat sendat diantara nafasnya yang sudah memburu. Mama kembali diam dan aku artikan mama setuju saja dengan apa yang aku lakukan dan walaupun kedua tangannya memegangi kepalaku.
Tanpa minta izin, segera saja jari-jariku kugunakan untuk membuka bibir vagina dan memainkan bibir vagina serta daging kecil yang sudah menyembul dari sela-sela bibir vaginanya. “Aduuuuuh…….aaaaaah…..aaahhh ..maaaaas…”, kudengar desahan mama agak keras.
Dapat kurasakan cairan lendirnya yang sudah semakin membasahi vagina mama yang indah itu. Betapa nikmat rasanya, apalagi dengan desahan mama yang semakin lama semakin keras, membuatku semakin bersemangat dan mulai kujilati, kuendus dan kumasukkan hidungku kedalam vaginanya serta kumainkan lidahku di lobang mem*k mama.

Mungkin karena keenakan, desahan mama sudah menjadi erangan yang keras dan rambut kepalaku pun sudah diremas remas mama seraya di tekan tekannya kepalaku dan pantatnya pun digoyangnya naik turun sehingga seluruh wajahku terasa basah semua terkena cairan yang keluar dari mem*k mama. Aku terus saja memainkan lidahku tetapi tidak berapa lama kemudian bisa kurasakan goyangan tubuh mama semakin cepat dan nafasnya pun sudah terdengar cepat dan keras sekali. Tubuh mama mengejang dan akhirnya dia mendesah keras maaaas…..addduuuuh….aaaaaah…..maaas…sssssssh…. teee..ruuuuusss..maaas, sambil kepalaku ditekannya dalam dalam kearah mem*knya. Lalu mama terkapar melepas tangan nya dari kepalaku dengan nafas ngos2an yang cepat dan aku yakin sekali kalau mama sudah mencapai orgasmenya lagi.
Tanpa disuruh aku segera naik dan tiduran miring menghadapnya disamping mama yang terlentang dengan nafasnya yang masih cepat.
“Aduuuh…maaas, kamu nakal sekali ya ? kamu bikin mama jadi keenakan sampe lemes sekali ” katanya setelah nafasnya agak normal sambil memencet hidungku.
“Mah….. booo leeeh enggak aaaa kuuuu ? ” tanyaku tapi enggak berani meneruskan kalimatnya, sambil ku usap2 dahi mama yang masih berkerigat. Mudah2an saja mama mengerti maksudku itu, soalnya penisku sudah tegang sekali.
“jangan ya sayang…..” jawab mama seraya mengecup pipiku dan jawaban itu tentu saja membuatku menjadi sedikit kecewa.
Mungkin mama melihat perubahan wajahku dan karena merasa kasihan, lalu katanya….. “Mas, boleh deh….tapi hanya digesek gesekin saja ya di luar ?”. Mendengar jawaban itu, membuat hatiku agak lega, yah….dari pada enggak boleh sama sekali, padahal rasa kepinginku sudah sampe diujung.
“Sini sayang……naiklah”, lanjut nya sambil meraih tubuhku untuk naik di atas tubuh mama dan dari rasa sentuhan dikakiku, terasa mama juga sudah membuka ke dua pahanya, tapi tidak terlalu lebar.
Tanpa berkata kata, lalu kunaiki tubuh mama dengan penisku yang sudah siap tempur dengan kepalanya yang mengkilap tegang. Tangan mama sudah memegangi penisku dan mengarahkan batang kemaluanku ke mem*knya. Lalu, penisku yang sedang dipegangnya di gesek2an keatas dan kebawah secara perlahan lahan di mem*knya yang memang sudah licin dan kupergunakan kesempatan ini untuk menjilati leher mama.
Aku pun harus bersabar sedikit dan menunggu agar nafsu mama naik kembali karena sentuhan penisku dimem*knya dan jilatan2 ku di lehernya. Sesekali kuperhatikan wajah mama dan kulihat mama sedang memejamkan kedua matanya yang mungkin sedang menikmati gesekan2 penisku di mem*knya.
Suatu ketika, mama menghentikan gerakan tangannya dan melepaskan pegangan tangannya di penisku.
Kedua tangan mama lalu memegangi kepalaku dan melepaskanku dari dadanya yang sedang kujilati serta memandangku dengan mata sayu.
“Gimana….. sayang….? Enak enggak ?” tanyanya.
“Ya enak dong maaaah……tapiiiiiiii…..” jawabku di telinganya tanpa berani meneruskan.
“Tapi…..kenapa Maaas ?’ Tanya mama pura2 enggak mengerti kata2ku tadi.
“Boo….. leh ya maaaah dimasukin ”? jawabku agak gugup didekat telinganya lagi.
Belum sampai kata2 yang aku ucapkan itu selesai, terasa ibu telah berusaha merenggangkan ke dua kakinya pelan2 lebih lebar lagi dan kulihat ibu tidak berusaha menjawab, tapi malah terus menutup matanya.
Dengan tanpa melihat, karena aku sibuk menjilati telinga dan leher mama dan kedua tangan mama hanya dipelukannya di punggungku, kutekan pantatku sedikit dan mama lalu menggeser pantatnya sedikit saat penisku sudah menempel di mem*knya, sepertinya mama yang memang sudah lebih berpengalaman, sedang berusaha menempatkan lobang mem*knya agar penisku mudah memasukinya.
Ketika mama sudah tidak menggerakkan tubuhnya lagi, pelan2 kutekan penisku ke mem*k mama, tetapi sepertinya kepala penisku terganjal dan tidak mudah masuk atau mungkin salah tempat, walau aku tahu mem*k ibu sudah basah sekali dari tadi.
Tetapi ketika kuperhatikan wajah mama yang lagi merem itu, sepertinya mama agak menyeringai, mungkin sedang menahan rasa sakit sewaktu penislku kutekan ke mem*knya.. “peel.. laaan.. pelaaan…sayyyy….aaang, saaa…kiiitt, mama sudah lama enggak pernah lagi”, kudengar bisik mama didekat telingaku. Karena kasihan mendengar suara mama yang kesakitan, segera saja kuangkat pelan2 penisku tetapi tangan mama yang dari tadi ada di punggungku sepertinya berusaha menahannya.
“Nggggak…aaapp….paa aapa….Maaas” terdengar bisik mama lagi. Aku nggak menjawab apa2, tetapi kemudian terasa tangan mama sepertinya menekan pantatku, mungkin menyuruhku untuk mencoba memasukan penisku, lalu kutusukkan lagi saja penisku pelan2 ke mem*k mama dan …..ssssrreeeeeeeet….,., terasa kepala penisku seperti menguak sesuatu yang tadinya tertutup rapat dan langsung saja kuhentikan tusukan penisku ke mem*k mama, karena terlihat mama menyeringai menahan sakit dan terdengar lagi mama merintih “….Aduuuuhh…….maaaaas…..” sambil kedua tangannya menahan punggungku sedikit dan kembali tekanan pantatku kebawah segera kuhentikan. Aku jadi kasihan melihat wajah mama selalu menyeringai seperti kesakitan.
Tetapi beberapa saat kemudian, “teken lagi maas….tapi pelan pelan ya… “ sambil kedua tangan mama menekan pantatku pelan2, langsung saja aku mengikuti tekanan tangan dipantatku menekan pelan2 dan tiba2 ….. sssrrrrreeett….bleesss….., terasa kepala penisku masuk ke mem*k mama. “…Maaaaasss….” teriak mama pelan bersamaan dengan masuknya kepala penisku.
“Sudah… maaass…..suuuuukk….saaa…. yaang…”, lanjutnya sambil melepas nafas panjang tapi tangan mama malah menahan tekanan pantatku.
Aku diamkan sebentar pergerakan penisku sambil menunggu reaksi mama, tetapi dalam keadaan diam seperti ini, aku merasa penisku sedang terhisap kuat di dalam mem*k mama dan tanpa kusadari terucap dari mulutku…..”Maaah……maaah……terr….uuusss….Maaah…enaaaaak.

Saking enaknya, aku sudah nggak memperhatikan tangan atau wajah mama lagi, lalu kegerakkan pantatku naik turun pelan2 dan mamapun mengimbanginya dengan mengerakkan pantatnya seperti berputar-putar. Maaasss..teer……ruuus. maaas..enaaakk..aduuuhhh…enakkk..maaaas.., kudengar kata2 mama terbata-bata dan kubungkam bibir mama dengan mulutku sambil lidahku kuputar didalam mulutnya, serta kedua tanganku kucengkeram kuat diwajah mama..
Sedang kan kedua tangan mama masih tetap di posisi pantatku dan menekan pantatku apabila pantatku lagi naik. Goyangan dan gerakan aku dan mama semakin cepat dan kudengar bunyi.crreeettt…creeettt..creeetttt.secara teratur sesuai dengan gerakan naik-turunnya pantatku serta bunyi suara mama ….hhmmm…aaaahhhh.. aaahhh….yang nggak keluar karena bibirnya tertutup bibirku.
Tiba2 saja mama menghentikan gerakan tubuhnya dan mengatakan “berhenti sebenar sayaaaang ”.
“Kenapa Ma ? ”
“Maasss…toloong cabut punyamu. duluuu, mama mau mengelap punya mama supaya agak kering sedikit, biar kita sama sama enak nantinya”, katanya.
Bener juga kata Mama, kataku dalam hati, tadi mem*k Mama terasa sangat basah sekali. Lalu pelan2 kont*lku kucabut keluar dari mem*k Mama dan kuambil handuk kecil yang ada di tempat tidur sambil kukatakan “Maaam, biar aku saja deh yang ngelap..boleeehkan … Maaam ” ? “Terserah ….kamuuu…..deh…maasss”, jawab Mama pendek sambil membuka kedua kakinya lebar2 dan aku merangkak mendekati mem*k Mama dan setelah dekat dengan mem*k Mama, lalu kukatakan… “aku. bersihkan. sekarang.yaaaa..maaaaa” ? dan kedengar Mama hanya menjawab pendek …. “boleeeh.sayaaaang ”. Lalu kupegang dan kubuka bibir mem*k Mama dan..kutundukkan kepalaku ke mem*knya lalu ku jilat jilat itil dan belahan mem*k mama dan pantat Mama tergelinjang keras mungkin karena kaget sambil berseru.. “Maaas ….. kamuuu.. nakaaaal . …yaaaaa”. Tanpa menjawab, aku teruskan isapan dan jilatan di semua bagian mem*k Mama dan membuat Mama menggerak gerakkan terus pantatnya dan kedua tangannya kembali menekan kepalaku. Beberapa saat kemudian, terasa kepalaku seperti ditarik Mama sambil berkata, “Maas…sudaaaah..sayaaaaang…mama nggak tahaaaaaan…. Kalau kamu gituin terus…..sini..yaaaang”. Lalu kuikuti tarikan tangan Mama dan aku langsung naik diatas badan Mama dan setelah itu kudengar mama seperti berbisik di telngaku…. “mas,…masukiiiin..lagi.. punyamu..sayaaang…mama.sudah.nggaaak.tahaaaaan..yaaang” dan tanpa membuang-buang waktu, kuangkat kedua kaki Mami dan kutaruh diatas pundakku sambil ingin mempraktekkan seperti apa yang kulihat di blue film yang sering kulihat dan sambil kupegang batang kont*lku, kuarahkan ke mem*k Mama yang bibirnya terbuka lebar lalu kutusukkan pelan2, sedangkan mama dengan menutup matanya seperti pasrah saja dengan apa yang kuperbuat. Karena mem*k Mama masih tetap basah dan apalagi baru ku jilat dan kuisap-isap, membuat mem*k mama semakin basah sehingga sodokan kont*lku dapat dengan mudah memasuki lobang mem*k Mama.
Mama mulai meggerakkan pantatnya naik turun mengikuti gerakan kont*lku yang keluar masuk mem*knya.
“Mas….terus teken yang kuat ” desah mama dan tanpa perintah kedua kalinya, akupun menggenjot mem*knya lebih kuat sehingga terdengar bunyi…crroooooot…..crroooottt…croooott, mungkin akibat mem*k mamaku yang sudah basah sekali. “Ayyooo….maaasss ” serunya lagi dengan nafasnya yang sudah tersengal sengal.
“Maas…turunkan kaki mama ” mintanya dan sambil kont*lku masih kusodok sodokkan kedalam mem*k mama, satu persatu kakinya ku turunkan dari bahuku dan akupun sudah menempel tubuh mama serta mama mulai menciumi seluruh wajahku sampai basah semua..

Nggak lama kemudian gerakan pantat mama yang berputar itu semakin cepat dan kedua tangannya mencengkeram kuat2 di pantatku dan…tiba2 mama melepas ciumanku serta berkata tersendat sendat agak keras….. Maaaaassss….. mama….. haam.. piirr…..maaaas… aa… yyoooo ..maass….cepppaaaat.., moment ini nggak kusia siakan, karena aku sudah nggak kuat menahan desakan pejuku yang akan keluar…. Ayyooo…maaaah……aduuuh..maaah…, sambil kutekan kont*lku kuat2 kedalam mem*k mama dan kurasakan cengkeraman kuat kedua tangan mama di pantatku makin keras dan agak sakit seakan ada kukunya yang menusuk pantatku.

Kuperhatikan mama dengan nafas yang masih ter engah2 terdiam lemas seperti tanpa tenaga dan kedua tangannya walau terkulai tapi masih dalam posisi memelukku, sedangkan posisiku yang masih diatas tubuh mama dengan kont*lku masih menancap semuanya didalam mem*knya.
Karena mama hanya diam saja tapi nafasnya mulai agar teratur, aku berpikir mama mau istirahat atau langsung tidur, lalu kuangkat pantatku pelan2 untuk mencabut kont*lku yang masih ada di dalam mem*k mama, eeehh…nggak tahunya mama dengan kedua tangannya yang mash tetap di punggungku dan memiringkan badannya sehingga aku tergeletak disampingnya lalu dengan matanya masih terpejam dia berguman pelan…Maaas…bii.aarkan..mas….biarkan punyamu itu dida..laaamm…sebentar. rasanya..enak.ada yang mengganjel didalam…sambil mencium bibirku mesra sekali dan…kami terus ketiduran sambil berpelukan.

Entah berapa lama aku sudah tertidur dan akhirnya aku terbangun karena aku merasakan ada sesuatu yang menghisap hisap kont*lku. Ketika kulihat jam diding, kulihat sudah jam 5 pagi dan kulihat pula mamaku sudah berada di bagian bawah lagi asyik mengulum dan mengocok ngocok kont*lku. Aku pura2 masih tidur sambil menikmati kuluman mulut mama di kont*lku. Mama mengulum kont*lku dan memainkan dengan lidahnya, aku terasa geli.
Sambil mengulum, terasa kelembutan jari jemari mama mengusap dan membelai batang kont*lku. Diusap dan diurutnya keatas dan kebawah. Terasa mau tercabut batang kont*lku diperlakukan seperti itu. Aku hanya mendesis geli sambil mendongakkan kepala menahan nikmat yang luar biasa.
Setelah itu, giliran pangkal paha kananku diselusurinya. Lidah mama mengusap-usap pangkal pahaku, terus menyusur ke paha dan terus naik lagi ke buah zakar, ke batang kont*lku, ke kepala kont*lku, enuaaaknyaa.
Tetapi lama lama tidak tahan juga sehingga mau tak mau pantanku pun mulai kugerakkan naik turun dan yang membuat mama nengok kearahku dan melepas kuluman di kont*lku tapi tetap masih memeganginya.
“Sudah bangun saayaaang. ” katanya dengan suara lembut.
“Teruuus…maaah…enaaaaakk… ”, kataku dan kembali mamaku mengulum kont*lku sehingga terlihat kont*lku keluar masuk mulut mama. Setelah beberapa lama kont*lku dikulumn dan mengurut batang kont*lku, tiba tiba saja mama lalu melepas kont*lku. Kini, lidah mama sudah naik menyusuri perutku, menjilat-jilat pusarku, terus naik lagi ke dada kanan, melumuri puting susu kananku dengan air liur yang hangat, lalu ke leher, dan akhirnya ke mulutku.
Lidah mama ketika memasuki mulutku, kugigit sedikit dengan gemasssss… Tiba-tiba, aduuhhhh…aku merasa batang kemaluanku memasuki jepitan daging hangat, kenyal dan berlendir….mem*k mama. Rupanya saat mulutku asyik menikmati lidahnya, mama menyodokkan vaginanya ke kont*lku yang memang sudah tegang sekali. Tanpa mengeluarkan lidahnya dari mulutku, mama mulai menekan pantatnya ke bawah. Blesssss…. kont*lku menerobos masuk kedalam mem*k mama. Hangat rasanya.
Mama terus melakukan gerakan memompa …. aduhhhhh batang kont*lku merasakan elusan dan remasan dinding mem*k mama.. Akupun menggelepar sehingga lidah mama keluar dari mulutku. Tapi lidah mama terus mengejar mulutku, sehingga bisa kembali masuk ke dalam mulutku. Sementara pantatnya tetap memompa dan tedengar bunyia ….crooot..croott….croott. “Aduhhhh …….enaaaknya ” Seruku tanpa sadar.
“Enaaak….sayaaaaang ”, Tanya mama.
“Teee…rruuuuss…maaaaah …… enaak sekali”
Tiba-tiba saja mama melepaskan mulutnya dari mulutku. Lalu tangan mama diletakkan dan bertumpu di dadaku, serta mulai naik turun memmompa dan memutar-mutar pantatnya. Serrrr…..serrr….seeeeerr…. batang kont*lkupun serasa ikut terputar seirama dengan putaran pantat mama. “Addduuuuuuhhhh…. maaaaah, aku nggak tahaannn nih…. ” desisku.
Mama kelihatannya tidak ambil pusing dengan rintihanku, dia tetap memutar, memompa, memutar, memompa pantatnya, tapi nafasnya pun sudah begitu cepat.
Tetek mama yang ada dihadapanku pun juga ikut tergoyang-goyang seirama dengan gerakkan tubuhnya dan kuremas remas keduanya dengan tanganku.
Sekitar beberapa menit aku terombang-ambing dalam kenikmatan yang luar biasa, sampai akhirnya ketika ibu mulai mengubah posisi dengan membalik tubuhku sehingga aku sekarang sudah berada diatas tubuh mama dan nafas mama kuperhatikan sudah begitu cepat.
“Maaaas….ceeepaaaat….teken yang ku…aaaaat maaass…”, perintahnya sambil memeluk punggungku erat erat serta menggerakkan pinggulnya naik turun dengan cepat sehingga membuat kont*lku terasa sedikit ngilu.
“Ceee….paaaat….maaaas ” serunya lagi dengan nada suara yang cukup keras seraya tangannya mendekap punggungku kuat2. Mingkin mama sudah mendekati orgasme nya barangkali, padahal akupun sudah hampir tidak kuat menahan air maniku agar tidak keluar.
“Ini…maaaah….ini…tahan yaaa maaah ”sahutku seraya kugenjot mem*k mama kuat2 beberapa kali.
“Ter..rrruss..saaa…yang…terruuuus. ”katanya lagi dengan gerakan pinggulnya semakin liar saja.
“Maaah…maaaaaaah….aku gaaaaak…tahaaaaan lagiiiiiii…. ”teriakku kuat2 dan kutekan kont*lku lebih kuat lagi kedalam mem*k mama dan crreeet……creeet….creeet…….air maniku akhirnya jebol dan menyemprot kuat kedalam mem*k mama dan mungkin setelah menerima semprotan air maniku akhir nya mama pun berteriak “Maaaaassss………mama……juuuu…gaaaaaaaa”, teriaknya sambil merangkulkan kedua kakinya kuat2 dipunggungku dan cengkeraman tangannya pun membuat punggungku terasa sakit.
Akupun akhirnya menjatuhkan tubuh ku disamping mama dan sama2 terengah engah kecapaian.

Setelah nafas kami mulai teratur, sambil memelukku mama berkata serasa berbisik dekat telingaku.
“Enaaak..maaaaaasss ?”
“Enaaak sekali maaaah… ”.
“Maasss….jangan sampai ada yang tahu soal ini yaaaa ? Kamu kan bisa jaga rahasia kita ya ”kata mama.
“Iya maaah…. ”
“Dan satu lagi….. ”, kata mama sambil memandangku tajam.
“Apa itu Maaah…. ”
“Yang ini punya mama……jangan kamu kasihkan orang lain ya ? ”katanya seraya mencengkeram kont*lku yang lagi tidur kecapean dan mengelus elusnya.
“Janji ya.. saaaa…yang…. ”Tambahnya lagi.
“Asal ini semua juga buat saya ya Maaah. ”sahutku sambil kuremas mem*k mama dan kueluskan jariku dibelahan mem*k mama yang masih terasa basah oleh air maniku.
Akhir nya kami tertawa berbarengan dan tiba2 saja ada ketukan di pintu kamar “Buuuu……sudah siang… ”. Rupanya ketukan dari pembantu karena saat itu sudah jam 9.00 pagi.

Setelah itu, mama selalu tidak pernah absen mengunjungiku di Bandung atau kalau mama berhalangan, maka akulah yang datang ke Jakarta.
Aku masih ingat lagi….masa tu aku cuti sekolah. Jadi aku dan kawan-kawan sama sama berkhatan. Takut juga aku. Lepas berkhatan luka kote aku kena dirawat. Seminggu, lukanya kote aku masih belum sembuh betul lagi. Baru 7 hari tak boleh baik. Tiap hari kena basuh lukanya.

Mujur Mak Cik Mah, adik mak aku, ada menolong membasuh luka aku. Malu juga aku rasanya. Tau lah, nak tunjuk kote, kan? “Tak apalah sebab Apit budak lagi. Baru umur 10 tahun�, Mak Cik Mah kata. Mak Cik Mah dah 30 tahun. Tiap-tiap pagi dia tolong cuci luka aku, bubuh ubat dan balut. Tak kesah.

Kata Mak aku, aku tak boleh malu. Dia Mak Cik aku. Aku ni badan aja yang besar. Macam murid umor lebih 12 tahun. Aku suka main bola. Main sukan. Jadi, badan aku kuat. Aku ketua murid kat sekolah. Terer gak aku. Mak Cik Mah aku kerani Pejabat Tanah di Kucing. Aku dapat tahu Mak Cik aku ni baru saja dicerai oleh suaminya. Rupanya, suaminya dah kawin sebelum kawin dengan dia. Dia tak tahan dimadu, katanya. Jadi dia minta cerai setelah kawin baru 6 bulan. Kesian dia.

Dulu dia datang ke rumah dengan deraian airmata. Mak dan abah kesihan melihatnya. Sebab rumah kami Flat saja, bilik kosong tak ada, jadi mak suruh aku tidur sebilik dengan Mak Cik Mah. Apa nak kisahkan, dia Mak Cik aku. Lagi pun aku anak saudaranya. Lagipun aku budak-budak lagi.

Badan saja besar, tapi umor aku rendah. Tak tau apa benda. Lagi pun Mak Cik Mah boleh ajar aku mathematik. Sekarang aku tak suka tengok TV lagi. Bila malam lepas makan, aku masuk bilik baca buku. Mak aku suruh aku belajar, Mak Cik Mah boleh tunjukkan, katanya. Mak suka aku belajar dengan Mak Cik Mah.

Dulu Mak Cik Mah nak jadi Cikgu, tapi dia suka jadi kerani. Mak Cik Mah memang lawa. Sekali pandang macam bintang filem Krisdayanti. Paling kurang macam Erra Fazira. Tinggi lampai, bidang dada luas, punggung lebar. Padat. Dadanya muntuk dan berisi. Lenggangnya gemalai dan rambutnya mayang mengurai. Suaranya lembut dan pandai memujuk dan memanjakan. Dulu dia ratu cantik kat ofisnya. Lepas tu ada boss yang suka kat dia. Tu sebab dia kawin. Tapi boss tu dah kawin ada anak.

Jadi Mak Cik Mah tak suka. Itu sebab dia minta cerai. Mak Cik Mah ni bila tidur, dia suka dakap bantal peluk celah pehanya. Kadang-kadang aku nampak kainnya terselak. Putih saja pehanya. Aku tak kesah. Dia Mak Cik Mah aku. Memang kulitnya putih melepak. Tak macam mak aku. Hitam sikit. Bapak Mak Cik aku tu dulu keturunan Cina. Nenek aku keturunan Melanau. Nenek kawin selepas ayah mak aku meninggal sebaik saja mak aku lahir. Jadi Mak Cik Mah muda 3 tahun dari mak aku lah.

Lat 2 munggu, luka kote aku pun baiklah. Cuti sekolah aku pun dah tamat. Aku mesti pergi sekolah. Tiap pagi Mak Cik Mah bangunkan aku. Dia pun kena bangun pagi juga. Dia nak kerja. Pagi-pagi dia selalu tolong mandikan aku. Dia sabun badan aku, gosok daki kat badan. Dia pun mandi sama-sama.

Sebab aku budak kecil lagi, aku mandi telanjang aja. Mak Cik Mah berkemban aja bila mandi. Dia pakai kain basah yang dah lusuh saja. Kain itu diikat dari atas dada sampai ke pangkal peha atas lutut. Putih kulit pehanya. Tak kesahlah, aku masih budak. Dia Mak Cik aku. Selalunya, lepas tu dia tolong aku pakai baju sekolah aku. Dia pun pakai bajunya. Dia tanggal kain depan aku dan sarung pakaian kerja. Masa tu aku tengok dia bersolek. Memang dia lawa. Jadi aku selalu tengok pakai coli belakang skrin. Tapi aku tak nampak apa-apa. Tak kesahlah sebab aku budak lagi. Lama-lama aku dah lali tengok badannya. Aku tau, dia bertelanjang bogel dari belakang skrin. Pun aku tak kesah.

Kadang-kadang aku khayal juga, camana agaknya Mak Cik Mah kalau telanjang. Tentu seksi badannya. Satu malam aku tidur awal. Dekat nak tengah malam aku rasa panas. Memang dalam bilik aku tak ada kipas. Lagipun cuaca masa itu musim panas. Malam-malam pun panas. Aku dengar Mak Cik Mah menggelisah. Panas. Pas tu dia bangun. Aku buat-buat tidor. Mata aku tutop buat-buat tidor. Aku tengok dia bukak bajunya. Lepas tu dia buka coli dan seluar dalamnya. Dia longgok tepi sudut bilik. Kemudian dia berkemban. Dia naik ke katil dan tidur dekat sebelah aku.

Kali ini dia tidur lain macam pulak. Dia tidur menyonsang. Kepalanya hujung kakinya, dan kaki aku dekat mukanya. Bila dah sejuk cuaca malam, baru rasa mengantuk. Hampir aku nak terlena, tiba-tiba aku rasa punggung aku kena peluk. Aku terjaga. Rupanya Mak Cik Mah peluk punggung aku. Dia tak sedar. Dah tu kepala aku rasa macam kena kepit celah pehanya. Dia sangka aku ni bantal peluk agaknya. Bantal peluk ada kat belakang dia. Boleh jadi dia tak sedar betul. Dari cahaya lampu di beranda luar yang masuk ke dalam bilik tidur aku tu, aku nampak peha Mak Cik Mah. Putih aja.

Aku tak kesah sebab dah biasa. Aku tutup mata nak tidur balik semula. Agak-agak aku nak tertidur, Mak Cik Mah menggelisah. Masa tu dia rapatkan kepala aku di bawah perutnya. Prrrggghhhhh..!! Aku terbau lain macam, datang dari celah kangkang pehanya. Tak pernah aku bau macam itu. Ada macam bau tengik macam belacan bercampur dengan bau telur asin. Makin lama makin kuat bau itu masuk hidung aku. Aku agak tentu kainnya yang dia pakai terduduk benda kotor apa, entahlah. Bila aku gerakkan kepala aku, dia lagi kuat kepit. Bagi aku, bau tu busuk. Yuuueeekkk…..!! Nak termuntah aku.

Dalam keadaan itu aku tertidur sampai pagi. Esok pagi dia bangunkan aku. Macam biasa, kami mandi sama-sama lagi. Kejadian malam tadi, macam kami tak ingat aja. Buat macam biasa. Dia mandikan aku. Dia gosok kote aku. “Dah baik lukanya dah�, kata Mak Cik Mah. “Tak payah bubuh ubat lagi� katanya. Dipicitnya hujung konek aku. Dia tanya, “sakit tak?� Aku geleng kepala, “tak� kata aku. Dia pun senyum pandang muka aku. “Apit kena sabun tiap hari macam ini.� katanya. Diambilnya sabun, digosok ke tapak tangannya; langsung diusapnya kat batang kote aku.

Sekali dua tak apa, bila dia gosok banyak kali aku rasa lain macam. Kote aku tegang macam rasa nak kencing. Aku cakap kat dia, “nanti dulu Mak Cik Mah, Apit nak kencing jap�. Dia pegang batang aku. Aku pun kencinglah. Sudah tu dia basuh. Tak kesahlah, aku masih budak. Sudah dia mandikan aku, dia pulak mandi. Dia gosok badannya, ketiaknya, teteknya dan celah kangkangnyadengan sabun. Sampai naik buih sabun badannya. Baru aku nampak macamana rupa tetek orang perempuan.

Aku ada tengok tetek mak aku masa susukan adik, tapi lembik aja. Tetek Mak Cik Mah tidak. Cantik. Padat. Aku tengok masa dia gosok. Aku tengok ketiaknya ada bulu sikit. Tapi kadang-kadang kain basahnya terlucut masa dia gosok. Aku tengok kat bawah perutnya ada bulu. Banyak. Lebat. Dia pandang kat aku. Aku buat-buat tak pandang aja. Macam tak nampak. Dia senyum. Aku pun senyum. Mak Cik Mah tak marah. Aku tak pandang lama. Aku malu tengok. Sebab aku budak. Lagi pun aku rasa lain macam.

Dah tu dia siram badannya. Kemudian dia mencangkung. Dia selak kainnya sampai nampak punggung. Putih melepak. Dia kencing membelakangkan aku. Berdesir bunyinya. Aku tak kisah. Memang selalu gitu. Aku tanya, apa sebab orang perempauan kencing bunyi lain? Dia jawap, “esok Mah Cik boleh tunjuk apa pasal�. Aku tanya, bila? Dia jawab, nantilah. Bila aku dengar dia kencing hari tu, aku rasa sikit lain macam. Lepas cebok dia bangun. Kami masuk bilik. Dia pakaikan baju dan seluar aku.

Dah tu dia pulak. Macam tu lah tiap hari. Malam esoknya, sekali lagi cuaca panas. Mah Cik Mah bangun tengah malam. Dia buka baju lagi. Tinggal kain saja. Bila dia tidur, dia pun kepit kepala aku macam malam dulu. Bau tengik tu sekali lagi masuk lubang hidung aku. Tapi rasa lain sikit malam ini. Masa dia peluk punggung aku, aku rasa kote aku macam kena kat bibir mulutnya. Kemudian aku rasa hujung kote aku macam kena jilat. Geli betul. Aku kepitkan peha aku supaya kote aku terkepit. Tapi tak boleh sebab kepala Mah Cik Mah hadang peha aku. Lama-lama aku biarkan. Aku rasa mula-mula dia jilat, lepas tu rasa macam kepala kotek masuk dalam mulutnya. Masa tu aku rasa lidahnya jilat kuit-kuit kepala kote aku. Uhh…gelinya, bukan main lagi. Aku rasa kote aku tegang. Aku mengerang. Tahan geli.

Aku dengar dia macam hisap hujung kote aku, ada bunyi..Crup…ceruppp… bunyi Mah Cik Mah sedut air liurnya. Aku tak leh buat apa-apa. Aku tahan aja. Aku rasa macam nak kencing. Lama juga dia buat gitu. Tapi aku tahan. Sebab terlampau geli, punggung aku menggelisah. Tapi Mak Cik peluk punggung aku kuat-kuat. Aku tak dapat bergerak. Terpaksa aku biarkan saja. Bila aku tak tahan aku kencing dalam mulutnya…. Crup..crupp..banyak kali. Aku rasa sedap kencing dalam mulut Mah Cik. Masa kencing tu aku rasa macam hayal. Aku tutup mata aku. Dalam gelap itu, aku tak nampak apa-apa. Masa tu juga aku bau busuk celah peha Mah Cik Mah tambah kuat. Rasa aku nak temuntah, tapi tak muntah. Lepas tu, aku rasa letih betul. Lama-lama aku tertidur sampai pagi. Esok paginya dia bangunkan aku.

Macam biasa, kami mandi sama-sama lagi. Apa yang berlaku malam tadi, macam kami tak ingat aja. Buat macam biasa. Dia mandikan aku. Dia gosok kote aku. Aku tanya, apa pasal malam tadi aku nak kencing tapi rasa lain macam, Mak Cik? Dia jawab, itu tanda aku dah jadi orang bujang. Dipicitnya hujung konek aku. Dia tanya, “sakit tak�? Aku geleng kepala, “tak� kata aku. Dia pun senyum pandang muka aku. Katanya, “lain kali Mak Cik ajar macamana Apit nak kencing sedap..� Aku angguk kepala. Macam tulah tiap malam. Aku tak kisah. Sebab dia Mak Cik aku. Dia sayang kat aku. Lagi pun dia macam Cikgu.

Hari Sabtu cukup bulan, pagi hujung minggu depannya, bapak dan mak aku balik kampung dengan adik-adik yang belum sekolah. Mak kata, “Mak ngan abah dan adik-adik nak balik kampung. Satu minggu. Jadi, sebab Apit nak sekolah, kena tinggal dengan Mak Cik. Lagipun Mak Cik Mah nak kerja. Dia tak cuti.� Aku kata, tak apalah. Lagi pun Mak Cik Mah ada temankan. Dia pun pandai masak. Petang tu Mak Cik Mah ajak aku tengok wayang cerita hindustan kat town. Dia dapat gaji. Loaded. Pas tu makan satey. Pas tu kami jalan-jalan. Dia beli baju untuk aku dan seluar dalam. Dia beli coli warna merah kusam dengan seluar dalam warna hijau pucat. Dia beli losyen badan dan sabun wangi Acme. Minyak wangi satu botol. Tak kesahlah dia punya duit. Lagi pun dia baru dapat gaji. Komdian dah petang sikit kami pulang. Dia beli kipas angin Sanwa. Hari memang panas. Bas Mini lambat datang. Kat perhentian bus dia beli rojak 2 bungkus besar. Sampai kat rumah Mak Cik Mah siapkan makanan atas meja. Kami makan sama-sama.

Lepas makan, Mak Cik Mah kata dia nak mandi sebab panas. Aku pun nak mandi juga sebab badan aku peluh banyak sebab balik berjalan. Melekit satu badan. Kami masuk bilik bilik mandi. Macam biasa aku bukak baju. Dia sabun badan aku. Kali ini dia pakai losyen beli tadi. Dia pun pakai juga. Buihnya banyak. Dia suruh aku duduk cangkong tepi kolam simen tadah air dalam bilik mandi tu. Komdian dia curah losyen tu kat tapak tangannya. Dia gosok semua badan aku. Wangi baunya. Banyak buih. Bila dia gosok kelengkang aku, aku rasa geli. “Kalau Apit geli tutup mata, ya� kata Mak Cik. Lembut saja suaranya. Aku tutup mata. Aku rasa batang kotek aku tegang. Lain macam rasanya. Tak kesahlah. Sebab dia dah biasa ubat kote aku lepas berkhatan dulu. Pun dia pegang masa ubat lukanya.

Tak apa. Masa dia gosok batang kote aku, aku rasa seronok. Geli. Siok. Aku rasa lemah. Lutut aku gigi rasa macam nak tumbang. Takut jatuh, aku pegang kain kemban kat badan Mak Cik. Entah macamana kainnya terlucut. Tanggal. Melorot sampai ke pusatnya. Dia kata, “Tak apa. Biarkan.. Mak Cik pun nak sabun badan juga�. Mak Cik Mah biarkan. Dia cuma ikat kain basahnya kat bawah perutnya. Bawah pusat. Perutnya nampak. Longgar aja ikatnya. Nampak pusat dan teteknya. Terbuai depan mata aku. Bergoyang-goyang. Aku pandang. Sebab betul-betul depan aku.

Fulamak, besar jugak tetek Mak Cik Mah ….wooiii…!! Macam kepala tempurung kelapa. Tengah-tengahnya ada puting besar jari kelenggeng. Kelilingnya macam bulan. Besar duit siling 20 sen bila aku jeling. Warna coklat. Kulit Mak Cik Mah memang putih melepak. Jadi nampaklah beza antara coklat dengan putih. Ihhsyyyyy… seram aku. Dulu tak pernah tengok tetek orang pompuan depan mata aku macam itu. Emak aku pun susukan adik, dia tak tunjuk. Dia pegi bilik susukan adik. Mak Cik Mah macam bagi aku tengok pulak. Heran ye? Tengah aku memikir dalam hati, Mak Cik Mah ambil losyen lalu dicurahnya ke dalam tapak tangan aku. “Buat apa Mak Cik?� aku tanya. Dia suruh aku gosok badannya. Disuruh aku gasok teteknya. Kemudian gosok perutnya, pusatnya. Komdian teteknya balik semula, sampai ke ketiak-ketiaknya. Aku tengok ketiak Mak Cik tak ada bulu sangat. Halus aja. Sambil tu, dia terus gosok peha dan kote aku.

Aku rasa geli betul. Isssyyy…. Memang. Kok tak caya… cubalah! Komdian dia buka kainnya. Tanggalkan semua. Isssyyy… aku lagi seram. Aku tak pernah tengok orang perempaun bertelanjang. Adik aku pun aku tak pernah tengok telanjang. Mak Cik suruh aku gosok bawah perutnya. Mula-mula aku rasa tak mau. Malu. Aku pandang mukanya. Dia kata, “Gosoklah kat bawah tu. Tak apa. Mak Cik tak marah�. Aku pun gosoklah. Dia suruh. Tapi aku tak pandang kat situ. Malu. Aku tak nampak apa-apa pun. Tangan aku gigil bila aku raba. Rasanya kesat aja. Aku agak bulu cipapnya. Mak Cik Mah rapatkan dadanya ke muka aku. Muka aku betul antara dua teteknya. Puting teteknya merah kehitaman. Aku tak berani pandang bawah sebab aku malu tengok cipapnya. Aku tau ada bulu banyak. Ihhh…seram aku. Lagi pun takut dia marah. Mak Cik gosok aku, aku gosok dia. Dia suruh aku ramas-ramas teteknya. Lembut-lembut keras kenyal macam spanj.

Aku tengok Mak Cik Mah tutup mata. Dadanya macam orang mengah lepas berlari aja. Kotek aku makin kuat dipegangnya. Dia sorong tarik batang kote aku. Bila aku gosok cipapnya, dan ramas teteknya, hisap putingnya, aku rasanya macam geli-geli sedap pulak. Aku biarkan. Aku terus buat apa dia suruh. Gasaklah. Aku budak. Dia Mak Cik aku. Aku tak kesah. Tak lama lepas tu, dia tarik tangan aku diletaknya ke bawah pusatnya. Disuruhnya usik macam ada satu daging seketul, keras besar hujung kacang tanah. Dia suruh aku gentel. Aku pun buatlah. Tapi aku tak tengok kat bawah.

Mah Cik Mah kata, kalau tak mau tengok, aku boleh tutup mata. Mah Cik suruh aku gentel benda tu dengan jari tangan kiri aku. Mulut aku pulak dia suruh hisap puting teteknya. Jari tangan kanan aku disuruhnya ramas teteknya sebelah kanan. Aku pun buatlah. Sambil tu dia urut-urut batang kote aku. Lama juga macam itu. Aku rasa sedap gak. Tiba-tiba aku dengar Mak Cik Mah tarik nafas dalam-dalam. Panjangggg. Dia pegang kepada aku. Ditekan kat tetek dia. Aku rasa macam nak lemas. Aku rasa badannya keras. Dia merengek kuat macam orang sakit kepada. Uhhhhh…. ssssttt…..� mulutnya berdesis macam orang pedih luka kena asam limau. Masa tu dia suruh aku gentel benda dalam cipapnya itu cepat-cepat. Aku pun buat. Aku angkat muka aku. Tapi ditekannya lagi kuat.

Digosok-gosoknya muka aku kat tetek dia. Aku rasa macam nak lemas. Betul. Sumpah. Aku pun hisap kuat teteknya. Tangan aku sebelah lagi terus meramas teteknya macam dia suruh. Tak lama lepas tu aku dengar Mak Cik Mah kata …. arrrrhhhhgggg… bunyi macam orang lega. Letih saja nampaknya. Pas tu, dia pun mandi. Sudah tu dia ramas kain basahnya dan sidai kata dawa ampai kain dalam bilik mandi tu. Dia keluar pakai towel. Dia masuk dulu dalam bilik. Berkemban aja. Aku tinggal dalam bilik mandi sebab siram badan aku bagi hilang sabun. Aku tengok kotek aku tegang. Merah, sebab kena gosok dek Mak Cik Mah tadi. Tak kesahlah. Biasa aja. Mak Cik Mah terus masuk dalam bilik.

Tak cakap apa dengan aku. Aku lepas mandi terus lap badan. Masuk dalam bilik nak pakai baju baru Mah Cik Mah beli tadi. Bila aku masuk dalam bilik aku tengok Mak Cik Mah bersandar kat dinding katil. Masa tu dia masihih pakai towel lagi. Matanya pejam. Macam orang letih aja. Diam aja bila aku masuk tadi. Aku rasa takut juga. Boleh jadi apa yang aku buat tadi Mah Cik tak suka. Dia marahkah? Aku tanya dalam hati. Aku pun naik atas katil, duduk dekatnya. Aku tanya, “Mak Cik marah tadi?�. Dia buka mata. Pandang aku. Dia senyum. Rambutnya bau wangi. “Takkkkk….� Katanya. Dipeluknya aku dekat-dekat. Muka aku letak kat leher dia. Digosoknya belakang aku.

Macam sayang betul. Aku rasa suka hati. Mak Cik Mah tanya, “luka Apit dah baik dah?�. Aku ngangguk. Aku tanya, “Tadi apasal Mak Cik macam orang sakit?� aku tanya dia. “Mak Cik sakit ke?�. Dia geleng kepala. Katanya, “Kalau tak ada orang buatkan Mak Cik macam Apit buat tadi, Mak Cik rasa sakit kepala. Badan Mah Cik rasa lemah-lemah�. Katanya. “Apa Apit boleh tolong sama Mak Cik?� aku tanya. Dia jawab, “Entahlah. Kalau Apit tak cerita sama orang, Apit boleh tolong ubatkan sakit kepala Mak Cik.� katanya. Aku jawab. “Apit boleh tolong Mak Cik. Apit sumpah tak mau bagitau kat sesiapa. Apit sumpah. Betul� “Ya ke ni?� Mak Cik pandang kat muka aku. Dia senyum. Macam tak percaya. Aku kesian tengok dia. Aku ngangguk.

Komdian dia kata, “Mak Cik nak suruh Apit urut badan Mak Cik boleh tak. Penat jalan tadi. Apit kuat jalan.� Katanya. Aku ngangguk. Mak Cik Mah pun telentang. Kat belakangnya letak satu bantal. Kat punggungnya satu lagi. Di suruhnya aku duduk cangkung sebelah kanannya. Komdian dia suruh aku ambil minyak dalam botol kat tepi katil. Dituangnya kat tapak tangannya. Bau wangi. Dia suruh aku buka kain towel kat dadanya. Aku buat. Aku nampak teteknya macam gunung. Putingnnya merah coklat. Dia suruh aku urut macam dalam bilik air tadi. Aku buat. Dia suruh aku ramas-ramas, gentel putingnya. Lama-lama jadi keras. Mata Mak Cik Mah pejam macam tidur. Lama aku buat gitu. Aku tak kata apa-apa. Komdian dia selak towel aku. Dia pegang kote aku. Diurut-urutnya. Aku rasa sedap. A ku rasa kote aku tegang. Minyak itu dipakai sekali untuk urut kotek aku. Aku rasa kote aku tegang, panjang. Kepalnya rasa macam kembang. Tak kesahlah, Mak Cik Mah dulu yang ubat luka aku. Takkan aku nak malu. Aku biarkan. Pas tu, dia suruh aku urut perut dia. Perutnya sedikit gebu. Ouuuhh… macam kusyin kereta. Suruh aku pusing-pusing jari aku kat pusatnya dengan jari telunjuk dengan jari hantu tangan kanan. Tangan kiri aku ramas-ramas teteknya. kadang-kadang suruh aku gentel puting teteknya. Aku buat, sebab aku tak mau Mak Cik Mah sakit kepala. Lagi pun dia baik hati. Kami pun tinggal 2 orang saja. Kalau dia sakit kat siapa nak minta tolong hantar hospital? Semua itu aku kena fikir, ya tak? Pas tu, Mak Cik Mah suruh aku selak towelnya lagi. “Apit tolong urut peha Mak Cik, yaaaaa..� Lembut suaranya. Masa dia selak towelnya, aku nampak bulu hitam pantat Mak Cik Mah. Uhhhh…seram aku. Tak pernah tengok bulu pantat pompuan dulu pun. Aku pandang mukanya. Dia pandang muka aku. “Apit urut peha Mak Cik, ya.� Lalu dia bagi kat aku minyak dalam boktol tadi. Aku tengok, peha Mak Cik gebu. Menarik. Betisnya padat, licin dan putih. Macam kapas. Aku buat-buat tak pandang aja kat bulu pantat dia. Lebat. Hitam. Banyak di bawah perutnya, macam jambang. Aku raba sikit. Halus. Lembut. Cipapnya terlindung disebali bulunya. Maluuuu…. Aku nak tengok. Komdian Mak Cik Mah buka kangkangnya. Pun aku tak pandang. Mak Cik kata, “Apit tengoklah.. ada belahnya kan?� Aku tak jawab. Lagi malu aku. Aku tah pernah tengok puki orang pompuan. Aku pandang siling. Tengadah aja. Masa tu Mak Cik ramas-ramas kote aku. Aku rasa mengah. Dia suruh aku urut pangkal pehanya. Aku buat. Masa tu tangan Mak Cik Mah urut-urut batang kote aku. Kadang-kadang diramasnya batang aku pelan-pelan. Sedap juga rasanya. Geli bila kena kepala kote aku kat jarinya. “Apit tengok tak celah bulu puki Mak Cik, ada air tak?� kata Mak Cik. Jadi sekarang aku terpaksa tengok dekat-dekat. Dia suruh. Aku selak bulu pukinya. Aku nampak ada jalur panjang, dari atas ke bawah. Di celah retak itu ada macam ada air. Aku angguk. “Apit selak, bukak celah tu, tengok sebelah atas ada macam daging sebesar kacang goreng, ada tak?� dia tanya aku. Huuuuuhhh.. aku seram. Selama hidup aku tak pernah tengok puki orang perempuan yang dewasa macam Mak Cik Mah. Tapi sekarang Mak Cik suruh tengok dia punya pulak. Aku tak tau nak buat macamana. Tak pernah tengok dulu. Sebelum aku selak kulit yang dia cakap tu, aku pandang betul-betul. Memang aku nampak. Bila aku selak bulunya, aku nampak puki Mak Cik macam terbelah. Dari atas memanjang ke bawah. Berjalur. Panjang. Macam mulut budak. Pembam. Macam bukit kecik. Tapi jalur belah tu tertutup rapat. Tak nampak apa-apa. Aku cakap, “Tak ada Mak Cik. Tak jumpa�. Mak Cik Mah ketawa. Dia kata dengan suara lemah lembut, “Apit tengok dekat-dekat, komdian selak kulit tu kiri-kanan, terbukaklah dia. Tentu nampak�, katanya. Menggigil jugak tangan aku bila nak usik cipapnya macam dia suruh. Aku pun bukak dengan hujung jari. Prgghhhhhh… bila terbuka aja, aku terperanjat besar. Rupanya, dalam kulit luar ada kelopak lagi. Nampak merah aja. Memang ada air. Baunya satu macam. Aku tak biasa terbau macam itu. Aku cuit-cuit selak macam selak kertas buku. Aku rasa berlendir. Melekit kat jari aku. Rupanya, dalamnya ada lidah, kiri dan kanan. Aku selak lagi. Nampak kat bawah macam ada lubang. Kecik aja. Dalamnya lembik. Macam ketul daging, aku tanya, “Ini Mak Chik?�. Dia jawab, “Bukan. Bukan bawah. Atassss…�. Aku tengok sebelah atas. Aku selak. Aku tekan baru nampak menonjol. “Hahhaaa.. tu lah..!� kata Mak Mak Cik. “pandai pun Apit..� katanya lagi. Aku suka kerana berjaya mencarinya. Aku pun tekan sikit dengan dua ibu jari. Kulit luarnya masuk ke dalam. Tertonjol macam kote kucing. Luarnya dibalut dengan kulit. Pendek aja tapi nampak. Macam keras. Memang ada daging besar bijik kacang goreng tu. Aku angguk lagi, “Ada Mah Cik�, kata aku. “Ha, itu kepala bawah Mak Cik lah. Namanya kelentit. Apit gentel macam gentel puting dada Mak Cik tadi, ya... Nanti dia keras. Gentel pelahan-lahan ya. Nanti kurang sakit kepala Mak Cik. Apit buat laaa yaaaa…� Mak Cik Mah macam minta tolong kepada ku. Aku pun buat. Masa tu aku rasa ada bau datang dari puki Mak Cik Mah. Lagi aku gentel lagi kuat baunya. Tengit betul. Macam bau belacan dengan telur asin campur mentega. Tapi tak kesahlah. Asalkan Mak Cik Mah hilang sakit kepalanya, tak apa aku boleh buat. “Ada keluar air liur kat bibirnya, Mah Cik� aku kata. Mah Cik jawab, “Tak apa, Apit gentellah sampai Mah Cik dah puas� katanya lagi. Masa aku buat tu aku tengok Mak Cik Mah relek aja. Matanya tutup rapat. Nafasnya kuat. Tangannya pegang cadar. Di ramasnya. “Sakit Mak Cik?� aku tanya dia. Dia jawab geleng kepala. “Taaaaakkkkk…� katanya perlahan. “Apit buat lagi sampai Mak Cik kata berenti� katanya lagi. Aku terus buat. Lama-lama aku rasa peha Mak Cik Mah macam tegang. Betisnya keras lurus. Jari kakinya macam cengkot. Dia mengerang..uuhhhh… hhhmmmm… issss… isshhh… “Sedap Piiittt…..� dia kata. “Gentel laju-laju Apit…� katanya. Aku pun buatlah. Aku pun ingat dulu. Mak suruh picit kepalanya. Aku pun dia suruh gentel, tapi kat dahinya. Pun dia cakap sedap jugak. Tapi Mak Cik Mah ni lain sikit. Dia suruh aku gentel kepala kecik dalam cipapnya. Kelentit dia. Tapi aku tak kesah. Dia suruh aku buat, aku buatlah. Dia Mak Cik aku. Masa tu, aku dengar nafas dia mengah, kepalanya golek kiri kanan. Dia suruh aku ramas buah dadanya. Kuat-kuat. Aku buat. Tak berapa lama aku tengok dia lega sikit. Komdian dia buka mata. Senyum sikit kat aku. Aku pun senyum juga. “Dah baik sakit kepala Mak Cik?� aku tanya. Dia jawab, “belum berapa. Apit baring atas Mak Cik Mah, boleh?� katanya. Aku tanya, “Baring camana Mak Cik?� kata aku. Mak Cik Mah pun pegang punggung aku. Baring terbalik. Dia tanggalkan towel aku. Aku pun bogel. Pas tu dia suruh aku meniarap kat dada dia. Kepala aku betul kena kat cipap dia. Perrgghhhh… bau cipapnya lagi kuat. Lagi kuat baunya sebab muka aku kena betul kat muka cipapnya. Aku tak kesah. Komdian Mak Cik Mah suruh aku bongkok, melutut atas mukanya. Aku buat. Aku kangkang lebar atas muka dia. Dah tu dia pun buka kangkangnya luas-luas. Cipapnya tertonjol sebab punggungnya dialas dengan bantal. Dia suruh aku selebek celah cipapnya dengan jari aku. Aku buat. “Ada air tak, Pit?� Mak Cik Mah tanya. Aku kata ada. “Apit tengok kat bawah sekali ada lubang, kan?� dia tanya lagi. Aku jawab, “Ya�. Pas tu, Mak Cik suruh aku letak lidah kat celah cipap dia tu. Dia suruh aku urut-urut dengan lidah aku. Sambil itu dia suruh aku masukkan jari hantu aku dalam lubang kat bawah tu. Sorong tarik pelan-pelan. Aku pun buat. Perrggghhh… bau air cipap Mak Cik Mah memang kuat tendang hidung aku. Rasa macam sampai kat otak. Tengit nombor satu. Satu macam punya bau. Kalau Mak Cik Mah bukan Mak Cik aku, memang aku rasa nak termuntah. Lama-lama hidung aku dah serasi dengan bau itu. Aku rasa syiok pulak. Masa tu, Mak Cik Mah pegang kote aku yang dah mula tegang sikit. Aku rasa macam dia jilat. Macam malam dulu. Aku biarkan. Tak kesah. Dah tu aku rasa macam dia kulum kepala kote aku. Dia main dengan lidah. Aku rasa kote aku macam kena kat bibir mulutnya. Kemudian aku rasa hujung kote aku macam kena jilat dalam mulutnya. Geli betul. Aku kepitkan peha aku. Tapi tak boleh sebab kepala Mah Cik Mah hadang peha aku. Aku terpaksa tahan. Badan aku geli geman. Seram-seram. Lama-lama aku biarkan. Aku rasa mula-mula dia jilat, lepas tu rasa macam kepala kotek masuk dalam mulutnya. Habis batang aku. Kadang-kadang dia keluarkan kote aku, dia jilat buah pelir aku. Aku biarkan. Aku tak kesah. Gelinya makin bertambah. Dia Mak Cik aku. Dia pening kepala. Aku tolong ubatkan dia. Masa tu aku rasa lidahnya kuit-kuit kepala kote aku. Uhh…gelinya, bukan main lagi. Aku rasa kote aku tegang. Aku mengerang menahan geli. Aku dengar dia macam hisap kuat-kuat hujung kote aku. Crup… ceruppp… bunyi air liurnya. Aku tak leh buat apa-apa. Aku tahan aja. Aku rasa macam nak kencing. Bau tengik dari puki Mak Cik Mah sekali lagi masuk lubang hidung aku. Mengaum baunya. Tapi lain sikit, lama-lama aku rasa bau tu menyeramkan bulu roma tengokok aku. Masa dia peluk punggung aku. Aku terus jilat pukinya macam dia suruh. Jari aku sorong tarik dari dalam lubangnya. Berlendir. Banyak. Meleleh sampai pangkal jari aku. Aku tak kesah. Bulu nonoknya aku tengok basah kuyup. Air liur aku bercampur lendir. Mulut aku pun sememeh macam adik aku makan bubur tepung. Aku terus buat. Aku dengan Mak Cik Mah mengerang macam orang sakit kepala. Aku mula rasa khayal. Peluh aku keluar kat dahi. Tapi tak kesahlah. Aku urut mak aku pun sampai aku naik peluh juga. Tiba-tiba Mak Cik Mah suruh aku bangun. Dia suruh aku pergi bilik air. Suruh aku kencing dulu. Memang betullah. Aku kencing. Banyak. Langsung aku basuh muka sekali, kumur-kumur. Pas tu bila aku masuk dia suruh aku telentang. Dia naik atas dada aku. Aku di bawah. Aku diam aja. Aku tak tau apa dia nak buat. Aku biarkan saja sebab dia lagi tau. Dia suruh aku ramas-ramas dadanya macam mula tadi. Aku buat. Kote aku memang dah keras. Dipegangnya batang kote aku. Disorong tariknya macam dalam bilik air tadi. Bila dah keras, Mak Cik suruh aku pejam mata. Aku rasa pelahan-lahan dia arahkan kepala kotek aku kat lubang nonok dia, tempat aku jilat tadi. Diusap-usapnya sampai kepala kote aku berselumur kena lendir. Aku rasa berlendiran semacam. Basah. Lencun. Komdian dia tekan pelan-pelan. Aku rasa konek aku masuk kat dalam lubang pantatnya. Panas rasanya. Macam tersepit. Ditekannya dalam-dalam. Komdian Mak Cik Mah berhenti. Dia tarik nafas panjang. Masa berhenti tu akan rasa kepala kotek aku macam kena urut dalam nonoknya. Kemut-kemut. Mak Cik Mah rapatkan dadanya kat muka aku. Aku paham. Aku pegang teteknya, ramas-ramas sambil aku nyonyot putingnya. “Pandai Apit buat yaaaaa…� Katanya. Suaranya macam menggelatar. Aku terus buat. Aku terus raba-raba buah dadanya. Aku rasa panas sebab badan Mak Cik Mah tadipun dah berpeluh. Aku ramas buah dadanya bertalu-talu. Aku ikut macam katanya. Sesekali aku dengar Mak Cik Mah menarik nafas panjang. Bunyi nafasnya juga bertambah kuat. Nafas aku juga begitu. Mak Cik Mah suruh aku gentel biji kacang kat celah pukinya. Dia bantu tangan aku dengan membongkok badannya. Senanglah tangan aku buat kerja menggentel itu. Masa tu Mak Cik Mah henjut punggung yang lebar itu. Ke atas ke bawa. Pelan-pelan aja. Aku rasa perasaan aku menjalar kat batang konek aku. Mak Cik Mah godak lubang pukinya dengan kote aku. Macam orang kacau dodol. Dia buat goyang-goyang kiri kanan. Sambil tu dia henjut gitu. Aku rasa sedap satu macam. Sambil itu jari hantu Mak Cik Mah meraba lubang jubur aku. Bulu puki Mak Cik Mah kena kat pangkal kote aku. Macam kusyin. Geli. Bunyi nafasnya bertambah kuat. “Sedap tak Piitttt…?� tanya Mak Cik Mah. Aku jawab…hhhhmmmmm.. mata aku tak dapat buka. Badan aku rasa macam melayang. Batang kote aku makin tegang. Lagi keras. Aku agak sebab dia dihenjut. Cepat-cepat. Diusap-usapnya belakang aku perlahan-lahan. Lembut aja. Mak Cik Mah cukup pandai usik tempat yang jadikan aku khayal. Sedap. Mak Cik Mah terus henjut. Henjut…. Henjut dan terus henjut. Sesekali dirapatnya mukanya kat muka aku. Diletakkannya mulutnya kat mulutaku. Aku buka mulut. Dia hisap lidah aku. Macam orang kat TV cerita orang putih. Aku pun balas. Aku hisap lidahnya macam dia ajar aku tadi. Mak Cik Mah macam bertenggong di atas kote aku. Sedikit demi sedikit batang kote ku terpacak keras, terbenam masuk ke dalam pukinya. Dia menghenjut dari atas. Aku tahan dibawah. Dia peluk aku kuat rasa susah aku nak bernafas. Kami macam adu tenaga. Memang Mak Cik Mah senang masukkan batang kote aku tadi sebab lubang pukinya banyak lendir. Kote aku rasa licin bila disorong tarik di dalam lubangnya. "Errrrggggh ! " Mak Cik Mah merengek setiap kali dia henjut. "Mak Cik Mah sedap niii..Piittttt…" katanya kat aku. Aku mula naik geram. Sesekali sebab geli, aku terjah kote aku ke dalam puki Mak Cik Mah. Semakin laju dia tojah, semakin kerap dia merengek, "Eh eh es eh eh esssss." Sambil dia menghenjut dari atas, tangan ku mengusap-usap buah dadanya. Puting teteknya ku gentel. Ada masanya, aku angkat kepala ku biar dapat aku nyonyot teteknya. Puas menyonyot aku gentel. Puas gentel aku usap pula. Teteknya Mak Cik Mah jadi tegang. Mulutnya mendengus, "Us us us us us". Mak Cik Mah biarkan aku buat suka hati aku. Makin aku ramas dia makin merengus. Kuat. Henjutnya pun makin kuat juga. Kemut puki Mak Cik Mah memang power. Lama-lama aku rasa macam nak kencing. Aku tak tahan nak kencing. Aku bagi tahu Mak Cik Mah “Mak Cik, Apit rasa nak kencing dah ni..�. Mak Cik Mah jawab, “Tak apa kencinglah dalam lubang Mak Cikkkkkk….� Sambil tu dia henjut macam orang pam basikal. Lagi cepat pulak. Lama-lama aku dah tak boleh tahan lagi. Tengok aku makin tak tahan, Mak Cik Mah peluk bahu aku. Masa itulah aku nak terpancut kencing tu, aku memekik…� Mak Cikkkkk….Apit… dah nakkkk….. pancuttt… arrrggghhhh…� Aku dah tak tahan. Mak Cik Mah pun tekan habis-habis. Dihenjut, angkat, henjut. Cepat. Banyak kali. Tekaknya pun ada bunyi dari dalam… �arrrrggg…. Apittt…… aaaarrrrggghhh…!�. "Apit dah terpancut Mak Cik." kata ku sambil pelok pinggang Mak Cik erat erat. Aku buat macam tu biar kotek aku boleh terbenam dalam-dalam puki dia. Muka Mak Cik nampak berkerut. Aku tak tau, sakitkah kepalanya lagi. Lemah lembut dia gelekkan punggung aku sebab nak keluarkan kote aku yang tertanam dalam pukinya. Mak Cik Mah masih lagi dakap aku. Lubang puki Mak Cik Mah masih tak lepaskan kote aku. Entah berapa kali aku pancutkan ke dalam perut Mak Cik Mah. Aku rasa kencing aku banyak. Kencing aku memancut tak putus putus. Pekat, likat rasanya. Aku tengok biji mata Mak Cik Mah terbeliak bila aku kencing dalam perutnya. Hangat pancutan air kencing aku itu dapat aku rasa mengalir kat buah pelir aku. Agaknya dalam puki Mak Cik Mah dah penuh air kencing aku tadi. Aku tak kesah. Aku diam aja. Mak Cik Mah terdiam aja. Macam kaku. Dia peluk aku. Peluh Mak Cik Mah mengalir kat dahinya. Bau peluhnya sedap-sedap tengik. Ketiaknya kena kat hidung aku. Batang aku mula rasa macam lemah. Kendur. Beransur-ansur kecut. Lama Mak Cik Mah biarkan kote aku dalam lubang pukinya. Masa tu perasaan aku bangga sebab aku puas hati bagi sakit kepala Mak Cik Mah lega. Puki Mak Cik Mah memang sedap jadi tempat kencing aku. Memang pandai dia buat aku kencing. Sedap. Lubang puki Mak Cik Mah pun kuat mengemut. Kemutnya saja boleh buatkan aku khayal lupa diri. Aku harap dia puas hati aku tolong urut sakit kepalanya. Aku tak sangka, orang jantan macam aku boleh kencing dalam pantat orang perempuan. Sedap pulak. Arrrrgggghhhh….!! Lebih kurang ada sepuluh minit Mak Cik Mah peluk aku. Dia macam tidur. Mulut aku kulum teteknya. Mak Cik biarkan saja. Aku ramas, aku gentel, aku hisap putingnya. Bila dia bangun, baru dia cabut kote aku dari lubang pukinya. Diciumnya pipi aku. “Sakit lagi kepala Mak Cik?� Aku tanya. Dia jawab, “Tidaaaakkkk… sayang. Dah baik. Kan tadi Apit dah simbah sama air dalam kepala bawah Mak Cik?� dia senyum. “Masa Apit kencing tadi ke�: Aku tanya. “Hisyyyyy…..itu bukan kencing. Air mani namanya. Dia ajar aku namanya. Lepas tu kami terus tidur. Mak Cik Mah peluk aku. Masa nak tidur tu dia urut-urut batang kote aku. Aku ramas-ramas teteknya. Mulutnya hisap lidah aku. Aku pun gitu juga.

Selasa, 10 Februari 2009

Aku pendekkan cerita saja ya....Shukri adalah kawan baikku dari kilang yang sama.Begitu juga isterinya tapi bukanlah rapat denganku.Shukri menikahi Liza pada tahun 2000 dan masih tidak mempunyai anak.Namun mereka tetap bersama kerana cinta yang mendalam.Atas sebab itulah permintaan Shukri membuatkan aku keliru.
Shukri datang ke rumah sewaku pada suatu malam berseorangan...membuat permintaan yang amat mengejutkan sekali bagiku.Diceritanya soal rumahtangganya yang dihadapinya sekarang.Dari situ barulah aku tahu rupanya Shukri adalah seorang yang 'cepat sampai' sebelum waktunya.Liza sememangnya tidak puas akan tetapi dia hanya memendam rasa sahaja.Shukri tahu yang dia menyeksa batin isterinya itu...dengan sebab itulah timbulnya permintaan ini.Atas sebab kawan aku menolak dengan lembut sambil menasihati agar dia bersabar.Malah Shukri memaksa pula dengan alasan bahawa tidak mahu menyiksa batin Liza.Dia rela aku melayari bahtera mersama isterinya asalkan Liza puas dan mereka tetap bersama.Shukri khuatir Liza akan meninggalkan dia ata sebab kelemahan yang ada padanya.Liza sebenarnya telah lama setuju dengan cadangannya cuma menanti aku saja...keputusan aku masih samar....namun aku berjanji untuk kerumah mereka untuk menasihati Liza dan Shukri hanya terdiam...
Pada esok malamnya aku bertandang ke rumah Shukri seperti dijanjikan.Shukri yang baru saja balik kerja terus membuka pintu rumah mempelawa aku masuk.Aku lihat Liza cepat-cepat ke bilik memakai tudung kepala.Sememangnya Liza seorang wanita bertudung.Selama ini aku tidak pernah melihat rambutnya.Itulah yang mengejutkan aku...macamana wanita bertudung mahu mengadakan hubungan seks dengan lelaki yang bukan isterinya.Namun aku juga sedia tahu yang nafsu wanita lebih besar dari lelaki maka tak hairanlah kalau Liza sanggup tidur denganku.Setelah berbincang sekejap aku minta Shukri keluar membeli rokok untukku sementara aku menasihati Liza.Sebaik saja Shukri keluar,Liza datang menghampiri aku lalu bertanyakan hal itu....
"Macammana sekarang?...abang setuju ke?" Liza bertanya.
"Betul ke ni Liza..." belum habis aku cakap Liza terus menarik tanganku masuk kedalam biliknya.
"Abang lihatlah sendiri...."Liza menunding jari kearah TV yang dibawahnya ada beberapa keping VCD.Aku meninggalkan Liza dibelakang menuju kearah VCD itu.Wah....VCD lucah rupanya...."Itulah tontonan Liza kalau abang nak tahu...hampir 2 tahun Liza kehausan nikmat seks..abang Shukri langsung tak berupaya.....tolonglah abang...."rayu Liza manakala aku masih membelek VCD itu.Best juga tengok covernya.Aku menoleh kebelakang untuk melihat Liza namun dikala itu Liza telah berada betul-betul rapat denganku.Tanpa bertudung lagi dan aku saksikan rambutnya yang panjang kebahu lagi lembut itu.Haruman yang menyegarkan lagi memberahikan membuatkan aku terpaku sementara.Sebagai seorang yang bujang pastinya aku terangsang apatah lagi Liza telah pun membuka tiga butang bajunya.Buah dadanya yang besar itu menolak-nolak bajunya tambahan pula ketika itu nafsunya sedang kemuncak..Aku sempat menyentuh dadanya namun tergendala sebab Shukri sudah sampai kerumah.Cepat-cepat aku keluar dari bilik sementara Liza tinggal didalam.
Sebaik saja Shukri masuk aku terus meminta rokok lalu dihisap sebatang.Shukri terus bertanyakan aku akan hal itu sambil merayu demi dia kawan baikku."Selamatkanlah perkahwinan kami"...rayu Shukri."Baiklah....ada syaratnya"jawabku membuatkan Shukri tersenyum dan meminta syaratnya."Aku mahu kau ada sama semasa aku menikmati tubuh bini kau untuk satu sebab kebaikkan buat kau juga"...Shukri terdiam lalu bersetuju.Liza yang baru keluar aku tarik tangannya ke atas riba aku.Shukri terkejut tapi tidak membantah.Aku meminta Shukri duduk atas sofa berhadapan kami dan menyaksikan aku menikamati tubuh isterinya.Dengan mesih bertudung aku memeluk tubuh Lizadengan penuh nafsu sekali...sememangnya aku telah teringin menikmati tubuh Liza sejak dalam bilik tadi.Liza kukucup bibirnya...tangan kananku aku ramas punggungnya.Aku membelakangi tubuh Liza lalu meramas buah dadanya dari belakang.Ku lihat Shukri tak senang lihat isterinya merengek kenikmatan>aku tanggalkan tudung Liza lalu membuka satu persatu butang bajunya perlahan sehingga habis.Aku bogelkan tubuh Liza tanpa tentangan dari Shukri mahupun isterinya.Liza ketika itu merelakan aku melakukan apa sahaja pada tubuhnya.Kini Liza benar-benar bogel diruang tamu itu....aku bangun lalu menanggalkan pakaian aku pula...sama-sama aku dengan isteri Shukri bergogel smabil berdiri.Shukri bertambah tak senang duduk namun aku arahkan agar jangan diganggu ketika kami sedang bersama...cuma lihat sahaja.Liza diam sambil tersenyum memandang suaminya itu.Aku arahkan Liza duduk diatas sofa sambil mengangkang kakinya lalu aku secara perlahan menjilat cipap Liza dengan bernafsu sekali.Liza megeliat kegelian.Digenggam rambutku lalu ditekan-tekan rapat ke cipapnya.Aku dapat jangkakan yang Liza benar-benar tidak tahan apabila dia mengepit kepalaku dengan kakinya ketika aku mehulurkan lidahku kedalam cipapnya.
"Aaaahhhhhhhh.......eeemmmmmpphhhh......."rengekkan Liza berpanjangan.
Selepas itu aku bangun lalu menghulurkan batangku tepat ke mulut Liza."Hisaplah Liza......biar selera aku bertambah...."Liza memegang sambil mejilat-jilat batangku dihadapan suaminya itu.Dikulum seluruhnya selepas itu membuatkan aku terasa hendak pancut air maniku tapi aku tahankan saja.Liza seperti dalam kegilaan menghisap batangku..dia seolah-olah lupa suaminya dihadapan kami.Shukri memegang-megang batangnya kerana tidak tahan melihat aksi kami berdua.Aku terasa kasihan pula melihat Shukri begitu lalu aku membawa Liza kepada Shukri supaya Shukri dapat menghisap buah dada isterinya.Keadaan itu membolehkan aku membenamkan batangku dari belakang Liza.Aku pengang punggung Liza lalu aku benamkan batangku kedalam lubang punggung Liza sedalamnya.Liza mengerang kesakitan namun tidak lama begitu berganti erangan nikmat.Aku tak mahu berkeadaan lama begitu lalu aku tarik semula menelentangkan tubuh Liza diatas lantai lalu menghalakan batangku tepat kearah cipap Liza.Liza mengankang luas menantikan tikaman aku.Sekali aku tekan Liza menjerit perlahan lalu aku peluk Liza rapat-rapat.Aku mengomoli tubuh Liza selama hampir 3 jam sehingga kemuncak akhir aku memancutkan air maniku kedalam mulut Liza.Liza selepas itu mengulum semula batangku ketika aku terlentang diatas lantai.Aku megarahkan Liza megulum batang suaminya pula akan tetapi rupanya Shukri telah pun lama klimaks dan batangya telah lama tunduk....
Kami tidak habis disitu saja...aku bawa Liza kedalam bilik lalu mengunci pintu."Maafkan aku Shukri...kali ini aku nak lebih sikit dengan bini kau...dengar aje ye?...aku nak layan bini hang sampai puas.....Begitulah aku ceritanya aku menikmati tubuh isteri kawanku itu sehingga pagi dan Shukri hanya mampu medengar suara isterinya megerang kenikmatan serta dengusan nafas yang tidak menentu....

Isnin, 2 Februari 2009

Zaiton merupakan seorang ibu tunggal yang tinggal bersama seorang anaknya. Zaki (14 tahun). Zaiton berumur 34 tahun. Suaminya meninggal dunia akibat dihempap kayu balak yang di tebang di hutan, kerana suaminya ketika itu berkerja sebagai penebang balak. Cakap saja nama Ali balak, pasti semua orang kenal. Dengan badan yang sasa, kuat main judi, kaki perempuan. Memang tak ada sesiapa yang berani mencabar. Tapi sekarang, semua tu dah tak ada, dah tak de guna. Yang mati terus mati, tapi yang ditinggalkan harus terus hidup.

Walau pun umur sudah menjangkau 30an, Zaiton tetap kelihatan masih menghairahkan. Dengan wajah yang agak sederhana, kecantikan semulajadi wanita kampung. Tubuhnya yang montok itu dihiasi dengan lengkuk tubuh yang menarik perhatian lelaki. Buah dadanya yang membusung seringkali membuai apabila berjalan hingga bentuknya jelas kelihatan dibalik t-shirt ketat yang membalut tubuhnya. Punggungnya dan pehanya memang besar dan lebar, namun tubuhnya yang lentik itu membuatkan punggung besarnya tonggek dan pehanya yang gebu itu mampu membuatkan batang lelaki mengeras menahan gelojak nafsu di dalam seluar.

Rumahnya yang agak usang itu hanya mempunyai TV sebagai bahan hiburan. Itu pun TV lama. Kerjanya yang hanya membuat kuih dan menjualnya kepada kantin sekolah, kilang dan penjaja hanya mampu menyara kehidupan mereka dua beranak. Membina rumah baru atau memperbaharui rumahnya memang diluar kemampuannya. Cukuplah sekadar duduk di rumah peninggalan arwah suaminya dan sekadar menjaganya selagi terdaya.

Rumah mereka hanya mempunyai 2 bilik tidur, ruang tamu yang agak kecil bersama perabot-perabot lama dan juga ruangan dapur yang bersambung dengan bilik air dan tandas. Bukannya tak ada orang yang mahu memperisterikan Zaiton, ada dan memang ramai. Tapi Zaiton yang belum mahu berumah tangga. Bagi Zaiton, mereka semua itu hanyalah hendak mengambil kesempatan untuk mendapatkan tubuhnya, kerana mentang-mentanglah statusnya janda, malah kehidupan terimpit. Kalau setakat nak kan tubuhnya, tak payah berkahwin pun dah tentu dia boleh berikan, tak perlu hendak bermodalkan cinta dan perkahwinan yang palsu sebagai alasan. Baginya, dirinya tidak perlu dipermainkan.

Setakat Pak Dollah tokei kedai runcit di kampung itu, sudah berkali-kali benihnya dibazirkan oleh Zaiton. Setiap kali berbelanja di kedai Pak Dollah, pasti tangannya akan pantas menangkap batang Pak Dollah di dalam kain pelikat yang dipakai dan melancapkannya hingga berhamburan air mani Pak Dollah. Perlakuannya itu akan berlaku jika hanya mereka berdua sahaja yang berada di dalam kedai, terutamanya ketika tiada pelanggan yang datang.

Pernah juga Pak Dollah meminta untuk memantat Zaiton tetapi tak pernah dapat. Semuanya itu Zaiton lakukan untuk mendapatkan barangan keperluan dari kedai Pak Dollah secara percuma. Selalu juga Zaki berasa hairan kerana setiap kali ibunya pulang dari berbelanja di kedai Pak Dollah, pasti ada kesan basah di dada baju ibunya, kadangkala kain sarung batik yang ketat membalut punggungnya juga kelihatan basah di punggung, malah pernah juga dia terperasan terdapat sedikit cairan putih yang kental melekat di bibir ibunya dan sedikit di tudung yang dipakai. Bila berkata-kata, bau benih Pak Dollah akan terbit dari mulut Zaiton. Tetapi Zaki tidak menghiraukan sangat kerana dia masih belum faham tentang permainan seks orang dewasa.

Selain daripada Pak Dollah, ada juga lelaki yang kepuasan di tangan Zaiton. Amran, petani yang selalu mengambil upah menebas rumput dan membersihkan kebun di belakang rumah Zaiton juga merupakan salah seorang mangsa Zaiton. Upah yang diberikan bukanlah dalam bentuk wang ringgit, tetapi hanya menyerahkan tubuhnya untuk santapan Amran di kebun, malah kadangkala di rumah ketika Zaki bersekolah.

Setiap kali Zaiton datang ke rumah Amran untuk memintanya membersihkan kebun, Amran sudah pastinya tidak akan menolak. Kerana dia tahu, selepas penat mengerjakan kebun, dia sekali lagi pasti akan kepenatan mengerjakan kebun gersang milik Zaiton. Dan sudah tentu penatnya berbaloi. Zaiton juga bijak memilih hari untuk Amran membersihkan kebunnya. Hari yang dipilihnya adalah bukan ketika dia dalam waktu subur. Ketika itulah dia akan menikmati perasaan nikmat ketika rahimnya di sembur oleh benih Amran.

Kini, 4 tahun sudah berlalu. Zaki sudah menamatkan persekolahannya dan oleh kerana keputusan SPMnya yang tidak baik, dia hanya menolong ibunya membuat kuih di rumah dan membersihkan kebun serta rumahnya. Amran tidak lagi mengambil tender membersihkan kebun Zaiton. Kerana dia kini sedang menunggu hukuman tali gantung akibat mengedar dadah. Sudah 2 tahun dia dipenjarakan. Nasib baik dia bukan penagih tegar, jika tidak sudah pasti virus HIV akan menamatkan riwayat Zaiton juga.

Sementara Pak Dollah sudah pun meninggal dunia akibat sakit jantung 3 tahun lepas. Segalanya berlaku selepas Zaiton membeli barangan keperluan di kedainya. Dan ketika itu sudah tentu zakar Pak Dollah akan di puaskan oleh Zaiton. Pada hari itu, Zaiton mengambil barangan di kedainya dengan agak banyak. Oleh kerana itu, Pak Dollah menginginkan Zaiton membuatkan benihnya terpancut 2 kali. Sekali di mulut Zaiton dan sekali di punggung seksinya. Ketika Pak Dollah memancutkan benihnya membasahi kain batik Zaiton di bahagian punggungnya, dia masih boleh bertahan. Tetapi, selepas Zaiton menghisap dan membiarkan zakar Pak Dollah melepaskan benihnya di dalam mulut Zaiton, Pak Dollah sudah tidak mampu bertahan. Hisapan mulut Zaiton yang nikmat itu benar-benar membuatkan Pak Dollah hilang kawalan. Selepas selesai sahaja zakar Pak Dollah dikerjakan, Zaiton pun berlalu pergi dengan punggungnya yang basah dan mulutnya yang berbau benih Pak Dollah bersama-sama dengan barangan keperluan yang di'beli'nya di kedai Pak Dollah. Pak Dollah kemudian mengalami strok selepas terkulai kepenatan akibat kepuasan di'belasah' Zaiton. Kini, janda Pak Dollah, mak cik Rokiah mengambil alih perniagaan peninggalan arwah suaminya.

Sesudah Amran di tangkap dan Pak Dollah mati, Zaiton tidak dapat lagi merasakan zakar lelaki. Sesekali dia hanya melancap bagi memuaskan nafsunya. Anaknya juga sudah remaja dan tinggal bersamanya, maka dia tidak mungkin mempunyai peluang untuk melakukan persetubuhan di rumahnya sebagaimana yang dilakukan bersama Amran dahulu.

Satu hari, Zaki hendak membeli beras di kedai makcik Rokiah. Selepas memberitahu ibunya, dia terus mengayuh basikal menuju ke kedai. Zaiton pula, memang menantikan saat-saat anaknya keluar dari rumah. Dia ingin melancap sepuas-puasnya dan dia mahu mengerang semahu hatinya bagi melepaskan syahwatnya yang kegersangan itu. Jika Zaki berada di rumah, dia tidak mahu melakukannya kerana bimbang anaknya akan terdengar perbuatannya itu.

Selepas kelibat Zaki hilang dari pandangannya, Zaiton terus masuk ke dalam bilik dan memulakan projeknya. Sementara di kedai, Zaki yang sudah tiba di kedai makcik Rokiah terus meminta beras sebanyak 2 kg. Makcik Rokiah yang memang mengenali Zaki kemudian menimbang beras dan memasukkan ke dalam plastik. Ketika makcik Rokiah menghulurkan bungkusan beras kepada Zaki, dia tersenyum-senyum dan merapati Zaki. Zaki yang tidak perasan dengan perubahan sikap makcik Rokiah itu pun terus menghulurkan duit bagi membayar beras itu.

"Tak payah bayarlah Zaki. Lain kali saja" kata makcik Rokiah sambil tersenyum dengan matanya yang memerhati Zaki atas dan bawah.

"Betul ke makcik, terima kasihlah. Semoga murah rezeki makcik, saya pergi dulu ye" kata Zaki selepas menerima bungkusan plastik berisi beras itu.

Tiba-tiba tangan makcik Rokiah menyambar lengan Zaki dan di tariknya anak muda itu hingga tubuh mereka rapat. Kemudian di peluknya tubuh Zaki serapat-rapatnya. Zaki yang tidak pernah merasai keadaan seumpama itu merasa kehairanan. Fikirannya bercelaru. Bonjolan buah dada makcik Rokiah yang amat besar itu menghenyak perutnya.

"Makcik, apa ni makcik? Kenapa ni?" Tanya Zaki kehairanan.

"Zaki, selepas ni, Zaki tak payah bayar apa-apa tau. Makcik bagi free je apa yang Zaki nak, tapi Zaki kena tolong makcik." Kata makcik Rokiah sambil memeluk Zaki.

"Tolong apa makcik?" Tanya Zaki yang lurus bendul itu.

"Mari ikut makcik" kata makcik Rokiah sambil melepaskan pelukannya.

Dia kemudiannya membawa Zaki masuk ke dalam stor yang terletak di bahagian belakang dalam kedainya.

"Zaki tutup mata ye. Letak dulu beras tu kat situ." Terang makcik Rokiah.

Zaki pun meletakkan bungkusan berasnya di atas meja dan dia pun menutup mata. Sedang dia menutup mata, tiba-tiba dia merasakan seluar pendeknya itu direntap kebawah dengan agak kuat. Ini membuatkan dia terkejut dan membuka matanya. Baru sahaja dia hendak bersuara, makcik Rokiah terus menyumbat zakar Zaki yang masih lembik itu kedalam mulutnya sambil kedua-dua tangannya memeluk punggung Zaki.

"Eh, makcik, kenapa ni? Tolonglah jangan, saya malu lah." Kata Zaki kelam kabut.

Makcik Rokiah tidak menghiraukan Zaki, dia terus menghisap zakar Zaki dengan lahapnya. Matanya tertutup rapat seolah sedang sedap menikmati zakar anak muda yang besar itu. Zaki cuba melepaskan dirinya tetapi pelukan makcik Rokiah begitu kuat dan kemas. Zaki tidak sampai hati hendak berkasar dengan orang tua itu. Dia hanya berserah dan memerhatikan tingkah laku perempuan tua yang gersang itu berlutut dan menghisap zakarnya.

"Makcik, sudahlah. Saya malulah makcik. Janganlah buat saya macam ni. Kalau mak saya nampak habislah saya." Kata Zaki meminta simpati.

Kelihatan makcik Rokiah langsung tidak menghiraukan kata-kata anak muda itu. Dia semakin ghairah menghisap zakar itu dan berbagai teknik hisapan dilakukan untuk merangsang Zaki. Zaki yang sedang pasrah itu tiba-tiba merasakan satu perasaan yang begitu asing dalam dirinya. Dia merasakan jantungnya semakin berdegup kencang, hatinya juga berdebar-debar, terasa seperti ada satu kenikmatan yang sedang dikecapinya. Memang Zaki tidak pernah merasai perasaan seperti itu sebelum ini. Dia tidak pernah melancap, apatah lagi bersetubuhan. Perasaan ghairah yang sebelum ini datang secara tiba-tiba ketika melihat pelajar perempuan dan cikgu perempuannya di sekolah dipadamkan dari fikiran dengan membuat kerja-kerja yang boleh membuatkannya melupakan keghairahan itu.

Tetapi kini, Zaki tidak mampu berbuat begitu. Terasa zakarnya juga semakin mengembang dan menegang di dalam mulut makcik Rosnah. Menyedari yang Zaki semakin terangsang, makcik Rosnah pun melepaskan pelukannya dan terus menghisap zakar Zaki dengan lahapnya. Zakar anak muda yang semakin menegang itu tidak mampu untuk dia telan semuanya, hanya separuh yang mampu masuk di dalam mulutnya.

Zakar Zaki agak besar dan panjang, memang sepadan dengan badannya yang bidang dan sasa kerana sudah biasa membuat kerja-kerja berat. Makcik Rosnah semakin galak menghisap zakar Zaki. Zaki yang sedang kenikmatan itu tiba-tiba teringatkan ibunya yang sendirian di rumah. Tiba-tiba hatinya risau dan dia terasa harus pulang dan inilah kesempatan yang dinantikan kerana makcik Rosnah tidak lagi memeluknya. Dengan pantas dia menarik zakarnya keluar dari mulut makcik Rosnah. Kelihatan separuh zakarnya yang masih keras itu berlumuran dengan air liur makcik Rosnah. Dengan pantas Zaki menarik seluar pendeknya ke atas dan berlari keluar menuju basikalnya bersama bungkusan beras di dalam genggaman. Basikalnya dikayuh laju meninggalkan kedai makcik Rosnah. Perasaannya berdebar-debar, tidak pernah dia berperasaan sebegitu.

Sementara makcik Rosnah pula hanya sempat berlari hingga ke pintu kedai dan hanya mampu melihat kelibat Zaki yang sudah semakin jauh. Walau pun tidak dapat, tapi makcik Rosnah tahu, satu hari nanti dia pasti akan dapat juga. Dengan mulutnya yang comot dengan air liur, dia tersenyum sendirian dan berlalu menuju ke dalam kedai.

Setelah agak jauh dari kedai makcik Rokiah, Zaki pun memperlahankan kayuhannya. Perasaannya bercelaru. Kenikmatan yang baru dirasai tadi, walau pun sekejap sudah cukup membuatkan Zaki berfikir, mungkin itulah cara manusia dewasa memuaskan nafsu. Tapi ikut mulut boleh dapat anak ke? Oh, itu mungkin salah satu cara bersetubuh. Kemudian Zaki teringat akan emaknya, dahulu selalu dia lihat emaknya pulang dengan beberapa kesan basah di tubuh dan mulutnya. Adakah emaknya juga melakukan perkara itu dengan arwah Pak Dollah? Oh tidak mungkin. Zaki bermain dengan fikirannya hinggalah sampai di rumahnya.

Kelihatan emaknya keluar dari bilik dengan wajah yang kemerahan dan hanya berkemban dengan kain batik yang disimpulkan di atas dadanya. Selepas memberikan bungkusan beras kepada emaknya, Zaki terus menuju ke bangsal belakang rumahnya dan menyiapkan tingkap-tingkap bagi menggantikan tingkap rumahnya yang sudah uzur itu.

Pada malam itu, hujan turun dengan agak lebat. Nasib baik atap rumahnya yang bocor sudah ditampal, jika tidak sudah pasti mereka anak beranak kelam kabut menadah air hujan yang turun melalui lubang yang bocor dengan besen dan baldi. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 11.00malam. Mata Zaki terasa begitu susah hendak tidur. Kejadian petang tadi benar-benar memberikannya pengalaman baru yang sukar hendak dilupakan. Sambil dia teringatkan makcik Rokiah yang bertubuh gempal itu, tangannya terus memegang zakarnya dan dia mengusap-usap zakarnya mengikut pergerakan mulut makcik Rokiah yang menghisap zakarnya petang tadi. Zakarnya semakin keras mengembang di dalam genggaman tangannya. Zaki merasakan semakin enak dengan perlakuannya itu. Fikirannya terus berkhayal memikirkan makcik Rokiah. Terbayang difikirannya makcik Rokiah sedang menghisap batangnya sambil buah dada besarnya yang terselindung di balik baju kurung dan tudung makcik Rokiah itu membuai-buai mengikut rentak hisapannya.

Nafsu Zaki semakin tidak dapat dikawal apabila terbayang buah dada dan juga punggung makcik Rokiah yang besar itu. Terus sahaja air maninya memancut-mancut keluar dengan banyak membasahi perut dan tangannya. Zaki bergelinjangan kenikmatan. Ototnya mengejang dan nafasnya laju. Ini lah kali pertama Zaki memuntahkan air maninya. Zaki kemudiannya tertidur kepenatan dengan kain pelikatnya yang sudah terlondeh ke lutut mendedahkan zakarnya yang semakin layu dibasahi air maninya yang juga membasahi perut dan tangannya.

Sementara itu, Zaiton di bilik terasa sungguh kesunyian. Kesejukan hujan yang tidak mahu berhenti bersama guruh itu membuatkan nafsunya bergelora. Tangannya tidak henti-henti meramas buah dadanya yang membusung itu, sementara tangannya yang sebelah lagi memainkan kelentitnya dari kain batiknya yang diselakkan. Nafsunya benar-benar rindukan zakar lelaki. Terkemut-kemut lubuk berahinya yang sudah meleleh dengan air nafsu itu melayan belaian dan gentelan jarinya di kelentitnya. Wajah-wajah suaminya, Pak Dollah dan Amran silih berganti di kotak fikirannya. Terasa rindu benar dia pada belaian dan tubuh lelaki, rindu benar dia dengan tusukan zakar di cipap dan mulutnya dan dia juga merindui bau benih yang dilepaskan dari zakar-zakar yang dipuaskannya. Gelora nafsunya hampir membuatkannya berada di kemuncak, tetapi tiba-tiba sahaja..

"GEDEGUMMMM!!!!!!" petir yang amat kuat kedengaran hingga membuatkan rumah papan mereka bergegar.

Nafsu Zaiton hilang serta merta. Ketakutannya mula bangkit. Jika suaminya ada disisi sudah tentu dia akan berada dalam dakapan suaminya. Tetapi kini dia sendiri. Dia berasa kesunyian dan takut dengan bunyi petir yang sabung menyabung di langit diiringi hujan yang semakin lebat.

Tiba-tiba Zaiton teringatkannya anaknya, Zaki. Mungkin anaknya itu boleh menemaninya kerana dia takut bersendirian dalam keadaan begitu. Zaiton pun bangkit dari katil dan menuju ke bilik anaknya. Ketika masukke bilik anaknya, Zaiton terkejut. Daripada kesamaran lampu dapur yang mencuri masuk melalui atas bilik anaknya, dia nampak Zaki tertidur dengan zakarnya yang terdedah. Zaiton menghampiri anaknya dan dia nampak zakar anaknya dalam keadaan lembik, namun yang membuatkan Zaiton lebih terkejut adalah, saiz zakar anaknya amatlah besar dan panjang. Dalam keadaan yang lembik itu, saiznya sudah mengalahkan zakar Pak Dollah yang sedang stim. Besarnya juga hampir sama dengan zakar suaminya dan Amran yang sedang stim. Tidak dapat dibayangkan bagaimanakah saiznya jika anaknya itu stim nanti.

Zaiton perhatikan zakar anaknya kelihatan berkilat dan basah, begitu juga dengan perutnya. Zaiton mencolet sedikit cairan itu dan menghidunya. Ternyata itu adalah benih anaknya. Barulah dia tahu bahawa anaknya kini sudah pandai melancap. Benih anaknya itu kembali dihidu. Itulah air yang dirinduinya selama ini. Air yang dulunya seringkali dihujani ke atas dan ke dalam tubuhnya, kini terbentang di depan mata. Nafsu Zaiton tiba-tiba bangkit.

Perlahan dia merapatkan diri ke muka anaknya. Kelihatan anaknya tidur dengan nyenyak sekali, hinggakan tidak sedar akan kehadirannya. Setelah memastikan anaknya benar-benar tidur, Zaiton pun perlahan-lahan memegang zakar anaknya dan dengan nafsu yang semakin mengawal fikirannya, dia terus memasukkan zakar anaknya itu ke dalam mulutnya. Dia sudah tidak peduli tentang zakar siapa yang berada di dalam mulutnya itu. Yang penting adalah kerinduannya terhadap batang lelaki akan terubat, walau pun dengan zakar anaknya sendiri. Agak lama Zaiton merendam zakar Zaki di dalam mulutnya. Lidahnya bermain-main di seluruh zakar anaknya itu dan dia kelihatan begitu asyik menikmati air liurnya yang bercampur dengan lebihan air mani anaknya.

Sedikit demi sedikit Zaiton merasakan zakar Zaki semakin berkembang di dalam mulutnya. Zaiton semakin galak menghisap zakar anaknya sehingga zakar anaknya itu tegang sepenuhnya di dalam mulutnya. Zaiton gembira kerana rindunya kepada zakar lelaki telah terubat.

Sedang Zaiton sedap menghisap zakar Zaki, tiba-tiba dia merasakan kaki anaknya sedikit terangkat. Dengan pantas dia menarik kepalanya ke atas dan menutup zakar anaknya yang tegang dan basah berlumuran dengan air liurnya itu dengan kain pelikat anaknya yang terlondeh dari tadi. Kelihatan anaknya tersedar dan kelihatan terkejut melihatkan ibunya sedang duduk di tepi katil.

"Eh, ibu buat apa kat sini? Ibu tak tidur?" Tanya Zaki terkejut sambil kelam kabut menutup perutnya yang basah dengan sisa benihnya yang keuar ketika dia melancap tadi.

"Ibu baru je masuk, baru je ibu nak kejutkan, Zaki dah pun bangun. Kenapa kelam kabut je ni?"Tanya Zaiton buat –buat tidak tahu.

"Oh, tak de apa-apa ibu, Cuma terkejut je" terang Zaki sambil tangannya memegang kain pelikatnya menutup perutnya yang basah itu.

"Ibu takutlah, petir kuat. Hujan lebat pulak tu. Zaki temankan ibu di bilik ye.."kata Zaiton kepada anaknya sambil bangun dan menuju ke biliknya.

Zaki menurut ibunya. Dia terus bangun, membersihkan sisa air mani yang melekat di perut dan zakarnya menggunakan kain pelikat yang di pakainya. Kemudian dengan berlenggeng sahaja, dia menuju ke bilik ibunya. Ketika dia tiba di bilik ibunya, kelihatan ibunya sudah pun terlentang, dia pun terus baring di sisi ibunya. Zaiton yang sedang gila merindukan zakar itu pura-pura tidur, menunggu Zaki tidur supaya dia boleh melahap zakar Zaki sepuas-puasnya. Zaki yang telah dikejutkan itu terasa semakin susah hendak melelapkan mata. Ketika ibunya bangun sedikit melihatkan wajahnya bagi memastikan adakah anaknya itu sudah tidur atau belum, Zaki memejamkan mata berpura-pura tidur. Namun Zaiton tahu bahawa anaknya masih lagi belum tidur.

Kemudian Zaki mengiring mengadap ibunya yang terlentang di sebelahnya. Zaiton kemudiannya mengiring membelakangi Zaki dan dia bermain di dalam fikirannya tentang bagaimana hendak dia mandapatkan zakar Zaki yang besar itu. Zaki yang masih terkebil-kebil cuba hendak melelapkan matanya itu memandang susuk tubuh ibunya yang mengiring membelakanginya. Di sebalik kesamaran lampu dapur yang masuk melalui atas bilik, jelas kelihatan susuk tubuh ibunya yang hanya berkain batik dan berbaju t-shirt itu. Punggung ibunya yang besar itu kelihatan montok dibaluti kain batik dan pinggangnya yang ramping itu kelihatan menawan .

Tiba-tiba dia teringat makcik Rokiah. Secara spontan, dia terus membandingkan tubuh ibunya dengan tubuh makcik Rokiah. Walau pun makcik Rokiah mempunyai buah dada dan punggung yang besar, tetapi tubuh ibunya kelihatan lebih seksi. Ibunya tidak pendek dan tidak gempal seperti makcik Rokiah, tubuh gebunya mempunyai potongan. Buah dadanya tidak sebesar kepunyaan makcik Rokiah, tetapi sudah cukup untuk menaikkan nafsu lelaki. Besar membusung dan sedikit melayut, bila berjalan akan membuai menggoncangkan iman lelaki. Lebih-lebih lagi bila hanya t-shirt yang dipakai. Perut ibunya juga tidak terlalu buncit seperti makcik Rokiah, manakala punggung ibunya memang tiada siapa yang boleh lawan. Ibunya tonggek dan apabila berjalan pasti punggungnya yang menjadi tatapan lelaki. Punggung ibunya yang lebar dan besar itu akan bergegar di balik kain batik yang sendat membaluti pungungnya. Pehanya yang besar dan gebu memang sebahagian dari tarikan yang lelaki selalu inginkan. Perlahan-lahan zakarnya tegang dan membonjol di dalam kainnya.

Zaiton tidak pasti adakah anaknya sudah tidur atau belum. Hendak bangun melihat anaknya tetapi takut anaknya belum tidur dan hairan kenapa dia asyik bangun dan melihat mukanya. Dia tahu, anaknya kini mengiring mengadap belakangnya. Lalu dia pun mendapat akal, dia pun sedikit demi sedikit mengesot ke belakang dengan harapan punggungnya dapat menyentuh zakar anaknya. Kehangatan tubuh anaknya dapat dirasai apabila tubuhnya semakin hampir dengan tubuh anaknya. Akhirnya dia berjaya merasai sentuhan di punggungnya, dia tahu itu zakar anaknya. Zaiton pun semakin berani merapatkan belakang tubuhnya dengan tubuh Zaki. Zaki yang sedar dengan keadaan itu kehairanan kenapa ibunya semakin rapat menghampirinya. Dalam kehairanan itu, nafasnya semakin bergelora kerana zakarnya yang tegang itu menyentuh punggung ibunya yang montok itu.

"Ibu tak tidur lagi?" Tanya Zaki perlahan Terperanjat Zaiton.

Rupa-rupanya anaknya masih lagi belum terlelap. Namun dia tidak mengubah posisinya yang semakin menghimpit tubuh anaknya itu.

"Ibu sejuklah nak. Peluk ibu sayang." Kata Zaiton perlahan seolah memancing anaknya.

Zaki pun terus merapatkan tubuhnya memeluk Zaiton dari belakang. Zakarnya kini semakin keras dan rapat menyentuh punggung ibunya. Zaiton sedar zakar anaknya sudah benar-benar tegang, lalu dengan perlahan-lahan dia menekan-nekan punggungnya ke belakang supaya dapat merasakan zakar anaknya dengan lebih jelas. Zaki yang terangsng oleh perbuatan ibunya itu pun turut menekan-nekan zakarnya merapati punggung montok ibunya, tangannya pula semakin rapat memeluk ibunya dan sesekali jarinya menyentuh buah dada ibunya yang tidak bercoli itu. Dengan tenang Zaiton cuba memegang zakar anaknya, tangannya menyambar ketulan daging besar yang tegang di dalam kain Zaki. Zaki hanya diam membiarkan tindakan ibunya. Melihatkan Zaki yang tidak membantah, dia terus menggenggam zakar lelaki yang menjadi kerinduannya itu. Di lancapkan lembut zakar Zaki yang menegang di dalam kain pelikat.

Zaki pula menikmati perbuatan ibunya dan dia semakin berani memegang buah dada ibunya dan meramasnya lembut. Memang besar buah dada ibunya. Tapak tangannya tidak mampu memegang keseluruhan buah dada emaknya yang melayut itu. Tangannya kemudian beralih mengusap-usap pelipat peha emaknya yang montok berlemak itu. Di genggam perlahan dengan perasaan geram.

Zaiton kemudiannya menarik kain anaknya ke atas tanpa melihatnya dan terus menyambar zakar anaknya tanpa lagi halangan dari kain pelikatnya. Di lancapkan zakar anaknya semahu hatinya. Zaki yang kenikmatan diperlakukan begitu mendengus kenikmatan. Zaiton sedar anaknya sudah pun terangsang, begitu juga dirinya. Cipapnya sudah pun berair apabila memegang zakar anaknya tadi. Lantas dia melepaskan zakar anaknya dan perlahan-lahan menarik kain batiknya ke atas pinggang. Zakar Zaki semakin mengembang apabila melihatkan punggung ibunya yang putih melepak itu tonggek dan montok tanpa ditutup seurat benang. Zaiton perlahan menarik zakar Zaki dan mendorongnya untuk berada di celah kelengkangnya. Zaki yang tahu kehendak ibunya pun menyorong zakarnya betul-betul di kelengkang ibunya. Terasa kehangatan cipap ibunya yang sudah basah itu menyentuh batang zakarnya. Zaiton menikmati kehangatan zakar anaknya di celah kelengkangnya, dia tahu anaknya belum pernah menikmati pengalaman begitu, lalu dia pun menggerakkan punggungnya ke hadapan dan kebelakang, menikmati zakar anaknya yang tegang bergeser di muara cipapnya yang basah itu.

Hujan sudah pun reda, hanya gerimis yang tinggal. Namun gelora dua beranak itu masih lagi belum reda. Bunyi berdecit hasil geselan zakar Zaki dengan cipap Zaiton yang semakin lecun itu kedengaran memenuhi segenap biliknya. Zaiton kemudiannya berhenti menghayun punggungnya, dia rasa sudah sampai masanya untuk melakukan sesuatu yang lebih nikmat. Giannya kepada batang lelaki semakin meluap-luap. Zaiton pun memegang zakar Zaki dari kelengkang hadapannya dan mendorong kepala zakar anaknya itu supaya masuk ke lubuk nikmat miliknya. Sedikit demi sedikit zakar anaknya dimasukkan ke dalam cipapnya. Zaki yang kenikmatan diperlakukan begitu membiarkan ibunya memasukkan zakarnya kedalam cipap ibunya sedikit demi sedikit.

Akhirnya zakar Zaki memenuhi rongga faraj ibunya hingga Zaiton terasa sedikit senak apabila pangkal rahimnya ditekan-tekan oleh zakar anaknya. Dia tahu zakar anaknya yang besar dan panjang itu masih lagi belum tenggalam sepenuhnya, hanya itulah had maksimum muatan cipapnya. Ternyata saiz zakar Zaki benar-benar diluar fikirannya. Cipapnya mengemut-ngemut zakar Zaki dan ini menerbitkan rasa berahi yang mendalam untuk Zaki. Zaiton menyedari anaknya hanya menahan kenikmatan dan tidak tahu untuk berbuat apa-apa kerana tiada pengalaman. Lantas dia menghayunkan punggungnya ke depan dan belakang membuatkan zakar anaknya keluar masuk cipapnya yang sendat dengan zakar itu. Zaiton benar-benar kenikmatan walaupun dia tahu zakar itu adalah zakar anaknya, darah dagingnya sendiri, tetapi nafsu sudah menguasai fikirannya. Kerinduannya terhadap zakar lelaki membuatkannya lupa akan semua itu.

Zaki yang sudah faham selepas merasakan zakarnya keluar masuk cipap ibunya pun terus memeluk ibunya dan meramas-ramas buah dada ibunya yang masih berbalut t-shirt itu sambil dia terus menghenjut zakarnya keluar masuk cipap yang penuh nikmat itu. Dia benar-benar merasakan kenikmatan. Mereka tidak berkata-kata walau sepatah dari mula adegan hingga ke detik itu. Hanya desahan kenikmatan yang terbit dari mulut kedua-dua makhluk terkutuk itu. Zaki terasa pelik, kenapa lambat benar rasanya hendak terpancut. Tidak seperti ketika dia melancap tadi. Manakala Zaiton yang memang sudah arif tentang seks berfikir sendirian bahawa dia mungkin akan kepuasan kerana benih anaknya akan lambat keluar akibat kesan anaknya yang melancap tadi. Zaiton pun menarik badannya ke hadapan membuatkan zakar Zaki terkeluar hingga menerbitkan bunyi PLOP!. Dia kemudiannya menonggeng dan berkeadaan seperti bersujud.

"Zaki, masukkan sekarang nak. Buat ibu sekarang" katanya yang kenikmatan dalam keadaan menonggeng itu.

Punggung tonggeknya yang tidak tertutup kerana kain batiknya sudah diselakkan tadi melentik menonggeng menggoda ghairah anaknya. Melihatkan ibunya yang dalam keadaan mengghairahkan itu, nafsu Zaki benar-benar tercabar. Terus dia bangun dan memasukkan zakarnya dari belakang ibunya yang menonggeng itu. Di tekan zakarnya hingga terbenam rapat ke pangkal rahim Zaiton.

"OOOhhhhhhhh…." Rintih Zaiton kenikmatan

"Sayanggg.. hayun cepat sayanggg.. ibu tak tahannnn…." Pinta Zaiton

Tanpa banyak bicara, Zaki terus menghayun zakarnya keluar masuk cipap ibunya yang seksi itu.

"Ohhh.. ibuuu… sedapnyaaa… uuhhhhh…" Zaki merintih kesedapan apabila Zaiton mengemut zakarnya yang keluar masuk cipapnya.

"Zaki… uuhhhh… sedapnya batang kauuu….. Laju lagiii… ibu nak sampaiii" rintih ibunya.

Zaki meneruskan hayunannya, tangannya tak henti meramas-ramas punggung ibunya yang besar dan montok itu. Sesekali dipegangnya pinggang ibunya dan menariknya supaya punggung ibunya menghenyak zakarnya lebih dalam. Tiba-tiba, Zaki merasakan zakarnya dihimpit dengan kuat. Hampir tidak bergerak zakarnya di dalam cipap ibunya. Serentak dengan itu, ibunya menggiggil dan otot-otot tubuhnya mengejang. Suaranya juga seperti hendak menangis. Kemudian ibunya mendengus seperti seekor kuda dan otot tubuhnya juga semakin longgar. Punggungnya semakin dilentikkan membuatkan zakar Zaki terbenam menghimpit pangkal rahimnya dengan kuat. Zaki dapat merasakan rongga cipap ibunya semakin licin dan cairan yang meleleh keluar setiap kali dia menarik zakarnya seolah tidak mahu berhenti meleleh.

Zaki tidak dapat menahan kenikmatan kerana hayunannya semakin licin. Dia semakin tidak dapat mengawal keadaan. Zaiton sedar dengan keadaan itu dia semakin melentikkan punggung tonggeknya yang besar itu supaya keghairahan Zaki berada di tahap paling maksimum. Dia sedar bahawa ketika itu dia dalam waktu subur, tetapi kerana keghairahannya untuk merasakan cipapnya dibanjiri benih lelaki, dia sudah tidak peduli itu semua. Dia sudah tidak memikirkan risiko yang bakal mendatang. Kerinduannya yang dahaga selama beberapa tahun itu menghilangkan kewarasannya dikuasai oleh nafsu iblis.

"Ibuuu… Zaki tak tahhh…hannn…." Rintih Zaki Zaiton menyedari zakar anaknya semakin berkembang di dalam cipapnya dan hayunan anaknya juga semakin hilang arah.

Temponya berbeza-beza dan serentak dengan itu dia merasakan anaknya menekan zakarnya sedalam-dalamnya dan Zaiton semakin melentikkan punggungnya menerima tujahan nikmat zakar Zaki. Tiba-tiba.. Cruuttt!! Cruutt!! Cruuttt!! Berdas-das air mani Zaki memancut memenuhi segenap ruang rahim Zaiton.

"Ooooohhhh… ibuuu…. Sedappnyaaa…." Rintih Zaki kenikmatan

"Ahhhhhh… panasnyaa…. Sedapnya nakkkk…. Pancuttt lagi nakkkk…."

Rayu Zaiton yang kesedapan menikmati cipapnya dipenuhi benih anaknya yang panas itu sambil cipapnya mengemut-ngemut zakar anaknya yang berdenyut-denyut itu, seolah memerah supaya jangan ada setitik pun yang tidak dipancutkan. Zaki menggigil menahan kenikmatan. Pertama kali dalam hidupnya menikmati lubang syahwat wanita dan memuntahkan benihnya di dalam. Fikirannya seolah-olah terawang di udara. Nafasnya semakin perlahan danpeluh menitik dari dahinya. Kemudian dia menarik zakarnya keluar dari cipap ibunya dan terus terlentang kenikmatan. Zaiton yang masih menonggeng itu mengemut-ngemut cipapnya yang penuh dengan benih anaknya. Terasa seperti lubangnya semakin besar selepas dihentam oleh zakar besar milik anaknya. Kemudian dia terbaring dan terus mendakap tubuh Zaki sambil kepalanya dilabuhkan di dada Zaki yang tidak berbaju.

Dipeluknya tubuh anaknya itu persis sepasang suami isteri yang kepuasan setelah bahtera yang dilayarkan terdampar di persisiran pantai. Zaki yang keletihan setelah pertama kali menikmati erti persetubuhan terus terlena sementara Zaiton masih lagi berada dalam dakapan anak bujangnya itu. Tidak sedikit pun terasa penyesalan di hatinya, malah dia benar-benar gembira kerana kini dia sudah ada zakar yang mampu memuaskan nafsunya. Zakar yang boleh didapati pada bila-bila masa, tidak kira waktu dan tempat, tanpa halangan. Meskipun dia sedar, dia baru sahaja berzina dengan anak kandungnya. Akhirnya mereka terlena kepuasan.